webnovel

Aku Adalah Hujan

[Romance dengan sedikit magical realism. Dikemas unik, bertabur quote, manis dan agak prosais. Hati-hati baper, ya. Hehe] Kamu percaya tentang malaikat di bawah hujan? Malaikat itu menjelma perempuan bermata teduh, membawa payung dan suka menulis sesuatu di bukunya. Lalu, ini istimewanya. Ia membawa payung bukan untuk menjemput seseorang. Namun, akan memberikan payung itu sebagai tanda rahmat. Terutama untuk mereka yang tulus hati. Siapa yang mendapatkan naungan dari payung itu, ia akan mendapatkan keteduhan cinta sejati. Kamu percaya? Mari membaca. Selamat hujan-hujanan. Eh, kamu masih penasaran siapa dia? "Aku adalah Hujan. Yang percaya dibalik hujan memiliki beribu keajaiban. Aku akan lebih menagih diri berbuat baik untuk orang lain. Pun, mendamaikan setiap pasangan yang bertengkar di bumi ini. Demikian keindahan cinta bekerja, bukan?" Gumam Ayya, perempuan berbaju navy yang membawa payung hitam itu. Ayya tak lagi mempercayai keajaiban cinta. Tepat ketika dikecewakan berkali-kali oleh Aksa. Ia memutuskan lebih berbuat baik pada orang lain. Impiannya adalah bisa seperti malaikat di bawah hujan. Yang sibuk memberi keteduhan, meskipun mendapat celaan. Sejak itu, ia menjuluki dirinya sebagai "Hujan" Sebuah bacaan tentang perjalanan cinta, pergulakan batin, pencarian jati diri, dan apa-apa yang disebut muara cinta sejati. Tidak hanya romansa sepasang kekasih. Baca aja dulu, komentar belakangan. Selamat membaca.

Ana_Oshibana · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
194 Chs

Part 102 - Akhirnya.... Pindahan, Bro!

POV Oki

Aku sampai di halaman rumah Wahyu. Dia sudah berdiri di depan rumahnya. Seolah menantiku.

"Eh, kemana aja, kok agak lama?" Sapanya.

"Tadi beli sarapan dulu."

"Di Wulan, ya?"

"Ouh, iya. Di Ibunya Wulan."

"Kok bisa paham gitu?"

"Gakpapa, nebak aja."

"Ah, pasti dulu langganan di sana, ya?" Aku berusaha memancingnya untuk cerita.

"Iya dulu sempet. Tapi semenjak Ibu sudah biasa masak sendiri, jadi gak beli lagi deh."

"Udah, cuma itu?" Kembali kupancing ia cerita.

"Trus?"

"Ya apa gitu."

"Apaan si. Hayukk, masuk dulu. Mau sarapan 'kan?"

"Tapi aku bawa makanan, gimana?"

"Kebetulan Ibu dan Bapak pergi tadi. Ada keperluan."

"Ouh, jadi lo tadi di depan nunggu sarapan yah?"

"Apaan sih. Bentar ya. Tak ambilkan minum." Wahyu pergi ke dapur.

Aku duduk di tempat makan seperti kemarin. Ya, sebuah tempat makan yang sama saat bersama orangtua Wahyu.

"Motornya baru nih." Wahyu kembali dengan segelas air putih dan teh anget.

"Haha nggak. Dikirim dari kampung. Biasa."

Bab Terkunci

Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com