webnovel

dua belas

"Kawanmu tidak melihat van hijau, padahal dia juga berjalan keluar mal bersamamu. Kau tidak mengatakan apapun padanya. Dan sesungguhnya, kau tidak bilang sesuatu pada siapapun menyoal kasus ini selama dua minggu lebih, namun kemudian setelah kau mendengar rumor bahwa ditemukannya kartu sasana olahraga dan kartu pelajar dari gadis itu di sebuah sungai, pada saat itulah kau mulai menyusun cerita karanganmu. Hiro Akada, kau memutuskan untuk menghancurkan Furuya Satoru, karena kau benci mengetahui bahwa gadis yang kau sukai itu lebih menyukai pemuda kulit hitam dibandingkan dirimu. Kau kemudian menelepon Bonjamin dengan petunjuk tanpa nama dan menciptakan sensasi baru melalui cerita karanganmu itu. Itu permainan yang sangat serasi. Mereka memaksa Furuya Satoru membuat pengakuan, dan hanya memakan waktu sealama lima belas jam, dan bingo! Momen itu menjadi menjadi berita halaman pertama di surat kabar. Judulnya 'Furuya Satoru Mengaku.' Setelah itu memorimu menciptakan sebuah mukjizat. Kau seolah-olah mendadak ingat kalau kau melihat sebuah mobil van hijau. Itu mirip sekali dengan milik keluarga Furuya Satoru, berkeliaran pada malam hari di seputar mal. Oh, ya, omong-omong kapan persisnya itu, Hiro? Tiga minggu setelah kejadian saat kau mengatakan pada Polisi terkait mobil van itu?"

"Aku melihat sebuah mobil van hijau, Detektif."

"Apa mereknya Ford, Hiro, atau kau hanya memutuskan kalau mereknya Ford karena itulah mobil yang dimiliki keluarga Furuya? Apa kau memang sungguh-sungguh melihat seorang pemuda kulit hitam mengendarai sebuah mobil van hijau dengan merek Ford di seputar mal pada suatu malam atau kau hanya mengimajinasikan itu saja pada Polisi?"

Seolah-olah berupaya untuk menghindari memberi tanggapan, Hiro menjejalkan setengah potong lagi Confit de Canard ke dalam mulutnya kemudian mengunyahnya perlahan sembari melirik pengunjung restoran lainnya, kali ini dia tidak mampu membalas tatapan mata lawan bicaranya. Himura melahap sesuap salad-nya, kemudian berusaha mendesak lagi. Dia harus segera, jatah waktu tiga puluh menitnya akan habis sebentar lagi."

"Begini, Hiro…" Intonasinya kali ini jauh lebih halus. "Kita bisa memperdebatkan kasus ini selama berjam-jam. Tapi bukan itu tujuanku. Aku ke sini jelas untuk membicarakan Furuya Satotu. Kalian berdua dulu berteman dekat, kalian tumbuh bersama-sama, kalian menjadi satu tim selama berapa lama.., lima tahun, ya? Kalian juga menghabiskan waktu bersama-sama yang sangat lama di lapangan futbol. Lelah dan berjuang bersama. Kalian pernah merasakan kemenangan bersama-sama, kalian juga saling menopang satu sama lain saat mengalami kekalahan. Astaga, kau menjadi wakil kapten di kelas terakhir SMA. Coba kau pikirkan tentang keluarganya, ibunya, kakak-kakaknya dan adiknya. Coba pikirkan kota Kanto, Hiro. Betapa buruk reputasi kota itu nanti bila terjadi salah satu warganya yang pernah membawa nama harum SMA Kanto harus dieksekusi mati? Kau harus membantu, Hiro. Furuya Satoru tidak membunuh siapa pun. Aku tahu bahwa dia sejak awal dia sudah dijebak."

"Aku tidak menyangka kalau aku punya peran sebesar ini."

"Oh, tapi ini kemungkinannya sangat kecil. Pengadilan-pengadilan banding tidak begitu terkesima dengan para saksi mata yang tiba-tiba mengubah kesaksiannya setelah persidangan lewat bertahun-tahun dan eksekusi tinggal dalam hitungan hari. Kalau kau memberikan afidavit pada kami, kami akan mengajukan itu ke pengadilan dan memberikan suara sekencang mungkin. Kami tahu bahwa kesempatan kami nyaris mustahil, tetapi demi membela orang yang benar dalam kasus ini, kami tetap harus mencobanya. Pada keadaan semacam ini, kami harus mencoba segala hal. Dari yang kemungkinan implikasinya kecil sekali pun."

Hiro Akada mengaduk minumannya dengan sedotan. Memutar-mutar. Lalu menyeruput sedikit. Dia membasuh mulutnya dengan selembar tisu, kemudian berkata, "Kau tahu, ini bukan pertama kalinya aku dihadapkan pada persoalan beginian. Mr. Eijun meneleponku bertahun-tahun silam, memintaku untuk datang ke kantornya. Lama setelah persidangan usai. Ketika itu kupikir kalau dia sedang berencana untuk mengajukan banding. Dia juga memohon padaku untuk mengubah kesaksianku dan memintaku mengatakan sesuatu yang sesuai dengan pendapatnya. Aku menyuruhnya ngacir."

"Aku mengerti. Aku sudah lama menghadapi kasus ini."

Setelah menghabiskan setengah dari Confit de Canard-nya itu, Hiro mendadak kehilangan selera makannya. Dia menggeser piring di hadapannya dan mendekatkan minumannya. Dia mengaduk-aduk perlahan dan memperhatikan es batu berputar dalam cairan yang berselimut serbuk-serbuk kecil di dalamnya."

"Situasinya begitu berbeda sekarang." Himura menasehati dengan lembut, masih tetap genting. "Sudah di penghujung kuartal keempat, pertandingan itu sudah hampir selesai baginya."

***

Bolpoin berwarna merah marun yang terjepit di dalam saku kemeja Himura itu sebenarnya adalah mikrofon. Terlihat sangat jelas dan di sebelahnya ada pena sungguhan kalau suatu saat dia benar-benar membutuhkannya untuk menulis. Seutas kabel tipis yang sengaja disisipkan dari saku kemeja Himura ke sebelah kiri saku depan celana panjangnya, tempat di mana dia menyimpang telepon genggamnya.

Perkiraan sekitar tiga sampai empat kilometer jauhnya, Eijun sedang mendengarkan pembicaraan antara mereka berdua. Dia tengah berada di dalam ruang kerjanya dengan pintu tertutup rapat. Dengan pesawat telepon berpengeras suara yang juga mampu merekam semuanya.

"Kau pernah melihatnya bermain futbol?" tanya Hiro. Sejurus kemudian menyilangkan paha kirinya ke atas paha kanannya.

"Tidak pernah." Suara mereka terdengar jelas.

"Aku mengakui kalau dia benar-benar hebat. Dia gesit dan tidak kenal takut, dia bisa merobohkan pertahanan lawan sendirian. Kami memenangkan sebelas pertandingan saat kami duduk di kelas sepuluh dan sebelas. Tapi kami tidak pernah mengalahkan Inashiro."

"Kenapa sekolah-sekolah bergengsi tidak merekrutnya? Dia mungkin bisa jadi aset berharga dalam futbol sekolah, apabila sekalipun secara akademik tidak terlalu bagus."

Dari seberang, Eijun seolah-olah menyuruhnya supaya terus mengajak Hiro bicara.

"Masalah ukuran tubuhnya. Dia berhenti tumbuh mulai di kelas sepuluh, dan dia tidak pernah berhasil lagi menaikkan berat tubuhnya menjadi di atas seratus sepuluh kilo. Itu tidak cukup besar bagi Longhorns."

"Mustinya kau melihatnya sekarang," sanggah Himura dengan cekatan.

"Berat tubuhnya hanya sekitar tujuh puluh lima kilo, terlihat kurus kerempeng, dia mencukur habis rambut di kepalanya, habis tak tersisa, dan dia harus dikurung di dalam sel selama dua puluh tiga jam sehari. Kau bayangkan. Sepertinya dia mulai kehilangan jati dirinya. Atau mulai terlihat tidak waras."

"Dia pernah menulis dua surat buatku, kau pernah tahu itu?"

"Tidak sama sekali."

Eijun mencondongkan badannya mendekati telepon berpengeras suaranya. Dia juga belum pernah mendengar tentang surat itu.

"Tidak lama usai dia dipenjara, saat itu aku masih menetap di Kanto, dia menulis surat padaku. Dua surat, atau mungkim tiga. Aku sedikit lupa. Isi surat itu panjang sekali. Dia mengatakan dalam surat itu kalau dia dijatuhi hukuman mati dan betapa mengerikan keadaan di dalam penjara: jenis makanan, keramaian, suhu udara yang relatif gersang, bagaimana dia dikucilkan, dan seterusnya. Merasakan tekanan itu, dia bersumpah untuk tidak menyentuh Bella, tidak akan pernah lagi berhubungan dengannya. Dia bersumpah untuk tidak mendekati mal ketika Bella menghilang. Dia memohon padaku untuk mengatakan hal yang sebenarnya, sama seperti yang kau dan tim kalian lakukan, termasuk pengacara sialan itu. Dia memohon padaku untuk membantunya memenangkan persidangan bandingnya dan membawanya keluar dari penjara yang kerap dia sebut-sebut sebagai neraka itu. Dan aku tidak pernah membalas surat-surat itu."