webnovel

A GIRL WHO LOVES A MAN IN A DREAM

“ bagaimana jika rantai yang telah bertahun-tahun menyegel hatimu tiba-tiba hancur akan seseorang yang terasa nyata untukmu tapi tidak untuk duniamu? “ “ apa yang harus aku lakukan sekarang, saat aku terbangun dari tidurku mendapatkanku berada dalam ruangan yang sama seperti sebelumnya, fisik yang sama seperti sebelumnya tapi tidak dengan hatiku yang terasa sangat sesak” Aku tersadar akan itu dan berlari keluar ruangan, mencarimu disetiap sudut tempat dan tak menemukanmu, kenyataan itulah yang membuatku terpuruk akan perasaanku yang terasa sangat nyata ini. “ menyadari bahwa kau tidak berada didunia yang sama sepertiku membuat rantai itu kembali menjalar dan menyegel hatiku seperti dulu” Aku menoleh ke cermin yang berada di sampingku, dan tanpa sadar air mataku keluar saat aku melihat bayanganku sendiri, mulai memeluk tubuhku sendiri, terduduk di lantai dan menangis hingga tersedu-sedu. “oh, ini terlalu…”

Hana_Hiromi · Fantasi
Peringkat tidak cukup
4 Chs

Sosok Yang Dirindukan

Aku terbangun dari tidurku, melihat ke setiap sisi kamarku dan lagi-lagi masih dikamar yang sama.

"masih mimpi…" ucapku pelan sambil menutup wajahku dengan bantal.

"kenapa aku masih dikamar ini…" batinku.

Ku menoleh ke jendela kamarku dan ternyata langit sudah gelap, dan waktu menunjukan pukul 21.58 malam.

"percuma aku memikirkannya, ayo mandi dan melanjutkan aktivitas seperti biasanya" ucapku pada diri sendiri dan bergegas dari tempat tidurku untuk mandi.

Cklek! (suara pintu yang ditutup)

"tidak ada waktu untuk memikirkan situasi saat ini, sekarang mari kita nikmati keadaan sekarang" ucapku pada diri sendiri.

Prinsipku "semua masalah pasti ada jalan keluarnya, jika tidak ada jalan keluarnya maka nikmati masalah itu hingga dia lelah dan selesai dengan sendirinya yang dalam artian akan terlupakan"

"karena sudah jam segini, lebih baik aku nonton" ucapku sambil berjalan ke meja belajarku dan mengambil laptopku, dan mematikan lampu.

"kata Reina, besok kuliah apa aku punya tugas?" batinku.

"mari lupakan soal itu!" tegasku dan langsung mengscroll anime-anime yang ada di layar.

Aku mulai menonton, dan sesekali menoleh ke layar telepon genggamku, berharap ada notifikasi chat karena ini alam mimpi, mungkin saja mempunyai perubahan seperti notifikasi chat hehehe.

"berharap itu tidak baik untuk kondisi jantung hiks..hiks…" ucapku penuh drama.

Aku mulai terbawa suasana, dan serius pada anime yang aku tonton…

22.40

"sanji, apa yang kamu lakukan pada suamiku hiks…hiks…hiks…"

23.31

"Luffy-kun gambare!"

01.30

"cih! AKU IRI!!!"

03.00

"HAHAHAHAH"

KRRRRIING!!! KRRRRIING!!! KRRRIING!!! KRRRIING!!!

"WAH! Jantungku hampir copot…" celetukku saat alarmku tiba-tiba berbunyi.

Hening~

"sudah pagi…" ucapku pelan dengan ekspresi tak terduga, karena langit yang kulihat baru beberapa waktu yang lalu gelap telah berubah menjadi langit biru yang cerah.

"ku-kurasa baru beberapa waktu yang lalu langit itu gelap kenapa sangat cepat dia menjadi terang" batinku, sambil bergegas dari tempat tidurku.

Tit…tit…tit…(suara tombol yang dipencet)

Tiba-tiba terdengar suara tombol yang dipencet yang berasal pintu kamarku.

Cklek! ( suara pintu yang dibuka)

"sudah kuduga kamu nonton sampai pagi lagi! " bentak perempuan bernama Reina itu sambil berjalan kearahku.

"eh? Kenapa dia datang lagi…" batinku mengeluh.

"kenapa kamu datang lagi?" tanyaku.

"apa-apaan ekspresi polos itu? Kemarin kamu lupa siapa aku, sekarang kamu tanya kenapa aku bisa datang lagi?" ketus Reina sambil memegang pipiku dan menatap wajahku dengan ekspresi marah.

"aku sungguh tidak mengenalmu" batinku.

"wajahmu seperti orang jepang asli" ucapku tanpa sadar.

"eh?"

"eh?" ikut Reina dengan ekspresi yang langsung berubah heran.

"apa maksudmu Aina?" tanyanya, sambil menurunkan tangannya dari pipiku.

"ha?" aku masih saja melongo heran dengan apa yang baru saja terjadi.

"aku blasteran jepang Indonesia, apa kamu lupa itu juga?" jelasnya dengan ekspresi yang tidak bisa aku artikan lagi.

Hening~

Aku terdiam seribu bahasa, entah apa lagi yang harus aku katakan.

"a-apa yang terjadi dengan kamu kemarin Aina?" tanyanya dengan ekspresi yang berubah khawatir.

Spontan Reina langsung mengambil telepon genggamnya dan mulai mengetik.

"apa yang akan dia lakukan?" batinku bertanya-tanya saat dia mulai menaruh telepon genggamnya di telinga, seperti akan menelefon seseorang.

"kamu duduk dulu" katanya sambil mendorongku dan terduduk di kursi.

"PAMAN! AINA SEPERTINYA HABIS JATUH DARI LANTAI DELAPAN, DIA MULAI MELUPAKANKU!" jelasnya dengan suara tinggi dan langsung mematikan teleponnya.

"paman?" tanyaku.

"ha?! Kamu bahkan melupakan paman?! Ayahmu sendiri?!" tanyanya dengan ekspresi penuh tanda tanya dan terkejut.

"mau bagaimana lagi, ini alam mimpi tentu saja, semua yang aku lihat semua sangat asing…" batinku, dan langsung memalingkan wajahku dari pandangan Reina.

Tok…tok…tok…(suara ketukan pintu)

"oh paman sudah datang, kamu jangan bergerak!" perintahnya dan langsung bergegas membuka pintu, untuk paman yang katanya Ayahku itu.

Aku tetap di kursiku seperti apa yang Reina perintahkan sambil menunggu mereka.

"bu-bukankah ini seperti anime tema reinkernasi?! HAAA??! " batinku terkejut.

Aku mulai tersenyum malu, dan menutup wajahku dengan kedua tanganku.

"a-apakah ini isekai?" batinku, yang sepertinya sudah mulai gila.

"huuuss! Sadar Aina!" batinku tegas.

Tap…tap…tap…(suara langkah kaki)

Suara langkah kaki mereka mulai terdengar dan muncul seorang laki-laki yang sepertinya lebih tua beberapa tahun dariku berjalan dengan terburu-buru kearahku.

"Aina!! Apa kamu benar jatuh?"

"apa yang luka?"

"mana yang sakit?" tanya laki-laki tua itu dengan ekspresi yang sangat khawatir, sambil meraba-raba kepalaku untuk memastikan apa aku terluka atau tidak.

"hm? Perasaan sesak apa ini?" batinku, saat tangan lelaki tua itu menyentuh kepalaku.

Aku masih terdiam, sambil melihatnya yang masih sibuk meraba-raba kepala,tangan, dan kakiku.

Sesekali aku melihat kearah Reina yang menatapku dengan ekspresi khawatirnya dan air mata yang sudah siap-siap tumpah dari pelupuk matanya.

"Aina"

"Aina!"

"AINA!" panggil lelaki tua itu dengan suara yang tinggi, hingga membuatku terbangun dari lamunanku.

"ha? Aku baik-baik saja" jawabku spontan.

"siapa lelaki ini?" batinku bertanya-tanya.

"dia bukan ayahku…" batinku.

"ini ayah, apa kamu lupa pada ayah juga?" tanya lelaki tua itu dengan ekspresi sedih.

"a-ayah?" batinku.

"ayah? Didunia nyata ayah tidak pernah memperhatikanku apa lagi sampai khawatir padaku" batinku. Aku langsung tertunduk dan memejamkan mataku.

"apa aku bisa mendapatkan kasih sayang seorang ayah didunia yang tak nyata ini?" batinku, sambil menggiigit bibirku menahan tangis.

Aku perlahan-lahan mengangkat kepalaku, dan betapa terkejutnya aku…

"tatapan hangat apa itu…" batinku, saat melihat lelaki tua itu menatapku dengan tatapan yang membuat hatiku begitu tersentuh.

"kenapa kau menatapku dengan tatapan seperti itu? Mata sayu yang mengartikan banyak sekali kesedihan yang kau pikul" batinku.

Aku tertunduk kembali, karena tidak sanggup menatap mata lelaki tua itu.

"a-ay-ayah…" panggilku dengan suara yang gemetar sambil mengangkat kepalaku yang langsung mataku dan mata lelaki tua itu bertemu.

Spontan air mata yang sudah kutahan dari tadi langsung keluar begitu saja membasahi pipiku.

"a-ayah…" panggilku lagi tanpa mengalihkan pandanganku darinya.

"kamu kenapa Aina?" tanya ayah yang tampak sangat khawatir.

"ayah bolehkah aku memelukmu?" tanyaku dengan suara yang gemetar.

"boleh sayang, sejak kapan ayah menolak pelukanmu" jawab ayah yang langsung memelukku dengan erat.

Aku langsung menangis tersedu-sedu, seakan tubuhku langsung hancur lebur dalam pelukannya.

"ayah…" panggilku dengan tangis yang tidak bisa berhenti.

"setidaknya sekali saja, sekali saja biarkan mimpi ini terus berjalan…" batinku.

"aku sangat menginginkan sosok ini…" batinku.

"Aina"

"Aina!"

"eh, suara ayah mulai menghilang, kenapa? Padahal aku baru saja ingin mimpi ini berjalan lebih lama…" batinku, pandanganku tiba-tiba saja mulai gelap, suara ayah dan Reinapun mulai hilang dari pendengaranku.

"Reina, sebenarnya apa yang terjadi?"

"Aina…"

"hm, aku mendengar suara ayah dan Reina…" batinku, saat telingaku mulai kembali mendengar suara ayah dan Reina.

"a-ayah…" panggilku dengan suara yang kecil.

"AINA…" panggil ayah yang langsung menggenggam tanganku.

"apa aku masih dalam alam mimpi?" batinku.

Aku mulai menoleh ke kiri, kanan, dan mataku yang tidak berhenti melirik kesana kemari.

"jika mereka berdua masih disini, berarti aku masih di alam mimpi" batinku meyakinkan diriku sendiri.

"ayah ini dimana?" tanyaku sambil melihat kearah ayah.

"ay-"

"jangan banyak gerak, kamu masih sakit" ucap ayah sambil tangan yang langsung mencegahku yang hendak bangun dari tempat tidurku.

"oh, Reina sedang pergi membeli obat yang diresepkan dokter untukmu" jelas ayah sambil mengelus kepalaku dengan lembut.

"ayah akan menyusulnya, kamu tu-"

Saat ayah hendak memalingkan tubuhnya dariku, spontan tanganku menarik ujung baju ayah, dan menatapnya tanpa berkata sepatah katapun.

"jangan pergi…" batinku.

Ayah hanya menatapku tanpa berkata apapun, dan langsung duduk di kursi yang berada di sampingku.

"ayah tidak akan kemana-mana, jadi istirahatlah…" ucap ayah sambil menggenggam tangan kiriku.

Aku hanya menuruti perkataan ayah dan langsung memejamkan mataku.

"tangan yang hangat…" batinku, saat suhu tangan ayah yang sangat terasa oleh tanganku.

Aku kembali membuka mataku dan menatap langit-langit kamar…

Aku hanya diam, mengingat semua yang terjadi didunia nyataku, dimana aku hanyalah perempuan biasa yang kurang kasih sayang sebuah keluarga. Keluargaku lengkap, dari luar kami terlihat seperti keluarga yang sangat bahagia dan harmonis, bahkan setelah ayah dan ibu bercerai pada usiaku yang menginjak enam tahun, kami masih tetap bersama walau sudah berstatus cerai seperti itu kami masih sering bertemu dan terlihat sangat bahagia, tapi dibalik cover bahagia itu terdapat anak perempuan yang selalu dikekang, hanya boneka yang akan dipakai saat dibutuhkan. Didunia nyataku sosok ayah hanya ada saat aku berumur lima tahun, semenjak ayah dan ibu bercerai mereka semua hanya fokus pada adik dan kakak-kakakku saja, sedangkan aku? Ada tapi tak dianggap ada. Saat bersama ayah, dan berbicara dengan ayah, ayah tidak pernah merespon perkataanku dan tak pernah melirik kearahku. Kadang aku iri pada adik dan kakakku yang selalu dilirik ayah, mata mereka yang saling bertemu ketika berbicara, bercerita panjang lebar yang sangat nyambung, dan semenjak itu…

"ayah tahu…" ucapku memecahkan keheningan.

"kenapa?" tanya ayah sambil mengelus tanganku.

"aku merindukan sosok seorang ayah…" ucapku dengan air mata yang kembali mengalir.

"apa selama ini kasih sayang yang ayah berikan belum cukup?" tanya ayah yang langsung berdiri dan menatapku dengan tatapan sedihnya.

"selama ini? Maaf ayah, Aina sedikit menyesal karena Aina yang selama ini di sisi ayah bukan Aina yang sekarang…" batinku

"Aku harap ini didunia nyata…"

"aku jadi iri pada Aina yang ada di alam mimpi ini…" batinku.

"Aina…" panggil ayah.

Tanpa menjawab panggilan ayah, aku hanya menatap ayah dan tersenyum.

"kenapa ayah menangis terus…" ucapku sambil mengusap air mata yang membasahi pipi ayah.

"kembalilah ke rumah…" ucap ayah dengan serius.

"ha?" aku tiba-tiba menjadi bingung dengan apa yang ayah katakan.

"oh iya, aku tidak tahu alasan kenapa di alam mimpi ini aku tinggal di apartemen" batinku.

"kalau didunia nyata aku keluar dari rumah karena tidak dianggap ada, bagaimana dengan alam mimpi?"

"ma-mari kita coba tanyakan!" batinku memberanikan diri.

"ke-kenapa?" tanyaku yang mulai gugup.

"ha? Bukankah kamu keluar dari rumah karena ayah terlalu berlebihan dalam menyayangimu?" jelas ayah dengan sedikit tanda tanya diakhir katanya.

"ha? WOI, AINA ALAM MIMPI!!! Kamu sungguh tidak bersyukur!" batinku mengeluh.

"aku ingin kembali…" ucapku dan langsung tersenyum pada ayah.

Setelah aku mengatakan itu, tak lama kemudian Reina masuk sambil membawakan obat untukku.

"kata dokter kamu harus istirahat disini selama beberapa hari" ucap Reina.

Aku hanya menganggukkan kepalaku dan tersenyum padanya.

"aku harap mimpi ini lebih lama lagi, biarkan aku merasa kehangatan yang belum pernah aku rasakan ini…"

"oh iya, kata dokter sepertinya Aina terlalu banyak minum bir akhir-akhir ini"

"HA?!" sontak aku dan ayah sama-sama terkejut dengan apa yang Reina katakan.

"SE-SEBENARNYA SEPERTI AKU DIDUNIA INI?!!!!"