Sarah langsung menggebrak meja dan menatap Endra kesal. "Itu jelas nggak mungkin, lo nggak usah mengada-ada deh!"
"Kamu nggak percaya?" tanya Endra sembari menatap Sarah lurus-lurus.
"Ya jelas enggaklah. Udah sana, lo buruan ke kantor, gue mau sarapan sendirian," perintah Sarah mulai kesal.
Endra bangkit dari kursinya. Sarah pikir, Endra akan menuruti perkataannya dengan beranjak pergi dari sini, namun rupanya Sarah salah. Endra justru mengitari meja untuk menghampiri dirinya.
"Mau ngapain lo!" Sarah melotot tajam mengetahui Endra bergerak mendekat.
"Karena kamu nggak percaya, jadi mau aku buktikan sekarang. Coba siniin tangan kamu," pinta Endra sembari mengulurkan tangannya untuk menggapai tangan Sarah.
Tentu saja hal itu membuat Sarah justru semakin kesal. Endra bahkan bergerak semakin dekat, meskipun Sarah berusaha keras untuk menjauhkan tubuhnya dari Endra, tapi dengan lancangnya Endra malah semakin bergerak maju.
Hingga tahu-tahu ...
Bugh.
Sarah refleks mengayunkan tinju ke wajah Endra saat tubuh Endra semakin bergerak mendekat. Dia hanya merasa sedang membela diri saja.
Sementara Endra, yang tidak menduga akan menerima pukulan tiba-tiba dari Sarah langsung terjengkang jatuh. Tangannya refleks memegangi bagian wajahnya yang kena pukul. Ternyata berdarah. Sarah menghajarnya tepat ke arah depan sehingga mengenai hidungnya.
Melihat darah segar keluar dari hidung Endra, Sarah langsung merasa panik sekaligus bersalah. Tapi dia tidak mau menunjukkannya secara langsung dan malah berkata, "Salah lo sendiri kan maju-maju segala. Emang lo nggak tau ya, gue ini pandai bela diri, jadi kalo lo macem-macem kayak tadi, lo pasti nggak bakal lolos dari pukulan gue itu."
Endra sempat mengaduh sebentar. Tapi dibanding meladeni ucapan Sarah, Endra lebih memilih untuk bangun dari posisinya dan langsung menuju wastafel pencuci piring. Endra membersihkan darah yang mengotori bagian wajahnya dengan hati-hati.
Rupanya Sarah mengikuti, dia hanya berdiri di belakang Endra dengan perasaan gelisahnya, tapi tetap tidak mau menunjukkannya secara langsung.
Saat Endra berhasil membersihkan seluruh darahnya, ternyata beberapa detik kemudian darahnya masih kembali mengucur dari lubang hidungnya, seperti mimisan. Akhirnya Endra memencet hidungnya sendiri, dan beranjak menuju kamar. Meninggalkan Sarah yang masih dilanda rasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya itu.
***
Endra masih tidak berkata apa-apa. Dia menyetir dalam diam, sementara Sarah yang duduk di sampingnya hanya bisa melirik-lirik saja.
Satu lubang hidung Endra disumbatnya dengan kapas, mencegah darah masih keluar dari lubang hidungnya. Juga ada sedikit memar yang terlihat akibat pukulan keras Sarah itu.
"Nggak usah sok ngambek gitu deh, gue nggak sengaja mukul lo. Itu juga gara-gara lo sendiri kan yang mau nyentuh gue," Sarah yang tidak tahan dengan sikap Endra yang mendadak senyap akhirnya buka suara. "Kalo lo mau, kita bisa ke rumah sakit dulu buat meriksain hidung lo."
"Nggak usah," sahut Endra dengan nada jutek. Wajahnya ditekuk kesal.
"Heh, kok jadi lo sih yang jutek gitu ke gue!" balas Sarah tidak terima.
"Biarin, lagian dari tadi aku sama sekali nggak denger permintaan maaf tuh."
"Haaaaah?" Sarah langsung membuka mulutnya kaget. "Ngapain juga gue harus minta maaf!"
"Ya udah kalau emang nggak ngerasa salah sih." Endra cuek saja.
Sarah langsung berdecak kesal. Dia lantas melemparkan pandangannya ke luar jendela dengan perasaan semakin kesal.
Tapi rupanya sikap bungkamnya Endra tak berhenti sampai di situ saja. Saat sampai di kantor pun, Endra tidak mau mengatakan apa-apa selain masalah pekerjaan.
"Gara-gara kemarin kamu nggak dateng pas meeting itu, akhirnya perusahaan JK udah punya kandidat lain. Dan secara otomatis SR Fashion nggak bisa ngajuin proposal baru, karena dinilai tidak kompeten," jelas Endra saat sedang merinci kegiatan Sarah hari ini, setelah sebelumnya dia sudah mendapat penjelasan atas ucapannya barusan dari Asti.
Endra sampai dicereweti Asti panjang lebar karena tiba-tiba mereka berdua mangkir dari pertemuan penting itu. Endra sudah menjelaskan kronologisnya dan untungnya Asti bisa mengerti, meskipun Asti juga bertanya-tanya tentang alasan Sarah sampai ketakutan seperti itu.
"Hari ini, nggak ada meeting apapun yang harus kamu lakukan, jadi kamu bisa berada di ruangan ini seharian penuh. Selesai." Endra membacakan skedul Sarah dengan tuntas.
Endra akan langsung beranjak pergi. Tapi kemudian telinganya sempet mendengar sesuatu yang sangat pelan, sampai Endra harus memastikan indra pendengarannya.
"Tadi kamu ngomong apaan?" tanya Endra kembali menatap Sarah.
Sarah tampak gugup dan langsung membalas, "Nggak, gue nggak ngomong apa-apa."
"Oh, ya udah," Endra kembali berbalik dan bermaksud untuk beranjak keluar, tapi Sarah rupanya masih berulah.
"Lo kok nyebelin banget sih!" kata Sarah dengan nada kesal. "Iya, tadi gue bilang ... gue minta maaf. Puas lo!" Sarah akhirnya merontokkan harga dirinya untuk mengatakan satu kata itu.
Endra yang masih berdiri menghadap pintu sempat mengulas senyum kecil sebelum akhirnya kembali menatap Sarah. "Kalau nggak ikhlas gitu, mending nggak usah aja deh," kata Endra dengan nada datar. "Lagian permintaan maaf tanpa didasari perasaan bersalah juga percuma aja sih," lanjutnya menyindir Sarah dengan telak.
Sarah tidak bisa menahan perasaannya. Dia berdiri dari mejanya lantas berjalan menghampiri Endra. Begitu sudah ada dihadapan Endra, tangannya langsung berkacak pinggang. "Kayaknya lo emang makin songong yah sama gue, makin berani juga. Lo emang harusnya--"
"Tuh kan, kalau ujungnya malah mau ngata-ngatain gini, aku nggak bakalan mau juga nerima permintaan maaf kamu," balas Endra kalem, meskipun baru saja memotong perkataan Sarah.
"Terus mau lo apa, hah?"
"Masa harus aku kasih tau juga. Bukannya kamu tipe orang yang selalu nyuruh orang buat nyadarin kesalahan sendiri?" Endra kembali menyindirnya telak.
Sarah hanya semakin melotot tajam mendengar perkataan Endra itu.
"Ya udahlah aku mau ke atas aja," kata Endra kemudian bersiap untuk mengabaikan Sarah. "Ah, iya, karena hari ini kamu juga nggak ada acara, aku mau ijin aja ya. Gara-gara kemarin jagain kamu sehari semalem, aku cuma tidur berapa jam doang, dan sekarang aku udah ngantuk banget."
Sarah mendelik mendengar ucapan Endra yang seenaknya sendiri itu. "Lo bakal langsung dipecat kalau tidur di saat jam kerja!"
"Ini karena kamu juga kan. Padahal aku udah berusaha jagain kamu tapi jangankan bilang makasih, malah yang ada hidungku jadi memar dan kesakitan kayak gini."
Sarah tidak tahu Endra sengaja mengatakan itu untuk menyindirnya atau bagaimana, tapi Endra sekarang benar-benar sangat berani padanya.
"Udah ya, aku mau tidur di atas dulu." Endra berlalu dari hadapan Sarah, dan akan mencapai daun pintu.
"Tunggu!" Sarah ternyata menahannya. "Emang di atas lo kira hotel apa? Enak banget lo mau tidur segala. Lagian apa kata karyawan lain kalau sampe ngelihat lo enak-enakan tidur, hah?"
"Aku bakal tidur di gudang kok, jadi nggak bakal ada yang lihat juga," balas Endra santai. Seolah semua perkataan Sarah tidak akan ada yang membuatnya gentar.