Pagi ini lagi-lagi, Vellice berangkat ke kampus dengan mata hitamnya. Kali ini, bukan karena memikirkan jodohnya. Tapi, karena kebodohannya yang sangat hakiki.
Bagaimana bisa dia lupa meminta nomor telepon Arlan ataupun Lucas!?
Nomor mereka tentu saja berbeda dengan dunia novel abal-abal itu.
Perempuan itu mendengus kesal berkali kali.
"Muka kamu udah kayak nenek moyangnya panda" ucap Gerald. Laki- laki itu mendadak muncul disampingnya.
Vellice menoleh dengan malas,lalu mendengus lagi.
"Kenapa sih? Kemarin udah ketemu penulis idola kamu loh. Oiya, kamu belom jelasin kemaren ada apa?" ucap Gerald.
"Kamu kenal sama penulisnya!? Kenapa bisa digendong sama staf tampan itu!?" kali ini Reli yang berteriak.
Vellice mengangguk malas membalasnya.
"Mereka bikin masalah sama kamu ya? Kenapa jadi kayak gini? Kenapa lesu? Gara-gara staf itu?" ucap Gerald.
"Staf itu namanya Arlan" ucap Vellice.
"Hubungannya sama kamu?" tanya Gerald.
"Kamu kok possesive gitu sih!? Pacar kamu aku apa dia!?" seru Reli kesal.
Vellice tersenyum kecil, selalu seperti ini.
"Tenang-tenang ga bakal ditikung" ucap Vellice.
"Santai gimana! Kakak ga bakal bisa santai kalo kamu belom punya pacar! Cari sana!" ucap Reli.
"Udah punya kok" sahut Vellice.
"Siapa? Orangnya mana!? Kenapa nggak lapor? Nama? Alamat rumah? Kampus ini? Umur? Semester berapa? Jurusan apa? Brengsek nggak?" ucap Gerald cepat.
"Staf yang kemaren" ucap Vellice.
"Kayak masih bocah gitu! Kenapa dipacarin?" seru Gerald.
"Kamu kan habis ketemu, kok lesu? Berantem? Berantem dalam hubungan itu biasa. Kamu lama kelamaan ntar kebiasa" ucap Reli.
"Masalahnya kita nggak berantem" ucap Vellice.
"Terus?" tanya Gerald.
"Aku lupa minta nomernya" ucap Vellice mencebik kesal.
"Aaa...aaasrggghhh" perempuan itu merengek dan berteriak kedal di koridor yang lumayan ramai. Bukannya terlihat aneh, tapi lucu.
"Loh!? Katanya pacaran!? Kok nggak punya nomor telepon!?" seru Reli.
"Dia habis ganti nomor! Aku lupa minta! Dia juga pasti ngga tahu nomerku! Huaaaaaa Bangggggg!!!!" rengek Vellice.
"Udah-udah, pikir nanti dulu! Besok udah hari-H loh. Jangan lupa kamu sie acara" ucap Gerald.
Vellice langsung mencebik kesal. Ia kembali teringat akan tugas tugasnya. Di area jalanan taman yang terletak 20 meter dari lokasinya berdiri, terlihat berbagai stand sedang ditata.
"Bang, minta uang" ucap Vellice secara tiba-tiba. Perempuan itu mengatungkan kedua tangannya.
Gerald mendengkus, tapi laki-laki itu tetap mengeluarkan dompetnya.
"Jangan jajan yang aneh- aneh!" ucap Gerald seraya memberikan 2 lembar 100ribuan.
"Yey!" seru Vellice senang. Perempuan itu memeluk leher Gerald. Lalu menjulurkan lidahnya mengejek Reli.
"Heh! Bocah! Pergi sana!" seru Reli. Vellice tertawa dan berlari menuju deretan stand itu.
"Vel! Ini ditata sekarang apa besok? Pada nanya ke gue nih! Pusing parah!" seru salah seorang temannya. Sie acara juga. Karena dirinya ketua sie acara kali ini. Jadi, malasah apa saja selalu lapor kepadanya.
"Besok lah! Ntar malem kalo ujan gimana? Emang pada mau jaga 24 jam semua?" tanya Vellice.
"Ya kan lo nginep" sahut teman Vellice.
"Ya emang mata gue ada berapa? Sana infoin! Naruh barang- barangnya besok semua. Kalo mau dekor yang aman, bisa sekarang" ucap Vellice.
"Besok mereka harus udah stay jam berapa?" tanya Perempuan itu.
"Jam 6, harus udah selesai" ucap Vellice tegas.
"Loh! Gila kali jam 6! Ngapain pulang kalo besok paling nggak jam 4 udah sampe sini?" sahut perempuan itu tak terima.
"Udah deh, umumin aja. Banyak ngeluh! Gue aja semalem cuma tidur 1 jam. Ntar malem ga pulang lagi. Ckck, nasib nasib" gerutu Vellice.
"Yaudah, bye!" seru perempuan itu meninggalkan Vellice.
"Vel! Kameranya rusak satu!" seru seorang laki- laki berlari ke arah Vellice dengan teriakannya.
"Gausah teriak- teriak!" ucap Vellice melotot. Masalah seperti ini tidak seharusnya orang luar tahu.
"Gimana nih" ucap laki-laki itu.
"Kameranya ada berapa? Yang bisa? Lagian masalah kamera ngapa lapor ke gue? Jatahnya anak Perkap lah!" seru Vellice. *Perlengkapan.
"Mereka juga ga tahu harus gimana, dananya udah habis kan. Udah tahu kemaren kita malah nambah uang. Kameranya ada 4 doang" ucap Laki- laki itu.
"Lapor ke Bang Gerald sana!" ucap Vellice.
"Justru itu! Gue lapor ke lo biar ga dimarahin Gerald" ucap laki- laki itu meringis, menunjukkan deretan giginya.
"Gini nih kalo bego dipelihara. Ntar malem gue ambilin kamera gue. Udah sana, urus yang laen" ucap Vellice.
"Bilangin ke Bendahara. Suruh masukin dana minus. Masukin sewa kamera 600ribu!" lanjutnya.
"Wah! Keenakan lo dong!" seru laki laki itu.
"Nurut aja deh. Sana pergi! Sibuk gue" ucap Vellice meninggalkan laki- laii itu.
"VELLICEEE!!!" teriak 3 orang perempuan berlari ke arahnya.
Vellice menghela nafas kesal. Masalah apa lagi?
"Mesin fotocopynya rusak! Kalo fotocopy di luar mesti mahal! Kita baru fotocopy 50 lembar lagi! Ntar kalo ketahuan rektor, yang disalahin kita nihhh.... Gimanaaa" seru salah seorang perempuan itu.
"Yaudah ganti rugi" ucap Vellice cuek. Perempuan itu berjalan menuju tempat fotocopy.
"Kok gitu sih! Vel!" seru salah seorang perempuan itu.
"Pinjemin box alat ke satpam sana! Cepetan! Bawa ke tempat fotocopy" ucap Vellice.
Seketika mereka tersenyum lebar.
"Bilangnya buat apa dong?" tanya salah seorang perempuan itu.
"Bilang aja ga tahu pak, disuruh Vellice, sana!" seru Vellice.
Dua perempuan tadi langsung pergi. Vellice dan salah seorang perempuan berjalan ke tempat fotocopy.
"Banyak banget masalah ya. Buketu pasti pusing" ucap perempuan itu.
"Nah! Tahu gitu!. Pesenin pizza sana! Laper gue" ucap Vellice.
Begitu sampai di lokasi, ternyata sudah banyak anak BEM KM yang ada disana.
"Nggak bisanya gimana?" tanya Vellice.
"Mati" ucap salah seorang laki- laki.
"Hah!? Kok bisa sampe mati? Kalo cuma ga bisa keluar kertas kan udah biasa. Ini mati!? Alamat, kalo disuruh ganti harus lapor Pak Presma nih" ucap Vellice. *Presiden Mahasiswa.
"Duhhh bisa dong Vel. Cuma lo nih satu- satunya harapan" ucap yang lain.
Vellice mendengkus kesal. Ia langsung menoleh, begitu mendengar pintu dibuka. Temannya datang membawa peralatan bengkel dari pos satpam.
Perempuan itu segera membongkar mesin itu. Dia bukan anak jurusan teknik. Tapi, anak jurusan hukum.
"Gue masih heran, kenapa lo bisa bener- benerin mesin gini. Laptop aja bisa lo benerin. Kemaren, mesin kopi rektor lo juga yang benerin. Terus running led yang di gerbang itu. Lo juga yang benerin. Lo kan jurusan hukum Vel" ucap salah seorang laki- laki disana.
"Nah itu tahu! Udah tahu gue jurusan hukum, ngapain manggil gue buat benerin!" seru Vellice dengan mata melotot.
"Ya kan yang pinter elo!" sahut seorang perempuan.
"Ck.. ck... ck.. Padahal di ruangan ini ada Bang edo, anak teknik mesin. Bang Rafa anak teknik elektro. Bang-" ucapan Vellice segera Edo potong.
"Iya- iya! Diem deh! Benerin aja!" seru Edo. Harga dirinya serasa anjlok karena ilmunya dikalahkan oleh anak hukum. Tambah lagi, adik tingkatnya.
"Beliin IC KA324D bang!" seru Vellice.
"Yang rusak IC nya?" tanya Rafa.
Vellice mengangguk.
"Tahu darimana lo?" tanya Rafa.
"Feeling" sahut Vellice asal.
"Heh!" seru Edo.
"Cepetan deh! Keburu ketahuan Bang Gerald habis lo semua" ucap Vellice.
"Iya- iya!" seru Rafa langsung berlari keluar.
Beruntung di deretan pertokoan dekat kampus ada toko listrik. Jadi tidak membutuhkan waktu lama untuk membeli barang. Vellice juga dengan cepat memperbaiki mesin. Memasang IC itu dengan solder dan atractor.
Setelah masalah itu selesai. Vellice langsung keluar. Ia kembali menjalankan tugasnya sebagai sie acara.
Malam hari, dirinya benar- benar menginap di kampus. Bukan hanya dirinya, hampir seluruh anggota BEM KM menginap disini.
Hingga kini, pukul 3 malam.
"Mau ngapain kamu?" tanya Gerald
"Mandi lah" ucap Vellice.
"Belom mandi dari tadi!?" seru Reli.
Vellice mengangguk.
"Biar hemat! Kalo mandi sekarangkan ntar ga perlu mandi lagi. Tahu sendiri aku paling males mandi" ucap Vellice.
"Jorok! Mandi sana!" seru Reli.
Kalau kalian memperhatikan, Vellice hanya akan menggunakan gaya bahasa aku-kamu ketika bersama Gerald dan Reli di kampus ini. Oh tentu saja dengan para dosennya juga.
Mereka memang keluarga Vellice saat ini. Tidak ada lagi yang bisa disebut keluarga selain mereka.
***
Pagi ini, tepatnya pukul 5 semua orang sudah mulai sibuk dan panik.
Vellice sudah menduganya sih, sudah banyak mahasiswa baru yang berdatangan. Ya, ini acara penyambutan mahasiswa baru. Hal ini, membuat para mahasiswa lebih cepat menata stand mereka.
Vellice sendiri merasa pusing. Berdiri di tengah- tengah. Melihat orang- orang yang terus berlarian dan berteriak.
"Ayok" ucap Gerald.
"Kak Reli mana?" tanya Vellice.
"Udah gabung sama stand nya" ucap Gerald.
"Ck, ngantuk tuh pasti dia. Sok sok an mau ikutan nginep anak BEM" ucap Vellice.
Gerald tertawa mendengarnya. Ia paling tahu kalau Reli paling ga bisa tidur kemalaman.
"Dia lagi tidur, di standnya" ucap Gerald.
"Beneran? Hahaha!" sahut Vellice. Mereka sedang berjalan ke arah lapangan.
Memang sengaja tidak di aula. Ini baru hari pertama mereka setidaknya harus merasakan panasnya matahari.
"Kamu bales dendam beneran ya ke anak baru" ucap Gerald menatap para mahasiswa baru yang baru saja datang. Mereka mengenakan topi dari bola plastik yang diparuh. Lalu juga gantungan papang bertuliskan nama dan jurusan.
"Cuma gitu doang. Harusnya tambahin kaos kaki sebelah. Kucir kepang 5. Anting anting bawang!" seru Vellice kesal.
"Heh! Dapetin ijin gini aja udah susah banget! Tahu sendiri sekarang sistemnya ga boleh ada yang aneh- aneh" ucap Gerald.
"Sana sambutan" ucap Vellice. Melirik ke arah panggung kecil yang ada di depan.
"Ikutan ah!" seru Gerald menarik tangan Vellice.
"Heh! Bukan tugasku!" seru Vellice. Kedua kakinya menahan tubuhnya agar tidak bergerak.
Tapi, apa daya. Tenaga Gerald jauh lebih kuat.
"Pagi semua!" seru Gerald menggunakan mikrofon.
"Pagii!!" sahut seisi lapangan.
"Wah!! Udah pada semangat semua ya! Pada berangkat pagi- pagi nih! Acara masih jam setengah 7 ya! Kalian boleh ngobrol- ngobrol dulu! Kenalan sama temen sekelas, sejurusan atau sekampus!" ucap Gerlad.
"Siap kaakkkk" sahut para mahasiswa baru.
"Oh iya! Bagi yang jomblo, single, atau apalah. Cowok ya! Sama, harus tinggi. Ga perlu putih! Yang penting setia. Tapi wajib tampan! Minimal bisa ngalahin saya. Ga perlu kaya! Yang penting bisa ngejaga cewek. Kalo ada bisa hubungin saya ya! Cewek di sebelah saya kurang belaian. Dia butuh cowok. Siapa tahu kalian berminat!" seru Gerald. Vellice langsung melotot dan memukul lengan Gerald keras.
"Ahh, juga harus tahan sama sifat bar- barnya dia" lanjut Gerald menggunakan mikrofon.
Para mahasiswa baru ataupun mahasiswa lama tertawa mendengar itu.
"Nggak- nggak! Saya sudah ada yang punya!" seru Vellice merebut mikrofon Gerald.
Seorang laki- laki mahasiswa baru berdiri. Sambil berteriak. Membuat dirinya menjadi pusat perhatian.
"Oh ya!? Siapa!?" seru laki- laki itu.
Kali ini Vellice yang melotot. Perempuan itu langsung berlari kencang. Menubruk laki laki yang berteriak tadi. Mereka sampai terjatuh ke aspal. Tentu saja yang sakit laki- laki itu. Karena dia yang menatap aspal. Sedangkan Vellice masih di atasnya.
"Dilihatin orang banyak loh" ucap laki- laki itu.
Vellice langsung reflek menyingkir. Ia duduk sambil memukul dengan keras perut laki- laki itu.
"Kenapa nggak bilang- bilang!" pekik Vellice.
"Hahaha, iya- iya maaf sayang" ucap laki- laki itu memeluk Vellice.
Sorakan langsung terdengar setelah itu. Tentu saja membuat Vellice ingin mengubur dirinya dalam dalam karena malu.
Tunggu....
Sayang?
Iya, itu Arlan.