webnovel

Berkeliling Desa

rumah berlantai dua dengan banyak ruangan dan hiasan rumah, "ruangan ini?" aku melihat sebuah ruangan dengan hiasan bunga di depan pintunya.

lalu kutekan daun pintu itu untuk membukanya,"ternyata tidak dikunci." ucapku saya bisa membuka pintu itu.

terlihat ruangan itu tertata rapi dan begitu bersih. terdapat sebuah rak buku,di sebelah kanan pintu dengan di sudut ruangan terdapat meja dan kursi yang di bawahnya terhampar karpet bulu. di samping meja itu terdapat rak buku lagi, banyak sekali buku di ruangan itu. sekitar jarak 2 meter dari depan pintu terdapat sebuah tempat tidur, yang di sampingnya ada meja rias. sepertinya ini kamar ibu, sangat rapi sekali berbeda dengan kamarku yang tidak ada rak bukunya.

"foto ibu sewaktu remaja. cantik sekali."ucapku mengambil foto ibu di meja yang berada di sudut ruangan.

akupun duduk, "ibu aku merindukanmu." sembari memeluk foto ibu.

mataku mulai berkaca-kaca,"nona?" triac seseorang dengan suara yang begitu panik dan napas yang terengah-engah.

"Bi Helen ? ada apa Bi?"ucapku penasaran dengan memandang bibi yang terlihat sangat panik.

"tadi saya mencari nona di kamar, tetapi nona tidak ada di sana. saya takut nona tersesat, dan ternyata normal berada di kamarnya nyonya." Bi Helen berjalan pelan sambil mendekatiku.

"maaf bibi, aku jenuh di kamar. jadi aku memutuskan untuk jalan-jalan berkeliling di rumah." ucapku yang merasa menyesal karena membuat bibi khawatir.

"tidak apa-apa nona, lebih baik sekarang nona turun dulu dimakan. setelah makan saya akan mengantar nona untuk berkeliling desa."ucap bibi menawarkan padaku.

"benarkah Bi? baiklah aku akan segera makan dan kita akan jalan-jalan. tidak sabar rasanya." aku segera menarik tangan bibir dan mengajaknya untuk turun.

makanan di desa ini yang tidak jauh berbeda dengan apa yang aku makan di mansion utama. mungkin karena Ayah telah memberi tahu bibi apa makanan yang ku sukai, aku pun mulai menyesuaikan diri di tempat ini.tidak membutuhkan waktu lama untuk menyesuaikannya karena aku rasa di sini lebih menyenangkan dan mudah untuk dipahami.dari pertama aku datang ke desa ini dan bertemu seorang ibu di pinggir jalan bertanya kepadanya dengan sikap ramah dia menjawab pertanyaanku padahal pada saat itu dia tidak mengenalku sama sekali. dia tidak punya pikiran kalau aku ini orang baik atau orang jahat, setidaknya dia benar-benar ramah. aku rasa semua orang di sini juga seperti itu ramah dan baik hati.

sesuai dengan yang diucapkan kepada ku, bibi mengajakmu berkeliling dengan berjalan kaki, awalnya aku tidak mau jika harus berjalan kaki karena kondisi jalan yang berbatu itu membuatku merasa malas untuk berkeliling. namun bibi memaksaku dan pada akhirnya aku menikmati berkeliling desa dengan berjalan kaki.

"bibi kenapa rumah kita berada di di tempat yang paling tinggi? padahal semua penduduk bermukim di sini." tanyaku pada bibi penasaran.

karena kebanyakan rumah penduduk itu bergerombol villa saja yang terlihat istimewa. apakah di sini juga ada penekanan untuk kekuasaan.

"itu karena kakak nona ini jika rumahnya berada di tengah perkebunan jadi karena perkebunan berada di ketinggian itu maka mau tidak mau beliau harus membangun rumah di sana. bukan karena tidak mau bergabung dengan warga yang lain tetapi perkebunan beliau itu sangatlah luas jadi jika tidak ada perkebunan itu maka antara rumah beliau dengan pemukiman pasti akan lebih dekat."bibi menjelaskan kepada aku.

"oh jadi begitu, aku pikir di sini ada penekanan kekuasaan antara satu orang dengan orang lain." ucapku yang mengatakan dugaan sementara yang ada di pikiranku.

"hahaha... itu tidak benar sama sekali! bibi sudah menjadi pelayan di rumah itu sejak lama. dan tahu betul bagaimana sikap kakek nona dan juga ibu nona. mereka orang yang sangat baik mau menolong warga yang membutuhkan bantuan mereka.makanya warga di sini sangat menghormati beliau." jelas pipi mengutarakan apa yang dia ketahui di masa lalu.

aku dan bibi berjalan menuju ke pemukiman penduduk, "para penduduk di sini juga kebanyakan bekerja di perkebunan beliau." lanjut bibi memberitahu ku.

"lalu siapa yang mengurus perkebunan ini bi?" tanyaku penasaran.

"perkebunan itu diurus oleh pak Rolan. dan nanti uangnya akan ditransfer ke keluarga Albregatte."jelas mimpi berjalan perlahan dan mengedarkan pandangannya.

"tapi kenapa saat aku mempelajari semua dokumen dokumen yang di ruang kerja tidak ada satu dokumen pun yang berasal dari villa ini.padahal dari semua dokumen sudah aku baca tidak ada satupun yang terlewatkan." gumamku dalam hati sambil berpikir.

mataku tertuju pada sebuah pemandangan, kebisingan para penduduk yang sedang tawar-menawar, membawa keranjang berisi kan sayuran dan beberapa orang menuntun anaknya di kerumunan.

"ayu bibi kita ke sana. sepertinya seru di sana"ucapku menarik bibi menuju ke kerumunan itu.

dari kecil aku belum pernah ke pasar, karena bagi kami kalangan atas belanja kebutuhan pokok dilakukan di supermarket. aku berjalan perlahan-lahan, melihat ke kanan dan ke kiri. semua orang saling sibuk, kata bibi pasar ini buka sampai dengan jam 3 sore.

"loh... Bi Helen? bukannya tadi pagi sudah ke pasar?" ucap seorang pedagang sayuran.

"iya ini saya mengantar nona jalan-jalan. pernah nona baru datang dari kota Mahotherm." ucap bibi menjelaskan dengan ramah kepada pedagang sayuran.

aku tersenyum dan menganggukkan kepala, " nona? nona yang anaknya nyonya Liliana?"ucap pedagang itu terkejut saat melihatku.

"benar Bu, nama saya Athagea Liona Albregatte. salam kenal Bu." aku memperkenalkan diri dengan ramah.

"kalau begitu saya permisi dulu ya Bu?" ucap ku undur diri.

ibu pedagang sayuran itu tersenyum ramah, "iya nona.".

bibi Helen yang sedari tadi memperhatikan ku terlihat tersenyum, "nona persis sekali seperti nyonya Liliana. yang ramah pada orang seperti mereka." ucapnya puas dengan sikapku.

"apa maksud bibi? seperti mereka apanya Bi? bukankah mereka juga sama seperti kita, sama-sama manusia yang makan nasi." jawabku dengan santai.

"hahahahahahaha." bibi tertawa dengan keras.

aku berbalik melihat bibi, "bibi? ada apa? apa yang bibi tertawa kan?"tanyaku penasaran karena sikapnya yang aneh.

"memang benar perkiraan saya, nona sangat mirip sekali dengan ibu nona. dari tingkah laku bahkan apa yang diucapkan pun sama miripnya." jawabnya berusaha menghentikan tertawanya.

setelah melewati pasar mataku dimanjakan oleh pemukiman penduduk yang tampak sederhana namun bersih,"udaranya segar sekali ya bi?" aku merentangkan tanganku dan menghirup udara.

" iya nona, karena di sini tidak seperti di kota yang banyak polusinya." jawabnya santai.

aku menyebarkan pandanganku, melihat seorang pria yang terlihat tampan,"itu siapa Bi?" tanyaku menunjuk pria itu.

bibi melihat ke kemana jari telunjuk mengarah, "itu namanya Noan. dia adalah anak yang berbakat. ya walaupun dia anak orang biasa namun dia bisa lulus S1 manajemen bisnis dengan jalur beasiswa."puji bibi sembari memandang lekat-lekat pemuda yang dikatakan bernama Noan.

"wah... hebat sekali bi. ternyata ada anak yang pintar dia di sini."aku merasa bahwa orang pintar itu tidak hanya dari kalangan atas bahkan mereka yang tidak mampu pun bisa sepintar itu.

tentang pendidikan, apapun kondisi keluarganya jika dia memiliki keinginan untuk sukses apapun itu pasti akan terjadi. pemuda itu terlihat sedang membelah kayu dengan kapaknya di depan sebuah rumah.

"ya.... begitulah nona.tetapi juga kasihan karena hanya tinggal bersama dengan ayahnya." bibi merasa kasian.

aku langsung melirik bibi, "ibunya di mana?" ucapku yang mulai penasaran. entah kenapa aku merasa begitu penasaran, dan ingin mengenal dia lebih jauh.

"ibunya sudah meninggal karena dibunuh." bibi memalingkan pandangan seolah enggan melihat Noan.

"dibunuh?"tanyaku yang terkejut.

"bibi juga tidak tahu pasti kejadian yang sebenarnya, karena menurut rumor pembuluhnya belum ditemukan." Jawa bibi ragu.

dari ekspresi yang bibi tunjukkan masih ada sesuatu yang disembunyikan oleh bibi, apakah itu?aku juga tidak tahu yang pasti hal itu sangat melukai perasaan bibi.

"kasihan sekali pasti dia merasa sedih, sama sepertiku yang kehilangan ibu...." aku teringat akan ibu. merasa rindu dan ingin bertemu dengannya.

aku belum sempat menyelesaikan apa yang enak ucapkan namun bibi segera memotong pembicaraan,"nona... lebih baik kita pulang sekarang. karena sudah lama berjalan jalan." ucapnya menarik tanganku untuk segera kembali ke villa.

tangan bibi yang terasa dingin memegang pergelangan tanganku, rasanya teramat asing. bibi seolah bersikap dingin.aku ingin bertanya kepada bibi ada apa sebenarnya namun bibi ini tak mau mengucapkan sepatah kata pun bukan karena tidak mau,tapi takut jika apa yang kukatakan melukai perasaan bibi lebih dalam.