webnovel

Alifah, Kaulah yang Kumau

Bagaimana rasanya menjalani pernikahan kontrak yang terpaksa dilakukan? Itulah yang dialami oleh Alifa, seorang gadis 18 tahun mengorbankan kehidupan yang selama ini penuh dengan keceriaan karena biaya makam sang ayah yang belum terbayar membuatnya terpaksa menerima tawaran yang tidak masuk akal yaitu menikah dengan Alif teman sekolahnya, dia juga adalah seorang cucu dari pemilik sekolah yang sangat dingin dan angkuh. Mereka akhirnya menikah dalam kontrak dan keterpaksaan, hidup Alifa pun sangat menderita karena Alif menginginkan wanita lain? Atas nama kewajiban sebagai istri Alifa terpaksa tetap memberikan perhatian terhadap suaminya sampai Akhirnya Alif luluh dan diam-diam mencintainya. Tapi... Wanita yang selama ini bersama Alif kembali dan mengganggu keharmonisan keluarga. Sanggupkah Alifa menahan perasaan ketika wanita itu perlahan memasuki kehidupan suaminya dan bergantung padanya? Mampukah Alif menyingkirkan wanita yang selama ini disayanginya demi menjaga perasaan istrinya? Ikuti kisahnya...

syafiuni · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
357 Chs

Maaf

"lho kamu sudah pulang sayang? Alifahnya mana? Kok enggak keliatan? Apa sudah di kamar? " Tanya Eyang yang membuat keduanya gelagapan. Entah jawaban apa yang akan Alif ucapkan agar Eyang tak menyembelih kepalanya atau mencoret namanya dari daftar ahli waris dan menggantinya dengan nama Alifah. Ohh pikiran itu sudah kejauhan.

"I itu Eyang... Anu..." Alif tak tau harus berkata apa. Bahkan kata-katanya pun sudah terbata-bata saking groginya.

"Anu kenapa? " Tanya Eyang masih memburu jawaban cucunya yang kelihatan ketakutan. Seakan menyembunyikan sesuatu hal darinya.

"Itu Eyang, A..Alif kembali dulu pulang ke rumah untuk membawa mobil. Takutnya Alifah sakit jika saya memaksakan menerobos hujan. Jadi saya pulang dulu Eyang" katanya sambil melirik Mawar yang ternyata melototi Alif. Yah, bagaimana lagi takutnya anak itu mengatakan yang sesungguhnya, kan bisa berabe.

"Duh ya ampun romantisnya. Jadi ingat Opah kalian''. Balas Eyang sumrigah sambil tersenyum menggoda. Bernostalgia dengan almarhum suaminya.

Bagus Alif kamu sudah menjadi pembohong yang handal.

"Ya sudah Eyang, aku ke atas dulu. Takutnya Alifah lama menunggu"

"sebaiknya kamu ganti baju dulu" Saran mamanya.

Tak menjawab Alif tapi langsung bergegas naik ke kamarnya.

***

Sementara Alifah sudah sangat bosan menunggu Alif Dengan perasaan dongkol. Fix Alif melupakannya, jadi sekarang apa yang dia harus lakukan di tengah malam seperti ini dengan hujan yang sepertinya tak mau berhenti. Apakah dia harus jalan kaki? Tapi jika dirinya tersesat bagaimana. Dan jika tiba-tiba Alif datang menjemput dan dirinya tidak ada di sini bagaimana?

"Tenang Alifah, jangan berpikiran negatif! Alif pasti menjemputmu. Walaupun dia melupakanmu, tapi setelah dia pulang ke rumah dan menyadari dirimu belum ada di rumah, pasti dia akan kembali atau setidaknya dian akan mengirimkan sopir untukmu".

Katanya menyemangati dirinya sendiri.

Akhh... Ringis Alifah tiba-tiba sambil memegang perutnya yang keram. "Ya Allah jangan sekarang" keluhnya dalam hati. Menjelang haidnya terkadang Alifah merasakan keram di perut yang lumayan parah. Bahkan terkadang dia harus bedrest total. Apalagi di perparah dengan perut yang kosong. Lengkaplah sudah penderitaannya malam ini. " Ya Allah jangan sampai dirinya pingsan di tempat ini"

***

Setibanya Alif di tempat dimana dia menurunkan Alifah tadi, dirinya kebingungan. Karena Alifah ternyata sudah tidak ada di tempat. Apa dia sudah pulang ke rumah ? Mau di telepon juga percuma, karena ternyata Alifah meninggalkan HPnya di kamar Alifah. Karena sebelum Alif berangkat untuk menjemputnya dirinya sempat menghubungi nomor Alifah dan ternyata HP Alifah berdering di dekat tempat Alifah belajar tadi.

Telepon mama pikirnya. Jangan sampai dia sudah ada di rumah.

"Halo Ma, Alifah sudah ada belum Ma di rumah" tanya Alif setelah Mamanya mengangkat panggilannya.

"Belum. Memangnya kamu tinggalin Alifah di mana sih, Lif?"

"Tadi aku ninggalin dia di bangku taman Ma, tapi sekarang kok dia enggak ada Ma"

"Ya cari dong! Awas ya... Kalau sampai Alifah tidak ketemu, kamu jangan pulang sekalian" Ancam mamanya.

"Kamu sudah hubungin belum?"

"HP nya ketinggalan di kamar Ma".Jawab Alif pelan.

"Astagfirullah. Cari sampai ketemu! " perintah mamanya, setelah itu langsung di matikan HP-nya secara sepihak. Meninggalkan Alif yang masih kebingungan.

"Akkhhh kamu di mana sih" teriak Alif frustrasi. Matanya ia edarkan ke penghujung taman.

Alif tidak tau saja di saat yang bersamaan Alifah menahan sakit perutnya yang semakin bertambah. Keringat dingin yang sebesar jagung mulai bermunculan, padahal langit belum bosan menumpahkan hujan.

Tentu saja Alifah sudah pergi dari tempat di mana tadi Alif menurunkannya, kan bangku di taman tidak ada atapnya untuk menghalangi hujan. Orang bodoh mana yang akan bertahan di bawah hujan tanpa mencari tempat untuk berteduh.

Alif kembali masuk ke dalam mobilnya, dan mencoba untuk mencari Alifah di sekitar taman. Hujan memperburuk penglihatannya. Meskipun ada pencahayaan dari lampu taman dan sekitarnya, tapi mencari seseorang di hujan seperti ini dirinya kesusahan. Menanyakannya pada orang-orang juga percuma. Siapa yang akan bermain di taman di tengah hujan seperti ini.

"Berpikirlah Alif, dimana kira-kira Alifah berteduh? Kamu Sangat bodoh jika dirimu mengira Alifah akan bertahan di tengah hujan seperti ini?" Tanyanya pada diri sendiri sambil menelusuri jalan yang dia lalui.

"Mesjid... Ah ya mesjid. Cari mesjid dekat taman. Dia pasti berteduh di sana"

Setelah mendapat jawaban dari otak encernya, dia pun mencari mesjid yang tak jauh dari taman. Seorang Alifah tak mungkin meninggalkan shalatnya. Karena sehabis shalat isya tadi, hujan mulai turun. Setelah menelusuri jalan, tak jauh dari taman dia melihat menara mesjid dan menghentikan mobilnya, masuk ke dalam pekarangan dan berharap Alifah ada di sana. Jika bukan di teras mesjid mungkin dia ada di dalam mesjid. Coba cari siapa tau di beruntung. Tapi di mana lagi jika dirinya tak menemukan Alifah di mesjid ini? Karena sepertinya inilah mesjid yang bisa di jangkau dengan jalan kaki.

Hampir saja Alif meninggalkan mesjid itu jika saja dia tidak mengaja melihat seseorang yang tidur meringkuk di pojokkan teras. Pantas dia tidak melihatnya tadi pas dia mengintip dari luar, ternyata gadis itu tertidur.

Meskipun agak ragu jika gadis itu adalah Alifah, tapi jika di liat dari pakaiannya Alif yakin di itu Alifah.

"Alifah... Bangun"

Alifah masih belum bergeming dengan panggilan Alif. Bahkan bergerak pun tidak.

"Fah, kamu tidur atau pingsan sih? " panggil Alif sekali lagi. Kali ini dengan sedikit sentuhan karena suara saja ternyata tak membuahkan hasil. Tapi ternyata sentuhannya pun tak membuahkan hasil. Dan Alif mulai khawatir, apakah benar pikirannya jika Alifah pingsan?

"Alifah bangun! Kalau kamu memang tak tahan untuk tidur jangan di sini. Seharusnya tuh di dalam. Fah, bangun " Kali ini Alif terpaksa memggunguncang tubuh Alifah, dan Alifah merespon.

"Kamu sudah datang? " tanya Alifah dengan mata yang sayu. Dan mengerutkan keningnya pertanda dia menahan sakit.

"Kamu tidak apa? " tanya Alif khawatir dan merasa bersalah. Berapa jam Alifah dalam kondisi seperti ini?

"Ayo kita pulang" kata Alif sambil melepas jaketnya dan langsung memasangkannya di tubuh Alifah. Badannya sedikit hangat dan keringat bercucuran di keningnya. Bahkan bagian atas kepalanya terlihat lembap.

"Aku bisa sendiri" tolak Alifah saat Alif hendak memapahnya. Tapi baru selangkah dirinya mulai oleng.

Dan tanpa memperdulikan larangan Alifah, Alif terpaksa memapah Alifah sampai depan pintu mobilnya.

"Jangan menolak atau saya gendong kamu" kata Alif memperingati, saat Alifah kembali ingin menolak sentuhan Alif.

Karena tidak punya tenaga untuk berdebat Alifah pun menurut. Dirinya juga merasa tak sanggup untuk berjalan. Keram di perutnya sepertinya semakin bertambah parah.

"Kamu kok enggak langsung pulang sih, saat tau saya lama menjemput kamu? " cerca Alif dengan tuduhan. Bukannya langsung menjalankan mobilnya agar cepat sampai. Eh malah ngomel dulu.

"Sejak kapan kamu jadi penurut seperti ini? Harusnya kamu itu pulang saja. Jangan tunggu saya. Kamu bisa pulang sendiri kan? "

"Saya tak tau jalan dan tidak bawa dompet dan HP" jawab Alifah lemah. Andai dia punya tenaga sudah dia tinju Alif. Tak tau kah dirinya kelaparan.

Mendengar jawaban Alifah, Alif terdiam. Itu salahnya bukan salah Alifah. Apakah pantas menyalahkan Alifah sementara dia yang menyeretnya. Dan meninggalkan di taman dan pergi menemui sahabatnya. Suami macan apa dirinya.

"Bisakah kita pulang saja. Saya mohon"

Perkataan Alifah semakin membuat Alif semakin bertambah bersalah.

"Maaf" kata Alif terdengar menyesal sebelum menginjak gas mobilnya.