webnovel

Chapter 45 - Dia datang untuk kalian (3)

"Mereka akan bekerja untuk Anda mulai dari sekarang, nona Durah." ucap Valias dengan senyum kecil di wajahnya. "Kami ingin mendatangi lokasi lain."

Karena anak-anak Hayden tidak hanya ada di perbatasan Solossa tapi juga ada di kediaman bangsawan kerajaan itu. Bangsawan kecil. Yang tidak punya cukup uang untuk memperkerjakan pelayan biasa. Mereka menggunakan budak anak-anak untuk melayani mereka.

Valias berbalik pergi. Berbagi lirikan dengan salah satu anggota kelompok Kei. Perempuan bernama Kaira. Yang membagi senyum padanya.

'Serahkan pada kami', matanya berkata.

Valias sudah akan pergi dari tempat itu bersama Kei dan Alister. Sedangkan Vetra pergi mengantar anak-anak tadi ke depan istana Hayden. Ketika suara Durah menarik perhatian semua orang.

"Tuan!" Dia berseru memanggil. Membawa langkahnya cepat ke arah Valias. Lebih tepatnya ke arah Kei. Cambuknya dia gulung dan dia masukkan ke rok gaunnya. "Tuan ini, bolehkah saya tau kemana tempat tujuan Anda?" tanyanya dengan suara yang dilembutkan.

Valias merasa bingung dengan keingintahuan wanita itu. Tapi tetap merespon. "Apa yang akan Anda lakukan jika kami memberitahu, nona."

"Saya–" Durah melirikkan matanya ke arah Kei. Yang langsung dibalas dengan mata datar oleh laki-laki itu. Tepatnya, mata gelap. Tapi Durah bukannya takut dan justru malah merasa tergoda. "Saya bisa membantu Anda jika Anda ingin mengurus tentang anak-anak itu lagi, tuan. Saya tahu beberapa hal tentang mereka. Termasuk bangsawan-bangsawan yang memperkerjakan anak-anak sebagai budak mereka. Saya bisa menjadi bantuan untuk Anda."

Valias tidak menyangka itu. Bertanya. "Lalu imbalan apa yang ingin nona dapatkan?"

Durah tersenyum malu-malu. Dia memindahkan helai rambutnya ke belakang telinga. Melirik ke arah Kei. Valias menyadari itu dan terdiam. Perlahan kekehan hendak keluar tapi ditahannya.

Kei memang pemuda yang menawan. Dikatakan di novel bahwa Kei lebih tampan daripada Frey. Kei sebagai tokoh utama sangatlah menarik perhatian para karakter wanita. Yang sering disebut di dalam cerita. Tapi Durah bukan salah satunya. Itu karena Kei tidak seharusnya berjumpa dengannya. Kei bertemu Durah sekarang karena ada Valias. Valias bertanya-tanya perubahan apa lagi yang akan muncul sebagai akibat dari keberadaannya.

Valias harap hal-hal baik. Karena tujuan utamanya adalah kemenangan Hayden. Atau setidaknya, keselamatan semua orang.

Tidak ada yang boleh mati. Valias tidak akan membiarkan itu. "Saya, jika boleh saya ingin, bekerja untuk tuan." jawab Durah malu-malu.

"Bekerja?" tanya Valias.

"Ya." Durah mengangguk. "Tuan pelayan dan, tuan ini bekerja untuk Anda, kan? Saya ingin bekerja untuk Anda juga."

Keyakinan terpancar dari matanya. Kei mengernyit. Alister menaikkan alisnya.

Valias merasa Kei akan terganggu jadi dia meluruskan. "Dia pelayanku." Valias menunjuk Alister dengan tangannya. "Tapi orang ini bukan. Dia hanya rekanku." Valias bertanya-tanya. "Apakah kau akan membantu urusan kami, nona?"

Durah mengangguk-angguk. "Ya! Saya yakin saya bisa menjadi bantuan untuk Anda. Eh... Bagaimana saya bisa memanggil tuan?"

Valias merespon. "Amon. Ini Rei dan Ruth." Valias menunjuk Kei kemudian Alister. Menciptakan nama untuk kedua orang itu.

Durah menjawab. "Saya Durah. Saya pedagang yang dulunya berasal dari kebangsawanan Viscount Burk. Sesuatu, terjadi dan akhirnya saya menjadi pedagang di sini. Saya, saya pasti bisa menjadi bantuan untuk Anda, tuan Amon. Saya mengetahui semua bangsawan yang ada di Solossa." ucap Durah yakin. Mengundang keterperangahan juga kekaguman Valias. Dia kemudian tersenyum dan mengangguk.

"Baiklah. Nona bisa membantu kami."

"Anda yakin, tuan muda?"

"Kau tau apa yang baru saja kau katakan?"

Suara Alister dan Kei datang bergantian. Valias menganggukkan kepalanya.

Bahkan jika mereka menolak untuk mempercayai Durah pun, kenapa tidak melihat apa yang bisa dilakukannya dan memanfaatkannya selagi mereka bisa?

"Beritahu kami, nona."

Durah mendengar itu langsung tersenyum lebar. Melirik Kei. Warna merah meronai pipinya. Kei menyadari itu dan mengernyit tidak suka.

Durah menuntun mereka pergi dari gudang miliknya. Meninggalkan teman-teman Kei yang berwajah bingung atas perubahan situasi yang tidak ada di dalam dugaan mereka. Mereka merasa Durah perlu diwaspadai tapi kemudian mereka sadar bahwa ada Kei di sisi wanita itu. Pemimpin mereka, atau lebih tepatnya orang yang mereka anggap sebagai pemimpin karena kekuatannya, akan membunuh wanita itu jika dia menunjukkan gerak gerik yang mencurigakan. Kei adalah laki-laki yang penuh kewaspadaan dan kecurigaan. Hal ini membuatnya menjadi serba hati-hati.

Yang jika Valias mengetahui isi pikiran teman-teman Kei itu, Valias akan dibuat tertawa. Karena Kei bukanlah orang yang hati-hati melainkan orang yang tidak ragu untuk membunuh seseorang jika laki-laki itu tidak menyukai mereka. Dia adalah orang yang tidak ragu untuk membunuh seorang raja sekalipun. Itu bukanlah tindakan hati-hati, melainkan tindakan yang keluar peduli dan tidak kenal takut.

Benar. Kei adalah orang yang tidak kenal takut. Dia melakukan apapun yang dia mau. Tidak ada satupun penghalang baginya.

Itu adalah bagaimana Valias melihat Kei.

Ketika mereka sudah kembali ke jalan raya, tempat pertama mereka muncul, dimana kedai minum tempat dua orang pertama tadi terlihat bisa dilihat dari tempat mereka berdiri, Durah bersuara.

"Kita bisa menggunakan kereta kuda, tuan Amon."

Valias menoleh ke arahnya. "Kereta kuda?"

"Ya. Walaupun tidak sebagus kereta kuda yang seharusnya, apalagi kereta kuda yang biasa digunakan oleh tuan Amon, tapi kereta kuda ini adalah kereta yang biasa saya gunakan, dan seharusnya bisa membantu Anda dalam mendatangi bangsawan yang ingin Anda datangi." Ucap Durah malu-malu.

Valias mendengarkan perkataan Durah dan menyetujuinya. Mereka tidak mungkin bepergian dengan berjalan kaki.

Durah membawa mereka ke sebuah bangunan. Bangunan seperti sebuah tempat tinggal. Pintunya terbuat dari kayu dan bangunannya dari dinding semen tanpa pemewah. Tempat tinggal yang sederhana. Yang akan menjadi model tempat tinggal yang akan ditinggali oleh Abimala seandainya dia adalah orang yang berasal dari dunia ini.

Yang ada di sebelah bangunan itu adalah sebuah kereta kuda tanpa kuda. Kereta kayu tanpa atap. Seperti gerobak datar dan dilengkapi papan kayu sebagai tempat duduk.

"Saya perlu memasangkan kuda terlebih dahulu, tuan Amon." Dia memberi senyum. Meninggalkan Valias dan Kei juga Alister untuk ke belakang bangunan. Tidak lama kemudian dia muncul dengan membawa dua ekor kuda. Memasangkan tali kekang dari kereta kepada leher kuda dan juga badan kuda.

Valias bisa melihatnya. Wanita itu tidak bisa melakukannya sendirian. Dia bergerak hendak membantu tapi sebuah tangan lebih dulu menghalanginya.

"Biar saya, tuan muda Amon." Senyum Alister padanya. Di satu sisi menggoda Valias atas nama yang dia berikan untuk dirinya sendiri. Valias memasang senyum masam. Dia melihat Alister yang membantu Durah dalam memasangkan kuda pada kereta.

"Apa kau tau cara memasangkan tali kekang pada kuda, Kei?" Valias iseng bertanya. Senyum miring menghiasi wajahnya.

Kei meliriknya acuh. Kemudian kembali menghadap ke depan menontoni gerak gerik Alister dan Durah yang seringkali melirik ke arahnya dengan senyum malu-malu.

Valias rasanya ingin terkekeh. Karena dia sudah tau jawabannya. Kei tidak tau. Di novel Radja pernah menyuruhnya untuk memasangkan tali kekang kuda dan Kei hanya diam di tempat dengan wajah gelap. Mengundang wajah terperangah dari Radja. Pria bertubuh besar itu kemudian tertawa lebar.

"Jadi rupanya ada hal yang tidak bisa kau lakukan. Senang mengetahuinya." Itu dialog yang diucapkan Radja di dalam buku. Setelah melihat dan mendengar suara Radja secara langsung, Valias bisa membayangkan bagaimana Radja di dalam buku mengucapkan kalimat dialog itu.

Alister memberitahunya bahwa mereka sudah bisa naik. Alister duduk di depan sebagai pengemudi sedangkan Kei dan Valias juga Durah duduk di kereta sebagai penumpang.

Kei duduk bersama Valias di sisi kiri, sedangkan Durah duduk di sisi satunya. Dengan pipi senantiasa merona mengambil lirikan pada Kei. Kei menyadari semua lirikan itu dan merasa kesal. Dia membuang muka. Valias menyadarinya dan hanya bisa tersenyum lucu.

Valias mengeluarkan sebuah kantung serut dari balik jubah. Mengeluarkan sebuah gulungan kertas dari sana. Membukanya di depan dirinya.

Itu adalah daftar yang menunjukkan jumlah anak yang sudah dikirim keluar Hayden. Hanya ke kerajaan Solossa. Bisa dilihat dari tanggalnya bahwa penjualbelian anak-anak belum terjadi begitu lama. Membuat jumlah anak yang sudah dijual belum terlalu banyak. Jumlahnya adalah 60 anak. Lima belas dari mereka ada di gudang Durah. Empat puluh lima anak yang lain akan segera ditemukan oleh Valias.

"Yang pertama adalah Baron Ringen, tuan muda. Saya akan membawa Anda ke kediamannya."

Valias mendengar Durah bersuara. Juga caranya memanggil dirinya. Tampaknya dia mendengar panggilan Alister kepadanya.

Valias memasang senyum. "Begitukah? Apakah jaraknya jauh dari sini?"

"Tidak. Kediamannya berada paling dekat dari daerah ini. Memang benar anak-anak Hayden kebanyakan berkumpul di sini. Bangsawan yang membeli mereka pun adalah bangsawan yang berada tidak jauh dari sini." Papar Durah.

Valias mengangguk. Durah melirik Kei dan melihat bahwa pemuda itu tengah memandanginya. Mengawasi, lebih tepatnya. Matanya penuh kehati-hatian. Seolah dia siap menarik pedangnya yang memenggal kepala Durah jika wanita itu menunjukkan gerak gerik yang mencurigakan. Tapi bukannya takut Durah justru merasa tersipu. Dia menutupi pipinya dengan tangan. Seolah dengan itu rona pipinya akan menghilang atau setidaknya tidak terlihat oleh orang di depannya.

"Sudah berapa lama kau tinggal di sini, nona."

Valias membuka pembicaraan. Durah sudah berkata. Bahwa dirinya berasal dari kebangsawanan Viscount Burk. Bukan nama yang familiar bagi Valias tapi pantas untuk mengundang keingintahuan.

"Saya, dua tahun, tuan muda. Belum begitu lama." Dia memasang senyum simpati. Bahunya tampak merosot. Mungkin mengingat beberapa hal yang kurang mengenakkan. "Saya hidup sendirian di kota ini."

Valias menaikkan alisnya. Tapi kemudian memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh. Dia ingin menghormati masa lalu wanita itu. Yang mungkin tidak begitu menyenangkan.

"Bolehkah saya bertanya beberapa hal?" Durah mengangkat wajahnya. Kedua tangan terlipat di atas pahanya.

"Silahkan." Respon Valias.

"Apakah, tuan muda ini benar-benar pengantar pesan raja Hayden? Yang mulia Chalis? Atau yang mulia Frey?"

Ucapan Durah membuat Valias tau bahwa berita kematian Chalis tidak disebarluaskan. Kerajaan-kerajaan di benua Reiss tidak memiliki hubungan diplomatik atau apapun itu. Setiap kerajaan mengurus wilayah kekuasaannya sendiri tanpa campur tangan kerajaan luar ataupun hubungan kerjasama dengan kerajaan lain. Semua kebutuhan dipenuhi oleh setiap kerajaan itu sendiri. Hanya mungkin ada beberapa tindakan di luar kepengetahuan istana seperti yang terjadi di antara Arlern dan bangsawan di daerah perbatasan Solossa. Penjualbelian anak itu tidak seharusnya terjadi dan interaksi antar penghuni kerajaan pun tidak seharusnya ada. Viscount Arlern melakukan hal yang tidak seharusnya dia lakukan. Tidak lama lagi Valias akan membuat seseorang berurusan dengan bangsawan itu.

"Begitulah."

Valias sudah menjawab tapi Durah terlihat tidak puas. Valias mulai tersenyum. Tau wanita itu akan memberikan pertanyaan lain.

"Apakah tuan berasal dari keluarga bangsawan? Mungkin duke, count, marquis, atau viscount."

Durah memberikan pertanyaannya dan Valias pun tersenyum.

"Apa yang nona ingin tahu?"

"Saya, merasa tidak wajar untuk seorang yang bukan bangsawan untuk mendapat kepercayaan dari raja. Tapi tuan tidak memperkenalkan diri sebagai bangsawan dan justru sebagai pembawa pesan raja. Apakah tuan memiliki alasan untuk menyembunyikan identitas?"

Durah bertanya ragu-ragu. Valias tersenyum.

"Anda wanita yang cerdas, nona Durah."

Wanita itu di luar dugaan Valias. Tampaknya dia adalah putri bangsawan yang cerdas dan pintar dalam mencari jalan untuk bertahan hidup. Dia tidak mudah terkecoh dan cukup teliti serta waspada. Durah adalah sosok putri bangsawan yang akan menjadi kebanggaan keluarga kebangsawanannya.

Valias menjawab. "Memang benar aku punya identitas yang aku sembunyikan. Apakah ada hal yang nona ingin ketahui lagi?"

Ada selang beberapa detik. Sebelum wanita itu akhirnya membuka mulutnya.

"Apakah tuan berencana untuk melakukan sesuatu kepada kerajaan Solossa?"

Valias menaikkan alisnya masih dengan senyum di wajah.

"Kenapa nona berpikir begitu?"

"Tuan repot-repot datang ke Solossa. Menggunakan identitas yang disembunyikan. Sudah pasti ada sesuatu yang tuan rencanakan. Mungkin tuan memiliki rencana untuk melakukan sesuatu pada bangsawan-bangsawan di Solossa, juga orang sepertiku. Yang memiliki kaitan dengan anak-anak itu." Jelasnya.

Kei merasa waspada dan membawa tangannya menggenggam gagang pedang. Tapi suara Valias menghentikannya.

"Nona benar. Ada hal yang kami rencanakan."

Alister yang duduk di depan dengan tali kekang kemudi memasang telinganya untuk mendengar apa yang akan Valias katakan.

Durah mengepalkan tangannya. "Apakah akan ada sesuatu yang terjadi pada Solossa?"

Valias merespon. "Apa yang ada di pikiran nona?"

Durah meletakkan telapak tangannya di tangan yang lain. "Apakah Hayden akan merebut Solossa? Menambah wilayah kekuasaan? Menghancurkan dari dalam? Memulai perang?"

Kei kembali menggenggam pedangnya. Sudah siap untuk menarik. Valias kembali bersuara. Kali ini ada sedikit kekehan.

"Tidak. Kami tidak memiliki niatan seperti itu, nona. Kami hanya ingin merebut kembali anak-anak Hayden dan memberikan sedikit hukuman kepada bangsawan yang sudah mempergunakan anak-anak Hayden kami." Jelasnya. "Jika memang kami memiliki niatan seperti itu, apa yang akan nona lakukan?"

Durah terdiam sebelum menjawab. "Saya akan memihak pihak terkuat. Mencari cara untuk selamat. Tidak perlu menyelamatkan orang lain. Cukup bertahan hidup untuk diri sendiri." Ucapnya. "Jika tuan... Hayden, memiliki niatan untuk melakukan sesuatu pada Solossa, maka saya ingin berada di pihak Anda. Saya akan menunjukkan kesetiaan. Bekerja untuk Hayden demi bertahan hidup."

Valias bertanya. "Nona akan mengkhianati kerajaan nona sendiri?"

Durah tersenyum kecut. "Aku tidak menemukan kebahagiaan di kerajaan ini. Ini kerajaan busuk. Jika tuan ingin meruntuhkan kerajaan Solossa maka saya akan membantu."

Durah memandang Valias dengan mata penuh keyakinan. "Saya berharap untuk meruntuhkan kebangsawanan Solossa."

04/06/2022

Measly033