"Hai Asti ... si pengkhianat dari goa hantu apa kaba~r?" sapa Endra dengan nada menyindir yang sangat kentara saat melihat Asti sedang sibuk di area kerjanya sendiri. Pegawai kantor lain yang hanya dibatasi partisi otomatis ikut mendengar sapaan Endra barusan, dan mereka hanya melirik sekilas kemudian kembali pada pekerjaannya.
Beberapa saat sebelumnya, setelah menurunkan Yanti di komplek kosan milik Sarah yang baru Endra ketahui, dia lantas mengantar Sarah ke kantor. Dan sebelum Sarah masuk ke dalam ruangan kerjanya yang dipisahkan dari pegawai kantor yang lain, Endra sempat diberitahu untuk tidak mengganggunya selama satu jam ke depan. Karena Sarah akan sibuk memeriksa berkas-berkas. Jadi selama satu jam itu pula, bisa dibilang Endra memiliki waktu bebas, dan menemui Asti adalah hal pertama yang langsung terpikir di otaknya.
Asti yang tadinya sedang sibuk bekerja kemudian diganggu dengan suara sindiran Endra itu langsung melotot marah. "Lo aja noh, si budak dari jurang dedemit," balas Asti tak mau kalah. Lantas kembali menatap layar komputernya dan langsung mengabaikan Endra.
Tidak terima diabaikan, Endra jadi menarik kursi kosong di sebelah Asti dan duduk di sana, lantas berkata, "Nggak usah sok sibuk deh lo, gue mau bikin perhitungan sama lo sekarang," kata Endra sengit.
"Heh, lo nggak tau apa kalau ini tanggal berapa? Akhir bulan, Ndra, akhir bulan. Gue sibuk banget mesti ngecekin laporan satu persatu. Jadi, kalau emang kedatangan lo ke sini cuma buat gangguin gue doang, hus, sana! Pergi lo jauh-jauh dari gue!" kata Asti memasang tampang kesal, bahkan sampai mengibas-ngibaskan tangannya segala seolah Endra hanyalah seekor lalat yang menjijikkan.
Mendapat balasan seperti itu, Endra justru tertawa jahat. "Ya itu sih derita lo. Gue malah jadi kepikiran buat gangguin lo aja biar kerjaan lo nggak kelar-kelar, terus lo jadi diomelin deh sama si sadis itu."
Asti langsung menatap Endra tajam. "Perlu gue ambilin sapu nggak, biar lo buruan pergi dari sini. Atau perlu gue teleponin Bu Sarah sekalian, gue aduin tingkah nyebelin lo sekarang sama Bu Sarah. Mau lo!" Asti mendelik kesal.
Sementara Endra langsung berdecak sebal. "Curang lo, maennya ngadu-ngadu gitu."
"Habisnya lo kayak nggak tau banget gue beneran sibuk."
Endra membuang napas kesal. Asti nggak asik. Saat Endra akan bangun dari kursi, tiba-tiba dia jadi kepikiran sesuatu yang perlu diceritakan pada Asti.
"Eh iya, gue sampe lupa. Ada hal penting yang mau gue ceritain sama lo nih. Lo tau nggak kalau--"
"Nggak tau dan nggak mau tau juga. Pergi lo!" Sebelum Endra menyelesaikan ucapannya, Asti sudah memotongnya dengan nada galak. Bahkan Asti mengatakan itu dengan tetap mengarahkan pandangannya ke layar komputer. Sama sekali tidak tertarik dengan perkataan Endra barusan.
"Tapi cerita gue beneran penting banget, As. Pokoknya gue nggak mau tau lo harus dengerin!" Endra memaksa.
Tidak ada respon dari Asti, tapi Endra tahu Asti mendengarnya, jadi dia pun melanjutkan, "Kemarin selama gue di kampung, gue dibikin heran banget sama tingkah Estri," ucapnya dengan ekspresi berlebihan.
Tapi Asti tetap tidak mau peduli. Fokusnya hanya tertuju pada pekerjaannya yang menumpuk dan tetap bergeming untuk hanya mengarahkan tatapannya ke layar komputer.
"Selama ini ... gue tau banget karakter dia kayak gimana kan. Nah, anehnya pas di kampung itu dia malah jadi beda banget." Endra asyik saja bercerita dengan sesekali memainkan kursi putar yang didudukinya. Meski di sampingnya Asti terlihat tidak peduli, tapi Endra yakin Asti mendengarkannya.
"Lo tau, As, dia tertarik sama cewek di kampung gue. Namanya Yanti. Nah awalnya tuh, si Yanti ini ..." Endra pun menceritakan detail kejadiannya pada Asti. Meskipun Asti tetap tidak mau menolehkan wajah menghadapnya, tapi Endra menceritakan semuanya dengan lancar. Sama sekali tidak merasa terganggu dengan sikap cuek yang ditunjukkan Asti itu.
"Nah, jadi tuh mulai besok Yanti bakal ikut kerja di tempat ini. Lo ngerasa aneh nggak sih, As?" tanya Endra mengakhiri ceritanya.
Setelah cukup lama mengabaikan Endra, Asti akhirnya menyerah. Dia menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengetik lantas menghadapkan tubuhnya ke arah Endra.
"Nggak sama sekali," jawab Asti kemudian dengan pandangan datar. Tak sampai lima detik, Asti kembali memutar tubuhnya untuk kembali melanjutkan aktivitas mengetiknya.
"Hah? Lo denger nggak sih, As, kok lo malah nggak kaget gitu sih. Padahal selama ini lo tau sendiri si sadis itu orangnya gimana kan?" Merasa tanggapan Asti terlalu cuek, Endra malah jadi tidak terima.
Asti membuang napas panjang dan kembali menatap Endra. "Lo itu yang aneh, karena baru tau Bu Sarah orangnya kayak begitu."
Endra mengernyit bingung. "Maksud lo?"
"Iya. Bu Sarah itu kan sadisnya cuma sama lo doang."
"Apaan! Sama semuanya juga kok," Endra membela diri.
"Bagian mananya yang lo bilang semuanya?" Asti langsung menantang Endra sembari menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, lantas menatap Endra lekat-lekat menanti jawaban.
Endra langsung membetulkan posisi duduknya. "Ya kalau si sadis itu ngomong ke lo, ke yang lain juga, nadanya selalu jutek. Kalau ngasih perintah juga suka nggak ngotak. Belum lagi kalau marah-marahin pegawai yang lain, duuuh, orang sadis kayak dia masa lo masih belain sih, As." Endra dibuat gemas sendiri dengan pembelaan yang Asti lakukan.
Asti membuang napas panjangnya sekali lagi sebelum membalas perkataan Endra. "Nih ya, Ndra, gue kasih tau. Yang lo bilang Bu Sarah nadanya jutek itu cuma lo doang. Kita semua sih udah paham kalau Bu Sarah itu cara ngomongnya tegas, bukan jutek."
Asti mengatakan semuanya dengan santai, meskipun orang yang sedang mendengarkannya tampak tidak terima dengan ucapan Asti barusan, tapi dia tidak peduli. Bahkan kembali melanjutkan, "terus nih ya, Bu Sarah kalau ngasih perintah juga itu sebenarnya udah dibilangin jauh-jauh hari, makanya kadang suka nentuin deadline seenaknya. Karena apa? Karena ya itu dia, Bu Sarah udah bilang sebelumnya untuk mengerjakan tugas ini, dan kadang para pegawai bikin kesalahan dengan bersantai-santai ria dan nggak langsung dikerjain, pas ketauan Bu Sarah, ya Bu Sarah langsung kasih deadline mendadak-lah!" Asti memberi jeda sebentar dan menggoyangkan jari telunjuknya ke atas sebagai tanda kalau Endra masih belum boleh bicara.
Endra berdecak pelan, namun bersedia mengunci mulutnya dan membiarkan Asti kembali melanjutkan. "Dan terakhir nih ya, kalau lo lihat Bu Sarah lagi ngomel-ngomel, itu murni kesalahan kita-kita para pegawai, udah tau punya bos yang disiplin, tegas dan teliti kayak Bu Sarah, eh kitanya malah seenak jidat aja ngerjain tugas, apalagi sampe ada kesalahan. Ya udah, akhirnya kena semprot deh."
"Hoi, As. Lo kalau kelewat positif thinking jangan kelewat banget kali. Semua yang lo bilang itu ngarangnya kebangetan tau!" Endra sudah tidak tahan lagi ingin memprotes ucapan Asti saat akhirnya diberi kesempatan untuk bicara. Karena bagi Endra yang mengalami sendiri perlakuan dan sifat sadis Sarah, jelas-jelas ucapan Asti itu sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada.
Wah ... udah lumayan lama nggak update lanjutan cerita ini nih. Pas tau pembacanya nambah, jadi makin semangat.
- AdDina Khalim