webnovel

Bagian 5

"Bang Aldi!" Panggilan bernada sedikit manja membuat Aldi menghela napas.

Meskipun dengan berat hati, dia menghentikan langkah dan menoleh ke belakang. Benar saja, gadis cantik tengah berlari ke arahnya. Sorot mata berbinar si gadis membuatnya risih.

Gadis bernama Rani itu adalah mahasiswi angkatan baru. Sejak masa pengenalan kampus, dia selalu mencari-cari perhatian Aldi dan menunjukkan rasa cintanya yang terasa freak. Aldi sudah melakukan berbagai cara untuk menghindar. Namun, Rani pantang menyerah, padahal banyak pemuda idola kampus lain yang juga mendewikan gadis itu.

Rani kini berdiri tepat di hadapan Aldi. Pipinya tersaput rona kemerahan. Dia tersenyum malu-malu, lalu menyodorkan kotak cokelat.

"Bang Aldi, sebenarnya Rani ... Rani ... suka Abang. Be my valentine?"

Hari itu, memang bertepatan dengan tanggal 14 Febuari. Rupanya, Rani menunggu momen valentine untuk menyatakan perasaan. Aldi mengembuskan napas berat.

"Maaf, saya tidak bisa terima perasaan kamu, Dek," tolak Aldi halus.

"Kenapa, Bang? Ada yang Abang gak suka dari Rani? Rani bakal perbaiki, Bang!" cecar Rani.

"Sudah ada perempuan yang saya sayang."

Rani terdiam. Namun, tangannya terkepal kuat. Sesaat sorot mata anggora yang indah tampak digayuti amarah, tetapi dia dengan cepat mengubahnya menjadi memelas.

"Bang ...."

"Sudah tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, kan'?" potong Aldi. "Saya masih banyak urusan. Saya duluan."

Aldi pun berlalu dari hadapan Rani. Dia berpikir sikap tegas lebih baik daripada plin-plan dan membuat baper anak gadis orang. Hatinya sudah terisi oleh Wulan, tak ada kesempatan untuk Rani.

Jika menurutkan ego, Aldi bisa saja menolak dengan lebih kejam. Namun, dia masih mengendalikan diri mengingat Rani adalah anak dari relasi bisnis perusahaan keluarganya. Aldi tentu tak mau masalah menjadi panjang dan berimbas buruk.

Selanjutnya, Aldi menjalani aktivitas seperti biasa. Konsultasi skripsi dan juga mengatur jadwal untuk sidang. Namun, baru saja keluar dari ruangan dosen, dia ditarik paksa menuju lapangan basket indoor kampus oleh ketua tim basket.

Buk!

Satu tinju keras menghantam pipi Aldi, membuatnya terduduk di lantai kayu. Wajah ketua tim basket tampak garang seolah-olah akan menerkam mangsa. Beberapa pemuda berdiri di belakang si ketua dengan tatapan tak kalah sinis. Aldi bisa mengenali mereka sebagai para penggemar berat Rani.

Aldi menghela napas. Dia bangkit sembari menyeka darah di sudut bibir. Sorot matanya dingin, hampir tak berekspresi. Pemuda-pemuda yang mengeroyoknya sedikit ciut. Namun, mereka masih bersikap angkuh dan sok jagoan.

"Dasar tak tau diuntung! Dik Rani sampai menahan malu cuma untuk menyatakan perasaannya dan Lo nolak!" geram si ketua basket.

Aldi tersenyum sinis. "Bukannya itu bagus untuk kalian? sindirnya.

"Kami gak suka lo bikin Dik Rani menangis!" sergah pemuda berambut gondrong berkulit hitam manis. Setahu Aldi, dia anak mapala.

"Iya, Dik Rani yang cantik bagaikan bidadari tak boleh tersakiti!"

"Dasar tak punya hati! Bisa-bisanya menyakiti dewi kami!"

"Cantik bagi kalian, bukan berarti selera gue harus sama," sahut Aldi ringan.

"Sialan lo!"

Si ketua basket kembali melancarkan tinju. Namun, kali ini Aldi tidak diam saja. Dia menangkap telak tangan lawan, lalu memelintirnya dengan wajah dingin.

"Argggh!"

Aldi melepaskan tangan yang dipelintir dengan kasar, sehingga si ketua basket terempas ke lantai. Seringaian mengintimidasi terukir di sudut bibirnya.

"Tenang saja, cederanya tidak akan fatal. Sebulan juga bisa sembuh." Aldi menatap dingin pemuda-pemuda yang lain. "Ada lagi yang ingin mencoba merasakan sensasi tangan patah?" tanyanya.

Lapangan basket indoor kampus hening sejenak. Para pemuda itu berbisik-bisik, lalu menatap nyalang. Mereka tiba-tiba maju bersamaan. Aldi tersenyum sinis sebelum memasang kuda-kuda.

Perkelahian berlangsung hampir setengah jam. Kericuhan tersebut terhenti karena dipergoki dosen. Mereka semua mendapat teguran dan hukuman. Namun, hukuman Aldi lebih ringan karena berdasarkan CCTV, dia hanya melakukan pertahanan diri. Dia juga hanya mendapat sedikit memar di pipi dan lengan kanan, sedangkan lawan-lawannya harus mengalami patah tulang.

...

"Al, Al, lo baik-baik aja?"

Tepukan di bahu membuyarkan lamunan Aldi. Gilang tampak menatapnya cemas. Aldi menghela napas berat.

Dulu, setelah menolak Rani berkali-kali, meskipun tak ada yang berani memukul lagi, dia tetap dijauhi dan diperlakukan layaknya penjahat. Hanya satu orang yang masih mau berteman dengannya. Kadang, Aldi rindu hendak bercengkerama kembali dengan kawan sekampusnya itu. Sayangnya, komunikasi mereka terputus sejak 5 tahun lalu. Nomor sang kawan tak aktif lagi.

Sementara Rani, jangan ditanya. Bukannya peka, dia malah semakin gencar mendekati Aldi. Saat ditolak, akan berlagak paling menderita sedunia, sehingga pamor Aldi semakin memburuk. Rasanya, dalam mimpi pun pemuda itu tak ingin berpacaran dengan gadis penuh obsesi seperti Rani.

"Al, woy, lo kesambet?" panggil Gilang lagi.

"Enggak. Cuma ... gue tolak saran lo soal Rani."

"Lah, napa lagi? Kurang apa coba si Rani? Cantik, pinter, tajir, papinya juga relasi bisnis perusahaan kita. Kalo lo punya pacar pasti orang-orang mikirnya spec-nya macam Rani."

"Kurangnya dia itu, freak. Lo pikir dia bakal iya-iya aja jadi pacar pura-pura? Gue enggak bisa bayangin rencana gila dalam otaknya."

Aldi bergidik. Gilang tergelak. Dia menepuk-nepuk bahu sepupunya itu pelan. Aldi berdecih, lalu mengusap wajah dan lagi-lagi menghela napas berat.

"Daripada Rani, gue bakal cari cewek yang mata duitan sekalian," putus Aldi.

"Serah lo deh. Gue doain aja masalah lo bisa lebih cepet kelar."

"Ya, ya, makasih doanya," sahut Aldi malas.

Gilang tampak hendak bicara lagi, tetapi urung. Suara ketukan pintu mengusik obrolan mereka. Aldi mempersilakan masuk.

Pintu terbuka. Gadis berkacamata memasuki ruangan dengan beberapa map. Dia adalah manajer pemasaran. Wajahnya tampak sedikit risih begitu melihat Gilang, seperti rusa yang terancam predator.

Aldi menghela napas. Reputasi Gilang sebagai casanova memang sudah rahasia umum. Bagi perempuan mudah baper, tatapan tebar pesona Gilang pasti meluluhkan. Namun, manajer bagian pemasaran adalah tipikal gadis garis lurus yang anti lelaki buaya, sehingga pasti merasakan bahaya dari Gilang.

"Pak Gilang, Anda bisa kembali ke ruangan Anda," usir Aldi secara halus.

Jam pulang kerja tinggal 6 menit lagi. Sang manajer tetap datang ke ruangannya. Terlebih, biasanya permasalahan dari bagian pemasaran pasti akan melalui direktur pemasaran agar bisa sampai ke presiden direktur. Berarti, gadis itu hendak menyampaikan hal penting dan genting.

Gilang terlihat kecewa, tetapi tetap menurut. Dia pamit dengan sopan. Sebelum ke luar ruangan, si playboy sempat-sempatnya mengerling nakal membuat manajer pemasaran bergidik.

Sementara itu, Aldi berpindah dari sofa ke kursi kerja. Dia memberi isyarat agar manajer pemasaran duduk di hadapannya. Gadis berkacamata itu tampak mengatur ekspresi dengan cepat. Dalam sekejap, raut wajah ketakutan tadi sudah berganti dengan ekspresi karyawan penuh dedikasi.

"Jadi, ada apa?" tanya Aldi memecahkan keheningan.

"Soal pembukaan Hotel Diamond Inn, Pak ...."

Aldi mengerutkan kening. Hotel Diamond Inn adalah proyek yang sangat besar. Ada kerja sama dari tiga perusahaan, perusahaannya PT. Karya Abadi, PT. Indah Permai Jaya, dan Dae Jung Group asal Korea. Bahkan, pembukaan itu nanti akan menampilkan performa dari Boyband Lovely Boyfriend yang tengah naik daun.

"Ada masalah? Bukankah laporan terakhir Anda menunjukkan persiapan sudah mencapai 95 %?"

"Saya mohon maaf soal ini, Pak," manajer pemasaran menghela napas sebelum melanjutkan, "Pihak PT. Indah Permai Jaya menambahkan beberapa hal di luar yang sudah kita sepakati sebelumnya."

"Ck! Lagi-lagi mereka membuat masalah," keluh Aldi. Dia menatap tajam sang manajer. "Jadi, apa saja yang mereka tambahkan?"

Manajer pemasaran membuka map yang sedari tadi dibawa. Dia menunjukkan beberapa halaman dan menjelaskan secara terperinci. Aldi mendengkus.

PT. Indah Permai Jaya seenaknya mengubah beberapa agenda susunan acara serta memundurkan jam pembukaan. Sebagai presiden direktur yang harus memberikan sambutan, Aldi menjadi harus mengatur ulang jadwalnya. Ditambah lagi mereka juga menambahkan jumlah tamu undangan melebihi kapasitas, padahal besok sudah pembukaan.

"Saya akan mengatur ulang jadwal, tetapi apa memungkinkan untuk menambah jumlah hidangan?"

"Hidangan utama tidak masalah, Pak. Tapi, pengerjaan dessert sebanyak itu waktunya tidak memungkinkan."

"Kalau begitu, kita harus kerja sama dengan pihak ketiga," putus Aldi.

"Itu yang mau saya minta persetujuan dari Bapak. Saya sudah merinci tiga katering yang biasa bekerja sama dengan kita. Bapak bisa memilihnya."

Manajer pemasaran menyerahkan dokumen berisi kualifikasi dari tiga usaha katering. Aldi menerimanya, lalu membaca dengan seksama. Akhirnya, dia memilih opsi kedua, Katering Emak Paijo.

"Pastikan PT. Indah Permai Jaya tidak membuat masalah lagi. Jika melihat gelagat mencurigakan dari mereka, segera laporkan."

"Siap, Pak!"

"Ada lagi yang ingin disampaikan?"

"Tidak ada, Pak. Saya permisi dulu."

Aldi mengangguk kecil. Manajer pemasaran bangkit dari kursi, membungkukkan badan sedikit, lalu keluar dari ruangan. Sepeninggal manajer, Aldi langsung menghubungi sekretarisnya untuk mengatur ulang jadwal. Tentu saja, lelaki paruh baya itu awalnya protes. Namun, setelah mendengar nama PT. Indah Permai Jaya, dia langsung mafhum dan hanya menghela napas berat.

Masalah telah diselesaikan. Aldi pun bersiap untuk pulang. Jam pulang kerja bahkan sudah lewat 15 menit. Baru saja hendak bangkit dari kursi kerja, ponselnya berdering. Nama yang tertera di layar menerbitkan senyum di bibir Aldi. Dia segera menerima panggilan.

***