webnovel

Aku dan Suamiku

Warning! Mature content! "Seperti Sha, sahabatku yang menikah sangat muda, aku pun sama. Menikah di usia 16 tahun. Bahkan aku telah menikah dua tahun lebih dulu darinya. Bedanya kalau sahabatku itu suaminya selalu standby 24 jam di sampingnya, aku tidak. Bahkan saat ini aku tak tahu dimana suamiku itu berada. Dia meninggalkanku seminggu setelah menikahiku. Hanya dua kali aku melihat wajahnya. Tapi, bukan itu masalahnya. Kalian harus tahu apa yang dilakukannya padaku setelah dia kembali. So guys, read my story with my husband, if you really want to know!

Sinnadwi · perkotaan
Peringkat tidak cukup
53 Chs

Part 7.1 Dia Mengajakku Tidur

"Hannah! Kenapa kau lama sekali? Apa yang kau lakukan di sana?"

 

Aku tergeragap bangun. Bagaimana ini? Harusnya dia sudah tidurkan? Apa dia menungguku?

 

"Cepat keluar!"

 

Jawab tidak? Jawab tidak?

 

"Hannah?"

 

"I-iya! Iya! Sebentar lagi."

 

Aduh, bagaimana ini? Tuhan, tolong hambamu ini Tuhan.

 

"Mandi apa kau? Lama sekali?"

 

"Iya, ini sudah selesai!"

 

Tanpa pikir panjang, aku keluar hanya dengan menggunakan bathrobe di tubuhku. Di sana, dia duduk bersandar di atas ranjang. Mengamatiku dari atas sampai ba-wah. Membuat tubuhku meremang ditatap seperti itu.

 

"Kemari!"

 

Perlahan, aku berjalan ke arahnya. Merapatkan bathrobe yang tiba-tiba terasa sangat pendek dan tipis. Aku seperti di telanjangi. Well, memang sebenarnya aku telanjang di balik kain ini. Hal gila macam apa ini.

 

Dia menggeser duduknya dan membukakan selimut di sebelahnya. Untukku mungkin. Lalu, aku duduk di tepi ranjang. Membelakanginya.

 

"Tidurlah."

 

Kurasakan ranjangnya bergoyang. Dia telah merebah-kan tubuhnya. Terlentang menghadap langit-langit. Sambil merapikan bathrobe, aku mulai membaringkan diri. Me-nyamping membelakaninya di ujung tepi tempat tidur. Semoga saja aku tidak tergelincir nanti.

 

"Kau bisa jatuh kalau tidur di tepi seperti itu. Apa kau takut padaku?"

 

"Eh? Ti-tidak."

 

"Maka mendekatlah."

 

"Apa?"

 

Tak ada jawaban. Saat aku menoleh ke belakang, tiba-tiba saja tubuhku ditarik mendekat olehnya.

 

"Jangan jauh-jauh. Aku bukan kuman yang harus kau jauhi!"

 

Aku menelan ludah yang tiba-tiba banjir di mulutku. Kurasakan dadanya menempel di punggungku. Posisi kami sangat dekat dan rawan. Bokongku tepat berada di perut-nya. Sedangkan kedua tangannya melingkar rapat di perut-ku. Naik sedikit, tangan itu akan sampai pada buah dada telanjangku. Lagi, aku menelan ludah. Jantungku sudah bertalu tiada henti. Tubuhku kaku dan meremang di waktu yang sama.

 

Setelah lima tahun, hari ini pertama kali aku bertemu dengannya. Dan, apakah wajar jika hubungan kita seintim ini di pertemuan pertama? Aku tak tau apapun tentangnya, dan kurasa sebaliknya. Memang terkadang aku memba-yangkan saat seperti ini. Dipeluk suamiku sendiri dan bermesraan dengannya. Tapi tidak secepat ini. Aku belum siap. Bukankah harusnya kita saling mengenal dulu? Dari hati ke hati?

 

Aduh, aku bias mati muda kalau begini.

 

"Apa kau sudah tidur?"

 

"Hmm... Be-lum."

 

"Jantungmu berdetak kencang."

 

Sialan!

 

Aku kehabisan kata. Tanganya tiba-tiba naik dan menyentuh dadaku. Menekannya dan merasakan jantungku yang semakin menggila.

 

"Kenapa?"

 

"Me-nurutmu?"

 

"Apa aku bisa melakukannya sekarang?"

 

Seketika tubuhku menegang. Jangan katakan padaku maksud dari 'melakukannya' itu adalah 'itu' dalam pikiranku. Ya Tuhan! Jantungku sudah mau meledak saja, saking cepatnya dia berdetak.

 

"Bagaimana?" tanyanya diikuti dengan tangannya yang turun, menangkup sebelah dadaku yang tanpa penyangga. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Tubuhku seperti terpatri dalam ikatannya. Tak bisa bergerak. Hanya mataku yang bisa memperhatikan gerakan tangannya. Meremas pelan dadaku, lalu mengusap dengan jempolnya. Membuat seluruh tubuhku meremang, dan sesuatu berdesir di bawah sana.

 

"Mm-maksudnya?"

 

"Aku tahu benar, kau mengerti maksudku!"

 

"Sudah larut. Bukankah seharusnya kita tidur? Besok... Besok saya harus kuliah pagi. Saya mengantuk."

 

"Hmm... Baiklah. Aku suka aromamu."

 

Aku bernafas lega, beruntung aku mengatakannya dengan baik. Sebentar lagi subuh, dan aku harus tidur. Tapi rasanya susah jika posisiku seperti ini.

 

"Berbaliklah!"

 

Belum sempat aku berbalik, tangannya sudah menarik-ku dan membuatku berbalik menghadapnya. Membuat wajahku berhadapan langsung dengan kulitnya. Lebih te-patnya menempel di dada telanjangnya. Ah, aku kenyang dengan ludahku sendiri.

 

Tangannya menyingkap bathrobe di bagian pundakku, lalu mengecupnya lama. Membuatku berhenti bernafas merasakan sengatannya. "Tidurlah." katanya menutup kembali pundakku, menaikkan selimut sampai leherku, dan memelukku kuat. Kaki dan tangannya erat membelit tubuh-ku di bawah selimut.

 

Aku hanya bisa berdoa, semoga aku bangun pagi dengan selamat. Dan, semoga jantungku selalu sehat dan bekerja dengan normal.

 

----------

-tbc