webnovel

Bukan Istri Tapi Estri

Karena impian bodoh Endra, dia harus terjebak dengan perempuan sadis yang bernama Sarah dengan menjadi seorang suami. Sialnya, perempuan sadis yang awalnya Endra anggap seperti malaikat justru berubah menjadi iblis yang meneror hari-hari indahnya menjadi semakin suram. Bagaimana Endra akan menghadapi Sarah? Dan mampukah Endra melepaskan diri dari cengkeraman kesadisan Sarah yang selalu berperan sebagai istri yang baik di depan ibunya sendiri?

AdDinaKhalim · perkotaan
Peringkat tidak cukup
247 Chs

#019: Seperti Malaikat

Endra mengendarai mobil dalam diam. Di sampingnya Sarah sedang tidur, begitu pun dengan seseorang yang ikut bersamanya di belakang Endra. Ya, ajakan Sarah waktu itu mengenai Yanti ikut bekerja di kantor Sarah rupanya bukan sekadar basa-basi belaka. Saat sudah berpamitan dengan keluarga Endra, Sarah meminta dirinya untuk menjemput Yanti. Jadilah, sekarang Yanti satu mobil dengannya menuju ke kota.

Mengenai Yanti akan tinggal di mana, Endra juga belum tahu. Itu sepenuhnya Sarah yang mengurusi. Endra hanya sebagai asisten yang memenuhi kebutuhan Sarah saja, itu pun sudah bahasa yang paling halus, dibanding harus menyebutkan dirinya sebagai 'budak'nya Sarah.

Waktu selama beberapa jam sudah terlewati. Plang penunjuk jalan sudah menampilkan nama kota yang mau dilewati. Yanti yang rupanya sudah bangun, langsung antusias melihat jalanan kota yang bisa dilihatnya lewat kaca jendela mobil.

Tampak bangunan tinggi berjejer dan menampilkan ciri khasnya sendiri. Orang-orang yang berlalu lalang juga menambah meriah suasana kota yang pada dasarnya memang sudah padat penghuninya. Bermacam-macam kendaraan saling serobot untuk memastikan mereka tidak akan terjebak macet. Meski bagi Endra pemandangan seperti ini melelahkan karena harus berjuang meloloskan diri dari banyaknya kendaraan yang serba terburu-buru, tapi justru bagi Yanti, melihat sisi sibuk kota seperti ini rupanya membuat matanya bersinar-sinar.

"Kamu baru pertama kali ke sini ya, Yan?" tanya Endra yang sejak tadi memang melirik-lirik keberadaan Yanti yang seolah dari ekspresinya itu menunjukkan 'ini sesuatu yang menakjubkan'.

Yanti menengok ke arah Endra, lantas mengangguk cepat. Endra bisa melihatnya melalui kaca mobil. "Mas Endra sendiri gimana rasanya tinggal di kota?" Yanti melemparkan pertanyaan balik.

"Ya nggak gimana-gimana. Seperti yang kamu lihat sekarang. Suasananya lebih ramai dibanding kampung kita. Tapi nanti kamu jangan kaget yah?"

"Kaget kenapa Mas?"

"Orang-orangnya juga lebih ramai dibanding orang-orang di kampung kita. Bahkan yang kamu lihat sekarang masih belum seberapa dibanding keramaian saat jam masuk kantor maupun saat pulang nantinya."

Yanti manggut-manggut setuju. "Kalau itu Yanti juga udah sering denger dari temen-temen, Mas. Kalau di kota itu katanya orangnya banyak banget. Rame sampai buat jalan aja susah mesti desak-desakan."

Endra tertawa. "Ya begitulah kira-kira."

"Oya, Mas. Orang-orang di kampung bilang, Mas Endra ketemu sama Mbak Sarah katanya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama ya."

Endra sempat dibuat kaget mendapat pertanyaan seperti itu dari Yanti, terlebih Sarah juga ada di sebelahnya meskipun masih tertidur. Untuk menyembunyikan kekagetannya itu, Endra berdehem lirih lantas berkata, "Nggak kok, kata siapa?" Endra berusaha mengelak.

"Lho, orang mereka dapat cerita dari Bu Mirna langsung kok, Mas. Kata Bu Mirna, pas Mas Endra dateng ke kota terus ketemu sama Mbak Sarah, Mas Endra langsung jatuh cinta dan nggak lama setelah itu langsung pacaran. Waaah ..." Yanti berbinar-binar menceritakan kisah Endra yang dianggapnya romantis. "Kisah cinta Mas Endra udah sama kayak di film-film lho."

Endra tertawa kikuk. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Toh, cerita yang sampai kepada Yanti itu adalah cerita yang jelas-jelas ia karang. Kenyataannya sangat jauh dari ekspektasi Yanti.

Mungkin dikarenakan obrolan Yanti dan Endra barusan, tidur Sarah jadi terganggu. Karena kemudian wanita itu terbangun. Endra sempat meliriknya sekilas.

"Sudah mau sampai ya?" tanya Sarah dengan nada khas bangun tidur.

"Iya, kira-kira setengah jam lagi," jawab Endra sambil tetap melihat ke jalanan depan.

"Sebentar."

Endra tidak tahu maksud sebentar yang Sarah katakan tadi, tapi saat melihat Sarah mengambil ponselnya dan menelepon seseorang, Endra jadi menunggu.

"Gimana? Bisa langsung ditempatin sekarang?" tanya Sarah di telepon.

Sarah terdiam, pasti demi mendengar jawaban dari seberang telepon sana. "Oke, thanks," lanjutnya yang kali ini langsung memutus sambungan telepon. Sarah menengok ke belakang dan berkata. "Mbak udah mastiin tempat tinggal buat kamu selama di sini. Tempatnya deket sama kantor. Jadi nanti kamu gampang buat berangkat kerjanya."

Yanti tampak senang mendengar perkataan Sarah. Entah bagaimana dia merasa sangat bersyukur bisa bertemu dengan Sarah yang sangat baik padanya seperti malaikat. "Makasih banget Mbak Sarah. Nanti kalau saya sudah mulai bekerja, saya akan berusaha menyicil semua yang sudah Mbak Sarah berikan pada saya."

Sarah membalasnya dengan tersenyum lembut. "Nggak usah dipikirin kalau soal itu. Yang penting kamu kerja dengan baik dan rajin aja, biar Ibu kamu bisa terbantu."

Yanti mengangguk cepat-cepat. "Siap, Mbak, saya akan berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya."

"Tapi kamu nggak apa-apa tinggal sendiri di kos-an kan?" tanya Sarah merasa khawatir.

"Nggak apa-apa kok, Mbak. Saya punya tempat tinggal saja itu sudah bersyukur banget."

Sarah mengangguk-angguk mengerti. Tidak lama setelah itu, mobil Sarah berhenti di sebuah komplek kos-kosan yang memang letaknya hanya sekitar 15 menit dari kantor Sarah. Isi di dalam kosannya pun cukup lengkap, jadi Yanti tidak perlu membeli perabotan lagi.

"Ini, Bu, kuncinya," kata seorang laki-laki berseragam satpam yang tiba-tiba datang menemui Sarah.

Sarah menerima kunci yang dimaksud lantas memberikannya pada Yanti. "Ini kunci kosan-nya. Kamu simpen baik-baik yah."

Yanti menerimanya. "Terima kasih banyak, Mbak. Saya akan menjaganya dengan baik."

"Bagus." Sarah memberikan senyuman lembut. "Oya, tadi satpam yang ngasih kunci, dia yang menjaga area di sekitar sini, kamu kalau ada apa-apa bisa laporan sama dia. Tadi pas kita masuk ke sini ada pos jaga kan, nah itu dia tempat kerjanya ada di situ."

Yanti mengangguk-angguk paham.

"Sama satu lagi. Semua penghuni di komplek kos-kosan ini bekerja di kantor Mbak. Kosan yang kamu tempati sekarang juga dulunya dihuni sama salah satu karyawan Mbak. Tapi sekarang dia udah nikah jadi dia udah tinggal bareng suaminya," jelas Sarah kemudian. "Sekarang aja di sekitaran sini kelihatan sepi karena masih jam kerja, tapi kalau nanti mereka udah pulang, tempat ini bakalan rame kok, kamu bisa bersosialisasi dengan mereka nantinya."

Yanti dibuatnya takjub mendengar penjelasan Sarah. Rupanya kebaikan yang didapat Yanti dari perempuan yang dikenalnya belum lama ini tidak tanggung-tanggung. Yanti benar-benar merasa sangat berhutang budi.

"Kalau gitu, kamu boleh langsung beristirahat, kamu bisa mulai bekerja besok. Nanti berangkatnya bisa bareng sama yang lain." Sarah mengakhirinya dengan senyuman. "Gimana? Apa ada hal lain yang mau kamu tanyakan?"

Yanti menggeleng. Penjelasan Sarah tadi sudah lebih dari cukup membuatnya paham.

"Ya udah, kalau gitu Mbak mau langsung balik ke kantor ya, ada pekerjaan yang harus Mbak selesaikan hari ini. Sampai ketemu besok ya," pamit Sarah akhirnya.

Yanti sempat memegang tangan Sarah dan mengajaknya bersalaman dengan cara mencium punggung tangan Sarah layaknya pada orang tuanya. Sarah tidak menolak. Lantas sebelum Sarah pergi dari tempat tinggal barunya, Yanti kembali mengucapkan banyak-banyak terima kasih pada Sarah, dan juga pada Endra.

Dibalik kesadisan Sarah, rupanya tersimpan kebaikan yang nggak terduga. Kira2 kebaikan Sarah itu bisa dilakuin ke Endra juga gak ya?

- AdDina Khalim

AdDinaKhalimcreators' thoughts