webnovel

4

Randy membawa Luna ke atap apartemen ini, saat pintu terbuka terlihatlah keindahannya.

"astaga, apa gw mimpi?" gumam Luna terpesona.

Randy terkekeh mendengar ucapan Luna, lalu ia mengacak rambut Luna dan mempertanyakan tentang pemikiran Luna beberapa saat lalu.

"gimana? Sesuai gak sama yang lo pikirin tadi?" tanya Randy dengan seringainya.

Luna membuang muka ke arah samping, menghindari tatapan Randy yang mengejeknya. Luna mengakui, jika ia salah sangka pada Randy. Maklum aja lah ya, Luna jarang dekat dengan cowok selain Rudy bos nya. Jadi ia sedikit was-was aja saat Randy, cowok yang baru di kenalnya itu menarik paksa dirinya untuk mengikuti ke aparteman pribadi seperti ini.

Tapi siapa sangka, ternyata Randy mengajak Luna ke atap aparteman yang pemandangannya indah. Luna sendiri bahkan menganga tak percaya, kilauan cahaya lampu mulai terlihat, karna hari mulai gelap. Udara bergerak santai, membelai tubuh Randy dan Luna yang berdiri di sana.

Randy mendudukan dirinya di ujung teras, Luna yang melihat hal itu lagi-lagi terlihat panik dan menangkap Randy. Lalu menarik Randy untuk menjauh dari ujung teras yang langsung terhubung ke bawah, Luna pikir Randy akan melompat dari ujung teras itu

"eh eh lo gila ya? Bunuh diri itu dosa tau!" teriak Luna sambil menarik tangan Randy.

Randy yang tiba-tiba merasa tertarik benar-benar gak habis pikir dengan pemikiran cewek satu ini, Randy merasa salah jika mengajak cewek satu itu untuk menemaninya di tempat ini.

"dih dasar bego! Siapa juga yang mau bunuh diri, ngadi-ngadi aja lo!" elak Randy geli melihat tingkah Luna yang warrr byaazzahh itu.

"ya lo lah, itu tadi mojok-mojok di sono. Kalo bukan mau lompat, mau ngapain coba?" balas Luna tidak percaya.

"yeuh si bambang, gw cuma mau nikmatin pemandangan aja buat nenangin diri. Siapa juga yang mau lompat, gw masih mau hidup kali." jelas Randy sambil mencubit pipi Luna.

"akhh aduh, sakit Randy ih!" keluh Luna saat pipinya di tarik.

"lagian, bisa gak sih mikir tuh yang biasa-biasa aja. Parnoan banget deh lo!" tegur Randy pada sikap parnoan Luna.

"ya mana gw tau, lagian lo juga ngapain sih lihat pemandangan harus di situ. Kenapa gak disini aja?" balas Luna heran.

Randy tersenyum, biasanya ia jarang sekali menunjukkan apa yang ia suka pada orang lain. Tapi sepertinya hal itu tidak berlaku untuk gadis satu ini, Randy menunjukkan apa yang hanya bisa di lihat olehnya.

"sini deh!" ajak Randy pada Luna, agar Luna mendekat.

"mau ngapain? Lo mau dorong gw kan? Biar kaya di film-film gitu." tolak Luna parno.

"astaga, masih aja. Kebanyakan nonton film si lo, udah sini aja dulu. Paling ntar juga lo suka, ayo sini!" keluh Randy, lalu memaksa Luna untuk mendekat padanya.

"iya iya, sabar napa" pasrah Luna akhirnya.

Luna mendekati Randy dan duduk di samping Randy, Luna belum sadar dengan apa yang akan terjadi. Luna masih menatap Randy curiga, dan terus menatap Randy.

"sampe kapan lo mau liatin gw? Liat tuh kebawah!" tukas Randy dengan wajah jengkelnya.

Luna mengikuti arah pandang Randy, dan benar saja. Luna terperangah dengan keindahan yang terlihat disana. Kilauan lampu yang memenuhi kota, kendaraan yang berjalan melintasi jalanan. Semuanya terlihat indah, bagaikan lukisan seni yang nyata.

Senyuman tidak luntur dari wajah Luna, ia sangat menyukai ini. Kehidupannya yang sepi dan sendiri, kini seakan menjadi ramai dan penuh warna.

"makasih ya Ran, gw seneng banget bisa lihat sesuatu yang indah kayak gini." ucap Luna tulus dengan senyumannya.

Randy merasa terkejut saat mendengar Luna mengucap terima kasih, dan tersenyum padanya. Randy tidak tau kenapa, tapi jantungnya berdetak cepat saat ini. Bahkan ia menjadi gugup dengan Luna, namun ia tidak menyangkalnya jika ia juga merasa senang bisa bersama dengan Luna saat ini.

"harusnya gw yang bilang makasih, lo udah mau temenin gw nenangin diri disini. Padahal tadi gw maksa lo, tapi malah lo yang bilang makasih." balas Randy tulus, matanya memancarkan kehangatan.

Luna dan Randy saling menatap, jatuh dalam pesonanya masing-masing. Namun sesaat kemudian mereka saling memalingkan wajah, seiring dengan rona merah yang muncul di kedua pipi mereka. Ada apakah gerangan?

Randy mengantar Luna sampai depan rumahnya, lalu ia merasa heran karna rumah Luna tampak sepi dan gelap. Seperti tidak ada kehidupan disana, dan lagi rumah Luna terlihat sangat sederhana.

"lo tinggal sendiri?" tanya Randy akhirnya, karna rasa penasaran yang memuncak.

Luna menatap Randy sesaat, lalu ia tersenyum miris setelahnya dan menjawab pertanyaan Randy yang sebelumnya.

"iya, gw sendiri. Orang tua gw udah meninggal 3 tahun lalu, jadi gw ngontrak sendiri disini." jawab Luna apa adanya.

Hati Randy mencelos mendengar jawaban Luna, gadis yang biasanya terlihat berani dan kuat itu nyatanya hanya seorang gadis yang rapuh.

"sorry" ucap Randy menyesal.

"santai aja, gw gak masalah kok." balas Luna dengan senyumnya.

"ya udah gw balik ya, udah malem. Gak enak sama tetangga, ntar pada gosipin gw lagi." pamit Randy pada Luna

Luna tertawa kecil mendengar ucapan Randy yang sangat percaya diri itu, lalu ia pun menjawabnya.

"siapa juga yang mau gosipin orang sombong kayak lo, udah sono balik. Gw mau tidur, dah" usir Luna pada Randy, sambil menjulurkan lidahnya.

"yeuh dasar si bambang, ya udah iya gw balik." balas Randy, lalu ia masuk kembali ke dalam mobilnya dan melaju menuju aparteman pribadinya.

.

.

.

.

.

Mentari pagi telah bersinar terang, namun seseorang masih bergelung dengan kasurnya. Seakan tidak ingin lepas dari sana, namun suara dering ponsel menghancurkan mimpi indahnya. Membuatnya harus terbangun, dan menjawab telpon itu.

"halo?" sapa Randy dengan suara serak khas bangun tidur.

"lo dimana dek?" tanya seseorang di seberang sana, di pastikan jika itu adalah Rudy kakaknya.

"di aparteman, kenapa emangnya?" jawab Randy jujur.

"oh gitu, gak apa-apa. Ya udah lo ke kafe aja sini, gw mau ngomong." titah Rudy santai.

Randy mengernyit heran, jika kakaknya sudah berkata ingin bicara seperti ini. Pasti bukan lagi sesuatu yang sepele, mau tidak mau Randy harus datang dan berbicara dengan kakaknya itu.

Melepaskan mimpi indahnya, Randy memilih untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Hari ini jadwal campusnya kosong, karna dosennya sedang cuti. Jadi Randy punya banyak waktu untuk mengunjungi kakaknya.

Siap dengan setelah santainya, Randy terlihat lebih fresh dan tampan sekali. Randy mengambil kunci mobilnya dan pergi ke kafe kakaknya, ia tau jika sesuatu pasti akan terjadi nanti.