webnovel

Ai No Koe (Suara Cinta)

Ai No Koe "Voice of Love" Okino Kaito, remaja yang kehilangan seseorang yang sangat berharga baginya. Ame (hujan) gadis yang ia temui di musim panas hari itu lenyap dari dunia ini. Walau hanya satu bulan mereka bersama, tapi cinta bisa tumbuh kapan saja. Sampai saat Ame meninggalkan dunia ini. Kaito seakan kehilangan hujan semangat nya. Dua tahun kemudian ia bertemu dengan gadis misterius yang tak mau berbicara sama sekali. Entah kenapa takdir membuat Kaito tertarik pada gadis itu. Hari demi hari Kaito lalui, mimpi mimpi aneh mulai menghantui nya. Potongan potongan mimpi itu memberi sebuah petunjuk pada Kaito. Kenapa Kaito selalu bermimpi aneh?

OkinoKazura · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
114 Chs

Chapter 49

Kaito

"Senpai senpai ... bangun oi", suara Ame yang tiba tiba terdengar di telinga ku.

Aku membuka mata ku, rak buku besar yang berbaris rapi. Jam dinding tepat di atas pintu keluar. Kursi dan meja panjang berwarna putih. Tak salah lagi, ini adalah perpustakaan kota.

Aku tak pernah melupakan bau khas kertas buku dan suara gesekan kertas ini. Ini adalah suasana tiga tahun lalu.

Tapi aneh nya, di perpustakaan ini hanya ada aku dan Ame yang duduk berdampingan. Suara jam dinding begitu terdengar jelas. Aku yakin ini pasti mimpi. Tapi entah kenapa aku merasa sadar dan hidup di sini.

"Kenapa?", sahut ku.

"Apa senpai merasa ada yang aneh?", ujar nya memperhatikan sekeliling.

Ame, apa kau hidup lagi?

Apa kau terkurung di dalam hati ku?

Kenapa Tuhan memberi waktu lebih untuk ku bertemu dengan nya? ...

Yang harusnya dapat waktu lebih adalah Ame ...

Seharusnya dia dapat waktu lebih untuk hidup Tuhan ...

Tukar saja nyawa ku bila perlu ...

"Ame ... gak ada yang aneh kok ...", sahut ku.

"Ame?, apa aku boleh memegang tangan mu?", pinta ku.

"Boleh, tapi kenapa?", kata nya sembari mengulurkan tangan kanan nya.

"Gak papa kok cuma penasaran ...", ucap ku.

Aku sempat bimbang untuk menggenggam tangan nya. Aku sedikit takut bila tiba tiba aku kembali bangun ke dunia nyata ku.

"Kamu memang Ame kan?", tanya ku terkejut saat aku berhasil menggenggam tangan nya.

"Apa-an sih senpai?, mau coba adegan buat novel ya?", tanya nya tak mengerti apa yang ku lakukan.

Terserah apa kata mu ...

Tangan kecil nya ini, aku bisa benar benar merasakan nya. Tangan yang selama ini ingin aku genggam. Aku bisa merasakan nya. Kau benar benar hidup Ame.

"Makasih ya Ame ...", ucap ku memejamkan kedua mata ku.

"Untuk apa senpai?", tanya nya bingung.

"Untuk semua nya ..."

Terima kasih ...

Terima kasih telah bertemu dengan ku ...

Terima kasih telah berada di sisi ku ...

Terima kasih telah memberiku tujuan hidup ...

Terima kasih untuk segala nya ...

Tanpa sadar aku meneteskan air mata ku.

"Se-senpai?!, kok nangis?", tanya nya bingung dan panik.

"Oh ... mana ada", ucap ku mengelak sembari mengusap air mata dengan lengan seragam SMP ku.

"Tu kan, senpai ikut ikutan aneh", ujar nya dengan wajah kesal.

"Senpai ga suki"

(Aku suka kamu senior)

Ha?! Tunggu?!!

Tok tok tok ...

"Kak ... bangun!!! Sekolah oii", Seru Hanabi sembari mengetuk pintu kamar ku dari luar.

Benar saja, aku kembali ke dunia nyataku. Aku membuka kedua mata ku perlahan.

"Ya iya ... lima menit lagi", teriak ku kembali menutup ke dua mata ku.

Tanpa sadar aku kembali tertidur.

"Senpai ... dia yang tak bisa bicara dalam bahaya ..."

Karena suara Ame aku terkejut dan terbangun dengan nafas yang memburu. Jantung berdetak sangat kencang entah kenapa.

Dia ... dia yang tak bisa bicara?

Ai maksud nya?

Jangan bercanda lah ...

Aku segera bangkit dari ranjang ku lalu bergegas mandi dan memakai seragam ku dengan rapi. Aku berlari menuruni tangga dengan ransel yang sudah ku gendong di punggung ku.

Dengan cepat aku segera memakai sepatu sekolah ku yang ku letakan di rak sepatu di dekat pintu keluar rumah.

"Kak? Gak sarapan?", tanya Hanabi dari ruang makan.

"Kakak gak laper ... kakak pamit ya Hanabi", ucap ku pamit seraya membuka pintu depan rumah.

"Tumben pamit ... dasar aneh!", ejek Hanabi.

Tanpa menghiraukan nya aku segera melangkah menuju sekolah. Aku mempercepat langkah ku karena aku semakin khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk dengan Ai.

Sesampai nya di gerbang sekolah, semua mata murid murid yang berada di lapangan maupun yang baru datang seperti ku tertuju ke arah jendela lantai dua gedung sekolah yang terbuka lebar.

Ternyata Ai sedang di bully oleh anak kelas tiga. Aku mengenal gadis itu. Dia juga yang sebelum nya masuk ke kelas dan hampir berkelahi dengan ku. Kata pak Kakegawa, nama nya Saki.

Aku tak begitu mendengar jelas apa yang dikatakan Saki untuk menjatuhkan harga diri Ai. Aku segera melangkah masuk ke gedung sekolah. Tanpa pikir panjang aku segera menaiki tangga ke lantai dua.

Sebelum aku menghampiri Ai, terdengar suara teriakan dari para murid lain yang berada di lapangan.

Ternyata Ai didorong oleh Saki hingga Ai keluar dari jendela lantai dua sekolah. Ai hanya bisa menggantung dengan tangan kanan nya menggenggam besi yang ada tepat di bawah jendela. Tanpa pikir panjang aku segera berlari menuju jendela itu.

"Ai?! Apa kau baik baik saja?", ucap ku mengulurkan tangan dari dalam jendela sekolah.

Ai menggapai tangan ku dengan tangan kiri nya. Aku berusaha sekuat tenaga untuk menarik nya kembali masuk ke jendela. Nyawa Ai dalam bahaya, tapi hanya aku seorang diri yang berusaha menyelamatkan nya.

Murid lain malah hanya melihat bahkan mereka merekam kami demgan ponsel mereka. Semakin aku berusaha untuk menarik Ai. Aku semakin yakin bahwa aku tak kuat menahan genggaman tangan nya lebih lama.

Tolong lah ... sekali ini saja ...

Berikan aku kekuatan ...

Jika tidak bisa ...

Tukar saja nyawa ku dengan nya ...

Aku memutuskan untuk menarik nya dengan sekali tarikan yang kuat dan cepat. Aku menarik nafas lalu menarik nya dengan cepat. Ai berhasil kembali masuk ke dalam. Tapi aku malah terlempar keluar karena terpeleset.

Aku pun terjatuh dari jendela lantai dua gedung sekolah. Aku hanya bisa pasrah menunggu tubuh ku menghantam tanah.

Bruk ...

"Kaitooo!!!!"

"Seseorang panggil ambulans!!"

"Apa?! Kaito jatuh?!!"