webnovel

Chapter 44 - Dia datang untuk kalian (2)

"Tolong bawa kami ke tempat anak-anak yang barusan tuan-tuan bicarakan."

"A- Apa?" Salah satu dari mereka bersuara dengan terbata-bata.

"Apakah tuan kami tidak mengatakannya dengan jelas? Bawa kami ke tempat anak-anak itu."

"Atau sesuatu akan terjadi pada kalian."

Srett

Kedua orang itu melihat sang pelayan tua bersuara dengan senyum palsu dan suara yang menusuk. Sosok lain yang berjubah yang rupanya adalah seorang perempuan. Dan yang terakhir, suara dari sebuah bilah pedang yang ditarik keluar dari sarungnya oleh sang pemilik.

Kedua orang itu bergidik.

Mereka hanya sedang duduk bersantai di tempat itu seperti biasa. Itu adalah kedai minum yang berada tepat di samping gerbang perbatasan antara Hayden dengan Solossa. Berbeda dengan daerah perbatasan antar kerajaan lain yang akan dibuat menarik oleh istana agar bisa menjadi sumber pemasukan kerajaan, Solossa yang memiliki hubungan buruk dengan Hayden sengaja membuat daerah perbatasan mereka terlihat jelek. Membuat orang Hayden yang pergi melalui gerbang perbatasan itu akan merasa tidak nyaman. Dan begitupun sebaliknya.

Mereka hanya duduk santai. Ketika mereka tiba-tiba didatangi oleh empat sosok orang yang membuat mereka hampir bergetar dalam ketakutan.

"K- Kami, tidak. Apa yang kau bicarakan? Anak-anak apa?"

"Mereka bersikap tidak tahu, tuan muda. Apakah Anda ingin pelayan ini melakukan pekerjaannya?"

"Tidak."

"Saya baru saja mempelajari sihir terlarang, tuan muda. Saya bisa mencobanya pada mereka."

"Tidak perlu, nona."

Mereka melihat bagaimana sosok yang berambut panjang dengan warna hitam bicara menenangkan kedua orang yang tampak tidak sabar untuk melakukan sesuatu pada mereka berdua.

Valias menghela nafas. Bagaimana dia harus melakukannya?

Srett

"""Hiiii!!""

Sebuah bilah pedang yang tidak perlu diragui ketajamannya itu diacungkan dengan gerakan cepat ke arah mereka. Membuat mereka reflek bergidik dan mendekatkan diri mereka pada satu sama lain. Saling berbagi ketakutan.

"Apa itu?"

"Apa yang terjadi?"

"Penagih hutang?"

"Apakah akan ada pertarungan?"

"Aku harap tidak ada darah. Aku tidak suka bercak merah mengganggu itu."

"Kenapa orang gemar sekali mencari masalah?"

Kei mendelik ke arah kumpulan orang-orang yang berada cukup jauh dari mereka. Menontoni dirinya dari kejauhan. Matanya menggelap oleh kegeraman.

Valias menyadari itu dan menoleh. "Kei,"

Pria itu mengalihkan perhatiannya. Diam sebentar sebelum memasukkan pedangnya kembali ke dalam sarungnya.

"Aku harap tuan-tuan sekalian bersedia memberitahu kami."

Kedua orang itu memandangi keempat orang di depan mereka dengan wajah takut-takut. Peluh membanjiri wajah dan tubuh mereka. Perlahan bersamaan mereka mengangguk beberapa kali.

***

"Bergeraklah lebih cepat! Apakah kalian kakek-kakek dan nenek-nenek tua? Jangan bergerak seperti mereka! Pindahkan barang-barang itu kemari. Hei. Kau! Kau pikir aku tidak mengenalimu? Kau lah yang kemarin sudah bergerak dengan begitu lamban. Sekarang kau bergerak lebih lamban lagi? Kau ingin aku menghajarmu? Hah? Kemari kau bocah sialan!"

Seorang wanita muda berpakaian mewah berujar marah pada anak-anak di depannya. Dia menggenggam cambuk dan sudah siap memecutkan benda itu pada anak yang membuatnya kesal.

Dia berdiri. Tangannya mulai terayun. Pecutan cambuk sudah akan mengenai salah satu anak berpakaian kusam yang tampak berada di ambang kesadarannya itu. Tapi sebuah tangan bersarung lebih dulu menangkap sang permukaan tali cambuk. Menggenggamnya di tangannya. Mengejutkan si wanita pemegang pemecut. Pupil matanya mengecil melihat kehadiran dua orang dengan jubah, seorang pelayan, dan pria tinggi pengguna pedang. Kehadiran mereka sangat mudah untuk menarik atensi siapapun yang melihat.

Wanita itu bertanya-tanya apa tujuan dari kehadiran empat orang itu di gudangnya. Gudang kain bahan baku pembuatan baju. Mereka adalah kain-kain berkualitas rendah yang kemudian dijual dengan harga tinggi. Menipu para pembelinya. Kota perbatasan antara Hayden dan Solossa adalah kota tempat para penipu berkumpul. Sekaligus tempat para budak dari Hayden dikumpulkan. Menjadi pekerja bagi para penipu-penipu itu.

Sang wanita pemilik cambuk tidak menyangka seseorang akan menangkap tali cambuknya. Hal itu membuatnya terperanjat.

Dia baru akan mengucapkan kata-kata protes tapi kemudian dia menyadari keberadaan sosok pengguna pedang. Dia memiliki penampilan kusam tapi itu justru menonjolkan pesona wajahnya. Dia memiliki mata yang tajam. Penuh penghinaan. Mungkin kekesalan dan kebencian. Tapi alisnya yang menekuk dan bibir yang membentuk ekspresi datar penuh kegelapan itu tampak mempesona baginya.

Dia kehilangan kekuatannya dalam menggenggam cambuk. Bahkan kakinya melemas dari pesona yang dimiliki pemuda itu. Kei.

Wanita itu, Durah, jatuh pada pesonanya.

Dia ingin Kei menjadi miliknya.

"T- Tuan-tuan ini, apa tujuan Anda sekalian kesini?" Dia membawa kedua tangannya ke arah dada. Memasang senyum ramah yang cantik. Gagang cambuk masih tergenggam di tangannya yang membentuk tangan memohon.

"Kau, wanita murahan." Sebuah suara muncul dari mulut Kei. Mengundang keterkejutan Valias. Dia menoleh ke arah laki-laki itu. Yang memiliki wajah gelap, alis menukik, dan kening berkerut. Ketidaksukaan tergambar jelas di mukanya.

Aku ... tidak menyangka dia akan mengucapkan itu dengan keras.

Tapi kemudian dia mengingat bahwa Kei yang barusan bersuara adalah Kei yang ada di novel situs yang dia baca. Karakter yang frontal. Tidak peduli pada siapapun. Dan berani untuk menyakiti orang lain baik dengan senjata maupun dengan kata-kata.

Vetra di sisi lain setuju dengan ucapan Kei. Begitu juga dengan Alister yang merasa terhibur. Sudah lama sejak terakhir dirinya mendengar ucapan frontal seseorang. Dia sudah menetap di kediaman Bardev terlalu lama. Kediaman yang berisi orang-orang yang beradab dan menggunakan bahasa yang baik dalam berbicara. Namun nyatanya Alister berasal dari lingkungan yang berisi orang-orang dengan bahasa kotor dan Alister sudah sangat terbiasa dengan itu.

Durah membeku. Dirinya terkejut pada ucapan Kei padanya namun dengan cepat dia berubah bersemangat.

Ah, pria yang sangat tampan.

Pria yang kejam dan kasar. Pria ideal Durah. Durah akan membuat Kei jatuh pada pesonanya.

"Oh tuan-tuan ini. Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan senyum malu-malu. Dia menutup mulutnya dengan anggun menggunakan kain lengan pakaiannya yang longgar dan berumbai.

Valias membawa pandangannya pada anak-anak yang ada di sekelilingnya. Mereka semua mengenakan pakaian kusam, tapi tidak semuanya dalam kondisi buruk. Beberapa tampak sehat dan bugar. Hanya keadaan membuat mereka berada di posisi menyedihkan itu.

"Kami ingin membawa anak-anak Hayden kami kembali ke tempat tinggal mereka." ucap Valias.

"E- Eh?" Si wanita merespon kikuk.

Membawa mereka kembali, maksudnya dia akan kehilangan anak-anak yang mengurus barang-barang bisnisnya?

"Saya tidak bisa melakukan itu, tuan. Bolehkah saya tahu identitas Anda?" tanyanya meminta.

Valias tersenyum. "Aku pembawa pesan dari Raja Hayden Yang Mulia Frey Nardeen. Bahwa dia ingin mengambil kembali anak-anak milik kami yang sudah diambil dari Hayden."

Durah menggenggam cambuk miliknya gugup. "Tapi bukankah orang-orang Hayden itu sendirilah yang menjual anak-anak mereka? Kami sudah membeli anak-anak ini jadi kami berhak untuk menggunakan mereka."

Valias tersenyum menghembuskan nafas. Logika itu memang benar.

Tapi tetap saja.

Valias mengeluarkan perkamen dari balik jubahnya.

"Kami akan menawarkan pertukaran." ucap Valias. "Kalian mengembalikan anak-anak ini, dan kami akan menukar mereka dengan pekerja Hayden."

"Pekerja Hayden?" Durah mengulang dengan wajah bingung.

Valias mengangguk.

Itu adalah kesepakatan yang dibuatnya dengan Frey.

"Kau akan meminta mereka untuk mengembalikan anak-anak Hayden yang sudah mereka beli dengan uang mereka. Apa yang akan kau tawarkan pada mereka sebagai gantinya?"

Valias memasang senyum.

"Mata-mata Hayden."

Frey membulatkan matanya. "Mata-mata?"

"Kita akan mengirim orang untuk bekerja sebagai pengganti anak-anak itu. Jadi sebaiknya sekalian menggunakan mereka untuk menjadi mata-mata." Valias menjawab. Seringai tipis menghiasi wajahnya.

Frey terdiam di tempat duduknya. "Kau, kau lebih licik dari yang aku kira."

Valias terdiam. Tidak menyangka akan menerima ungkapan itu.

Frey cemberut. "Kau tidak sadar akan kelicikanmu sendiri?"

Valias mengerjap. Dia tidak merasa dirinya orang yang suci tapi dia juga tidak merasa dirinya orang yang licik. Dia hanya memiliki beberapa rencana ide di dalam kepalanya.

Frey melihat wajah heran Valias menghela nafas. "Lupakan. Tentang pekerja itu, siapa yang akan dikirim? Ksatria Hayden?"

Valias menjawab. "Anda perlu melatih mereka terlebih dahulu, yang mulia."

Ksatria kerajaan belum tentu bisa memainkan peran mata-mata. Untuk sekarang pilihan yang mereka punya adalah

"Teman-teman Kei."

Kei yang tengah berdiri lima meter dari Valias menggelapkan wajahnya.

Frey menyadari itu dan merasa dirinya mual. Dia masih takut dengan saudara beda ibunya itu. "Teman-teman Kei? Kau pikir mereka mau?"

"Kita akan membuat mereka tidak punya pilihan lain." senyum Valias. Frey yang mendengar itu berpikir Valias sudah gila karena mengatakan itu tepat di depan Kei.

"Apa yang kau bicarakan?" Suara tanya Kei terdengar.

Valias menyadari itu dan menolehkan wajahnya ke arahnya. "Kei. Aku harus meminta bantuan teman-temanmu untuk ini. Hayden masih kekurangan individu-individu yang bisa diandalkan dan hanya teman-temanmu lah yang bisa kami mintai pertolongan. Yang Mulia Frey akan menyiapkan imbalan yang sesuai. Aku harap kau bisa menyampaikan pesanku pada mereka karena mereka mendengarkanmu."

Frey di tempat duduknya mengutuk di dalam hati. Valias benar-benar seenaknya mengembankan tanggung jawab padanya.

Memang benar Hayden adalah kerajaan yang kaya. Ukurannya yang paling besar di antara kerajaan-kerajaan yang lain membuat Hayden menjadi kerajaan terkaya di benua Reiss. Menggunakan uang kerajaan untuk memberi imbalan pada teman-teman Kei tidak akan menjadi masalah. Tapi Frey ingin mengagumi Valias atas kemudahan pemuda itu berbicara.

Ada selang waktu dimana Kei diam memandangi Valias dengan mata tajamnya. Yang diterima oleh Valias tanpa ketakutan sedikitpun. Seolah dia sudah sangat yakin bahwa Kei akan menyetujui ucapannya.

Kei memandang Valias tajam. "Kau pikir mereka akan bersedia untuk bekerja di bawah orang-orang Solossa?"

Valias tersenyum tipis. Menggeleng.

"Tentu saja tidak."

Frey mendengar itu menaikkan alisnya bingung. Begitu juga dengan Kei. Bahkan Alister dan Vetra yang berada di ruangan pun memiliki wajah yang sama. Meskipun Alister tidak begitu menunjukkannya karena wajahnya yang selalu datar.

Vetra sudah dibuat terkejut dengan kemunculan Kei. Dia tau laki-laki itu bukanlah orang biasa. Ada sesuatu yang dia miliki yang membuat Valias Bardev dan Yang Mulia Frey Nardeen memiliki hubungan dengannya. Vetra merasa penasaran tapi dia tidak akan bertanya.

Frey yang merasa bingung pun membuka mulutnya. "Lalu?"

Valias memasang senyum miliknya. "Bekerja untuk mereka hanyalah penampilan luar. Karena sebenarnya yang akan teman-teman Kei lakukan adalah menjadi mata-mata Hayden dan merusak bisnis orang-orang itu. Mencuri barang-barang persediaan dan kekayaan mereka."

Orang yang menggunakan anak kecil sebagai budak dan membiarkan mereka bekerja dalam kondisi dan penampilan buruk sudah pasti bukanlah orang yang baik. Mereka orang yang licik dan busuk. Maka Valias akan membalas mereka. Demi anak-anak itu.

"Kita akan membuat keributan di perbatasan Solossa. Teman-teman Kei akan kabur dan akhirnya menjadi mata-mata di Solossa. Para pebisnis itu tidak akan bisa protes."

"Karena perjanjian sudah dilakukan." lanjut Frey.

"Dan isi persetujuannya hanyalah menukar anak-anak Hayden dengan pekerja lain."

Frey melihat Valias memasang senyum. Seringai kemudian muncul di wajah Frey.

"Aku menyukai ini." ungkapnya. Rencana licik, dia menyukainya. Dia senang Valias bisa mencetuskan ide seperti itu.

Valias memandang ke arah Kei. Melihat ekspresi dan reaksi laki-laki itu. Teman-teman Kei sudah biasa merampok harta dari kereta bangsawan yang lewat. Menjadi pencuri di tempat mereka bekerja bukanlah hal sulit dan justru akan menjadi sumber kesenangan bagi mereka.

Mereka dikirim bukan untuk bekerja melainkan untuk membuat keributan. Dan keributan adalah hal yang paling disukai oleh teman-teman Kei.

"Bukankah mereka tidak tega melihat anak-anak seperti yang kau lihat kemarin diperlakukan dengan buruk? Teman-temanmu akan punya kesempatan membalaskan dendam anak-anak itu." ucap Valias. Membuka pikiran laki-laki itu.

Valias berniat memanfaatkan mereka.

Vetra yang menyimak interaksi antara Valias dengan Frey dan Kei dibuat terperangah dengan ucapan sang putra bangsawan. Vetra tidak menyangka Valias adalah orang seperti itu. Selama ini dia memandang Valias sebagai seorang berpribadi luhur.

Tapi dia menyukai ini. Valias benar. Orang-orang itu harus dihukum atas apa yang mereka lakukan kepada para anak-anak di bawah umur. Vetra mendukung rencana itu, dan bahkan berpikiran untuk mendaftarkan diri sebagai salah satu orang yang dikirim ke Solossa. Dia akan membalaskan dendam anak-anak itu dengan kedua tangannya sendiri.

Alister tersenyum di tempatnya. Inilah dunia tempatnya berasal. Penuh kelicikan, pertukaran tidak seimbang, dan perampokan berkedok pembuatan perjanjian.

Dia tidak menyangka Valias akan mempunyai pemikiran seperti tadi tetapi Alister menyukainya.

Tuan mudaku memang sangat menarik.

Dia menunggu waktu dimana dirinya akan dibuat memiliki pemikiran serupa lagi oleh tuan muda berambut merahnya itu.

Kei memandangi Valias. Dengan ekspresi muram menyetujui perkataan putra bangsawan berambut merah itu. Teman-temannya akan menyukainya. Mereka akan dengan senang hati dikirim ke Solossa jika itulah tujuan dikirimkannya mereka. Untuk menghancurkan sesuatu. Itu adalah hal yang paling mereka sukai.

Maka Valias meminta Vetra untuk membawa Kei dan dirinya ke tempat dimana teman-teman Kei tinggal. Bukit di daerah kekuasaan Duke Adelard. Tempat tinggal Dylan.

Melupakan kalau mereka masih akan harus melewati perjalanan panjang menuju ke sana karena Vetra tidak mungkin bisa memindahkan mereka langsung tempat dimana teman-teman Kei berada sebab dia tidak tahu mana titik koordinat yang tepatnya. Frey tiba-tiba berdeham.

"Kau, saat kau merobek perkamen waktu itu, kau merobeknya ketika kau dan Dylan ada di tempat Kei, kan?"

Valias tidak mengerti kenapa Frey menanyakan itu tapi dia mengangguk.

"Yah... Kau bisa menggunakan robekan perkamen itu." Frey melakukan sesuatu di mejanya. Sesuatu yang menghasilkan sinar dilakukan olehnya. Kemudian suara laci yang terbuka terdengar. Tangan Frey muncul dari bawah meja dengan dua buah robekan kertas bersimbol.

"Kau bisa gunakan ini, Vetra. Tapi kau harus merahasiakan ini dan hanya menggunakan titik destinasi itu atas permintaan Valias." ucap Frey. Mengulurkan robekan perkamen ke arah Vetra yang langsung diterima oleh mage itu.

Itu adalah perkamen berpindah yang menandai lokasi dimana perkamen itu terakhir digunakan. Siapa yang menggunakan perkamen itu akan bisa kembali ke tempat terakhir dirinya merobek sang perkamen. Perkamen itu akan membawa Valias dan Kei ke tempat terakhir Valias merobeknya bersama Dylan.

Valias tidak tahu itu dan masih tidak mengerti. Tapi dia tetap menuruti ucapan Frey. Menerima perkamen lain dari pemuda berambut perak itu.

Dia berdiri bersama Kei di atas lingkaran sihir sebelum Alister memajukan dirinya. "Saya pikir saya harus mendampingi Anda, tuan muda." ucapnya. Mengundang pandangan memicing dari Kei tapi tetap diabaikan oleh si pelayan tua.

"Tidak. Kali ini aku hanya akan pergi bersama Kei." respon Valias. "Nona, kau bisa memindahkan kami sekarang."

"Saya mengerti." ucap Vetra. Dia mengaktifkan mantra dan membuat Valias juga Kei tidak akan berada di ruangan itu untuk sementara waktu.

Frey menghela nafas. "Kalian bisa duduk di sini. Aku tebak Valias tidak akan lama." Dia berucap. Memberi tahu Vetra dan Alister untuk duduk di sofa. Vetra awalnya malu-malu tapi kemudian menurut.

Mengucapkan terimakasih pada Frey. Sedangkan Alister menolak untuk duduk. Dia berdiri di samping sofa dengan khusyuknya. Pikirannya penuh dengan Valias yang pergi dengan Kei. Sebelumnya dia sudah melihat tuan mudanya pergi dengan orang yang sama. Hari dimana Valias memintanya untuk mengambilkan kuda. Yang sampai saat ini tidak lagi kembali dan dia tebak sudah diberikan oleh Valias untuk menjadi milik pemuda bernama Kei itu.

Apa yang akan mereka bicarakan?

Alister ingin tau. Alister ingin tau bagaimana Valias akan membuat yang disebut sebagai teman-teman Kei itu bekerja sesuai keinginannya. Alister diam-diam merasa dongkol karena dirinya tidak bisa melihat itu.

Sedangkan di tempat teman-teman Kei, Valias tengah duduk di bangkai pohon kering waktu itu. Dengan Kei di sisinya dia berkata.

"Aku akan meminta kalian untuk pergi ke Solossa dan menjadi mata-mata Hayden. Kalian bisa mencuri barang-barang mereka dan mengacaukan bisnis mereka semau kalian."

Maka ketika Durah membuat persetujuan, sebuah cahaya muncul di depannya. Membawakan sepuluh orang pekerja yang bisa bekerja jauh lebih baik dari dua puluh orang anak sekaligus. Dan sebagai gantinya, anak-anak itu dibawa ke depan istana Hayden setelah mendengar sesuatu dari Vetra.

"Orang itu datang untuk kalian."

Orang itu, yakni Valias. Yang tengah menyamar sebagai pembawa pesan raja dengan rambut hitam dari Hayden.

04/06/2022

Measly033