webnovel

Alifah, Kaulah yang Kumau

Bagaimana rasanya menjalani pernikahan kontrak yang terpaksa dilakukan? Itulah yang dialami oleh Alifa, seorang gadis 18 tahun mengorbankan kehidupan yang selama ini penuh dengan keceriaan karena biaya makam sang ayah yang belum terbayar membuatnya terpaksa menerima tawaran yang tidak masuk akal yaitu menikah dengan Alif teman sekolahnya, dia juga adalah seorang cucu dari pemilik sekolah yang sangat dingin dan angkuh. Mereka akhirnya menikah dalam kontrak dan keterpaksaan, hidup Alifa pun sangat menderita karena Alif menginginkan wanita lain? Atas nama kewajiban sebagai istri Alifa terpaksa tetap memberikan perhatian terhadap suaminya sampai Akhirnya Alif luluh dan diam-diam mencintainya. Tapi... Wanita yang selama ini bersama Alif kembali dan mengganggu keharmonisan keluarga. Sanggupkah Alifa menahan perasaan ketika wanita itu perlahan memasuki kehidupan suaminya dan bergantung padanya? Mampukah Alif menyingkirkan wanita yang selama ini disayanginya demi menjaga perasaan istrinya? Ikuti kisahnya...

syafiuni · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
357 Chs

Kamu Palsu

"Perlu aku seret dulu biar kamu mau ikut?" Ancam Alif mendekat, dan sontak saja Alifah refleks mundur dua langkah karena posisinya terlalu dekat.

"Apa mawar boleh ikut?" Cicit Alifah.

"Apa perlu aku menggendongmu?" Ancam Alif lagi. Semakin maju dan Alifah ikut mundur.

"Ok. Kamu dulaun".Kata Alifah pasrah.

***

"Kamu...kenapa bisa jadi cucu teman eyang saya? Apa mamaku menyuruhmu?? Membayarmu?? Atau memaksamu??" Kata Alif setelah membawa Alifah di koridor Rumah sakit yang sepi cukup jauh dari ruagan eyangnya.

Mendengar pertanyaan Alif yang seakan menuduhnya membuat Alifah membulatkan matanya jengah. Dia hanya diam, membiarkan Alif mengeluarkan semua uneg unegnya. "Dengar, jika kamu ketahuan berbohong saya akan membuat perhitungan terhadapmu. Tidak peduli kamu cewek sekalipun."

"Kalau kamu yakin saya berbohong. Buktikan! Jangan cuma di mulut doang." Balas Alifah cuek dan tenang, lalu berlalu meninggalkan Alif yang melongo mendengar pernyataan Alifah. Tidak menyangka dia di tantang seperti itu.

"Aku akan buktikan jika kamu palsu" teriak Alifah menghentikan langkah Alifah

"Saya tunggu itu". Kata Alifah kali ini benar benar pergi meninggalkan Alif dengan kegusarannya.

"Ahhhhkk tidak mungkin" jerit Alif gusar.

***

"Alif, seharusnya kita bersyukur kita bisa menemukan cucu teman eyangmu dalam keadaan sehat." Kata mamanya lagi setelah Alif lembali. "Buktinya eyang cepat sadar kan setelah Alifah datang?"

"Iya sayang. Eyang percaya kok hanya dengan melihat wajahnya, eyang yakin dia cucu teman eyang" bujuk eyang meyakinkan.

"Ya sudah mama ngantar Alifah ke rumah dulu. Kita gantian kalau mama kembali" kata mamanya lalu meninggalkan mereka setelah memberikan kecupan.

***

Seminggu telah berlalu, sekarang eyang sudah kembali kerumah dalam keadaan semakin membaik. Ternyata janji menantunya tak di biarkan oleh dokter. Dia harus memantau kondisi bu Melati di Rumah sakit dan melarang mengobservasi di rumah. Dan Alif senang tiasa menjaganya tanpa pulang kerumah. Seragam dan bukunya turut di angkut menemaninya di rumah sakit. Dan sampai di rumah alangkah kagetnya ternyata mamanya menyiapkan kamar si Gadis Palsu tepat bersebrangan dengar kamarnya.

Saat Alifah hendak keluar kamar tiba tiba pintu kamarnya terbuka secara keras tampa ketukan. Belum selesai rasa kagetnya sosok yang di hindarinya selama ini muncul dengan tampang dinginnya. Sontak Alifah berhambur ke pintu untuk menghindari Alif, apalagi mereka hanya berdua dalam kamar, sementara Mawar tidur siang dengan nyenyaknya. Tapi sayang tiba tiba Alif mengunci pintu kamar yang membuat mata Alifah melotot tajam.

"Kenapa kamu di sini?? Saya tidak punya urusan denganmu" serang Alifah dengan tatapan tajam. Kentara sekali jika dia tak suka keberadaan Alif di kamarnya.

"Tapi sayangnya saya punya urusan denganmu" balas Alif santai sambil melipat tangannya di dada.

"Kita bicarakan di luar" Alifah mulai gelisah. Sungguh mereka tidak boleh berduaan dalam kamar. Mereka bukan Mahrom.

"Kenapa harus di luar?? Takut??" Tanya Alif meremehkan.

"Sama sekali tidak!" Jawab Alifah tenang. "Kenapa mesti takut jika saya bisa mematahkan tanganmu" sambungnya sombong.

"Wah..sombong sekali" kata Alif berdecak jengkel. Darahnya mendidih. Andai bisa ia ingin sekali memcekikk Alifah. Iya, gadis ini ancaman baginya. Ancaman karena bisa jadi dia tidak bisa bersama Alifah sahabatnya lagi. Jadi dia mesti memberinya peringatan.

"Minggir!" Perintah Alifah ketus. Sungguh ia sangat ingin mencolok mata Alif karena sedari tadi tatapan Alif menusuk jantungnya. Di tatap seperti menimbulkan detak jantungnya tidak dalam batas normal, dan menimbulkan semburat merah di pipinya. Yang tidak berhasil ia sembunyikan

"Aku ingin bicara sesuatu"

"Ingin melanjutkan pembicaraan yang di rumah sakit??" Tebak Alifah " Bukankah sudah ku katakan jika kamu belum percaya, ya sudah cari bukti. Dengan begitu kamu bisa menedangku dari sini" sambung Alifah dengan sinis.

"Hanya sebentar..."

"Persingkat!!" Potong Alifah. Tatapannya tak sekalipun menatap Alif, sehingga Alif makin jengkel dengan sikap Alifah karena merasa tidak di anggap ada.

Lama Alifah menunggu tapi Alif belum bersuara. Dengan gesit Alifah menyambar gagang pintu yang ada di belakang Alif, tetapi kecepatan tangan Alif lebih cepat dari tangannya.

Alifah mendengus "Minggir jika kamu tidak jadi bicara!"

"Apa betul foto itu punya kamu?"

Alifah hanya diam tidak menjawab.

"Asal kami tau, lipatan foto kamu sama dengan lipatan yang ada di foto saya. Saya heran apa itu suatu kebetulan? Kok bisa begitu sama lipatannya, Ya?" Pancing Alif sambil memperhatikan ekspresi wajah lawan bicaranya. "Dan yang lebih mengejutkan lagi, foto saya hilang." Kata kata terakhir Alif memberikan respon terkejut di wajah Alifah, tapi hanya sebentar. Tetapi Alif sempat menangkapnya. "Benar benar kebetulan kah?"

"Kamu menuduhku?" Pertanyaan Alifah membuat Alif tersentak. Pikirnya Alifah sama sekali tidak terganggu dengan pernyataan Alif.

"Oh bukan. Hanya saja saya berfikir..yah mungkin kita memang berjodoh ya, karena lipatan kita saja sama." Goda Alif. Tapi itu sindiran menurut Alifah.

"Terserah kalau kamu menganggapnya seperti itu." Balas Alifah cuek. "Bisa kamu keluar kalau kamu sudah bicara?"

"Apa kamu senang jika kita di jodohkan? Apa kamu senang jika kita menikah di usia muda? Apa kamu tidak keberatan jika kita di jodohkan?" Demo Alif dengan pertanyaan yang membuat Alifah sakit kepala. Lagi lagi dia kaget, syok.

"Maksud kamu apa?"

"Kamu tidak tau jika kita akan menikah setelah kehadiran kamu?." Tanya Alif tidak percaya dengan pertanyaan Alifah yang terdengar pura pura tidak tau dengan rencana eyangnya. Alifah hanya menggeleng yang membuat Alif semakin murka.'pembohong'pikir Alif.

"Dengar, eyangku dengan eyangmu menjodohkan kita sedari kecil. Bahkan sebelum kita lahir di dunia ini. Mereka berjanji jika kedua orang tua kita melahirkan jenis kelamin yang berbeda maka otomatis rencanya akan di wujudkan. Sekarang kamu faham?. Jadi saya tanya kamu...apa kamu senang?" Yang di tanya hanya diam. Kali ini ia menatap Alif dengan melotot tajam. Pastinya kaget. Hatinya terus menjerit 'tidak. Dia tidak boleh menikah. Pokoknya tidak boleh!!'

"Jangan pura pura polos. Itu menjijikkan. Saya tau kamu bohong kan, dengan kamu memiliki foto yang sama dengan yang aku punya, saya akan percaya begitu?? Jangan harap!!.Atau kamu yang..."

"Saya tidak mengambil foto kamu" sanggah Alifah seakan tau apa yang akan di tuduhkan Alif terhadapnya.

"Kamu benar. Tidak mungkin kamu yang mengambilnya. Tapi seseorang memberikannya padamu. Dengar saya akan membuktikan jika kamu palsu" tuduh Alif.

"Akkhhhh" terak Alif meringis saat di rasa tulang keringnya berdenyut nyeri karena Alifah menendangnya dengan kekuatan penuh." Kamu...!!!"

"Jangan menuduhku. Sudah kukatakan cari bukti. Saya tunggu hari itu." Kata Alifah bersunggu sungguh.

Kali ini ia bisa keluar karena Alif sudah tidak memegang gagang pintu. Fokusnya pada bitisnya yang sakit. Tapi ketika ia membuka pintu, asisten rumah tangga Alif menghalangi langkahnya. Segera ia menarik pintu kamarnya agar kembali tertutup. Tentu saja menyembunyikan Alif yang ada dalam kamarnya. Dia tidak mau di tuduh macam macam. Tapi sayang suara gubrakan pintu dari dalam tidak bisa menyembunyikan Alif.

Duk duk duk "Woee Alifah buka pintunya. Jangan di tahan !!" Teriak Alif dari dalam.

"Aden di dalam ya non??" Tanya mbok Sumi dengan bingung.

Alifah menelan air liurnya sendiri. Dengan canggung Alifah kembali membuka pintunya membiarkan Alif keluar. Dan alangkah kagetnya si embok Sumi setelah melihat tuan mudanya keluar dari kamar seorang gadis. Pikiranya berkelana menyimpulkan sesuatu.

"Jadi..."

"Iiniii enggak seperti yang mbok bayangkan kok. Sungguh". Panik Alifah. Rasanya ia ingin menangis melihat tatapan mbok Sumi padanya. Sementara Alif ingin meledakkan tawanya melihat kepanikan Alifah. Sangat lucu dan menggemaskan.

"Itu neng. Nyonya panggil eneng sama aden makan siang" kata mbok Sumi. Tatapnnya belum berubah sehingga membuat Alifah meringis.

"Mbok, Alifah sama Alif enggak macam macam kok. Kami hanya..." Alifah bingung mau menjelaskan seperti apa. Otaknya blenk. Dan secara sadar ia kembali menendang kaki Alif agar membantunya bicara jangan cuma diam menyembunyikan cengirannya. Tapi sayang sasarannya meleset karena Alif dengan sigat menghindar.

"Kalo begitu mbok turun duluan ya neng" kata si embok. Alifah meringis melihat ekspresi si embok.

"Embok tidak boleh berfikiran macam macam pada kami." bela Alif melegakan Aliafah. Tapi...

"Alifah..tadi kamu sangat luar biasa" kata Alif sambil mengedipkan matanya. Lalu berlalu begitu saja. Dan sontak saja Mbok Sumi melotot. Dan Alifah hampir pingsan. Sikap Alif seolah membenarkan apa yang ada di benak Mbok Sumi.

Mbom Sumi mengikuti Alif. Meninggalkan Alifah yamg shok atas sikap Alif. Tapi dia masih sempat mendengar Mbok Sumi menggeleng dan berkata " kelakuan anak muda jaman sekarang. Lebih parah lagi dia itu berjilbab besar tapi kelakuan tak mencerminkan wanita muslimah". Mendengar itu Alifah ingin meraung meraung. Dia sangat ini melenyapkan kepala Alif dari lehernya, andai membunuh itu legal sudah pasti dia lakukan.

***

Dalam kamar eyang, Alif sedang khusyuk memijit kaki eyangnya.

"Alif, apa eyang boleh meminta sesuatu?"

Deg. Pertanyaan eyangnya membuat jantung Alif hampir melompat. Apakah ini saatnya ia mengalah pada eyangnya. Dan melepas Alifah sahabatnya.

"Iya eyang boleh"

"Kamu mau ya, memikah dengan Alifa"

"Kenapa eyang seyakin itu jika Alifah adalah cucu teman eyang. Bisa jadikan bukan dia eyang."

"Sebenarnya wajah Alifah mirip sekali dengan mendiang teman eyang. Makanya eyang sangat percaya dia, walaupun tanpa foto itu sebagai buktinya. Kalaupun dia bukan cucu teman eyang, bukankah dia gadis yang baik? Gadis yang pantas jadi istrimu. Dia gadis sholeha, pasti dia akan taat pada suami. Dan tentu saja jika jadi sosok ibu, maka anaknya pasti mengidolakannya."

Penjelasan eyangnya membuat Alif tidak bisa berkutik apalagi membantah. Ya benar, walaupun Alifah bukanlah gadis itu, tapi dia sangat cocok jadi kandidat istri yang sempurna. Dia sholeha, siapa yang akan menolaknya. Bukankah itu idaman. Bohong jika Alif tidak tertarik. Selain sholeha Alifah juga gadis yang briliant dengan kecerdasan otaknya. Yang jelas Alifah gadis yang mahal. Tapi bagimana dengan Alifah? Sahabatnya..bagimana mungkin ia tega menghianatinya. Ia pernah berjanji, jika kelak mencari istri Alifah sahabatnyalah yang akan yang ia nikahi. Bukan yang lain.

Sentuhan tangan eyangnya menyadarkan Aif. Alif tersemyum tulus menambah kadar ketampanannya. "Apa nenek sudah melamarnya untuk Alif?" Tanya Alif yang membuat senyum eyangnya lebar, hingga gigi putihnya yang terawat terlihat.

"Iya. Nenek akan lamarkan segera"Balas neneknya berbinar.

Setelah neneknya tidur di iringin pijatan Alif, dia kembali ke kamarnya. Setelah itu di menghubungi seseorang.

"Saya sudah mengirim datanya. Tolong carikan info tentang dia" perintah Alif pada orang yang di telponnya. "Terima kasih pak. Saya tunggu kabarnya. Dan saya harap kabarnya tidak akan lama" sambungnya sebelum mematikan telpon selulernya.

"Alifah saya akan buktikan kalau kamu itu palsu" kata Alif geram. Genggapan pada telponnya mengetat. Dan rahangnya ikut meneras pertanda amarahnya sampai ke ubun ubun.