webnovel

Titik Awal Balas Dendam!

Sebelumnya, disaat aku menjelajah dungeon No.3, aku mengalami kejadian tak terduga. Yaitu kemunculan 50 anggota aliran sesat yang sedang melakukan ritual. Awalnya, aku berhasil melumpuhkan mereka. Namun secara tak terduga, salah satu dari mereka ternyata sangatlah kuat hingga membuatku kewalahan. Semuanya berakhir ketika orang itu menggunakan kabut putih untuk kabur, sehingga konflik pun berakhir.

Aku melaporkan ini pada pihak kepolisian dengan memberi bukti berupa video, dan foto lingkaran sihir didalam dungeon. Mereka langsung berterima kasih padaku dan segera menginvestigasi dungeon No.3. Karena aku memberi informasi berharga, mereka memberiku hadiah.

Itu berupa 10 koin emas. Meski terlihat sedikit, namun ini sudah sangat banyak bagiku. Aku menerimanya dan pergi ke penginapan berkelas untuk bermalam.

Lalu di malam hari, aku tertidur. Aku bermimpi... sesuatu yang tak ingin ku impikan.

.

.

.

"Arde, kau ingin ku suapi?"

Kulihat didepanku, Neyla dengan kaos hijau panjang dan celana coklat panjang duduk di depanku dan menatapku dengan tatapan dan senyum manisnya. Aku dan Neyla sedang memegang sebuah roti yang akan kami makan. Rotiku berisi selai stroberi, sedangkan milik Neyla berisi selai coklat. Karena aku suka coklat, aku tentu saja ingin meminta rotinya.

"Oh, tolong suapi aku Ney, aku juga akan menyuapimu."

"Ah ide bagus!"

Neyla mulai menyuapiku dengan potongan roti isi coklat miliknya. Aku tanpa ragu melahapnya, mengunyahnya sampai hancur hingga tertelan dan masuk ke tenggorokanku.

Rasanya manis, juga sedikit pahit.

Sekarang aku gantian menyuapi Neyla dengan potongan roti isi stroberiku. Neyla melahapnya, lalu mengunyahnya. Kulihat dia berwajah senang dengan tawa kecil yang menyertainya.

"Ah, kau memang romantis Arde!"

"Tidak juga sih, hahaha."

Kami berdua tertawa bersama menikmati momen indah ini.

.

.

.

.

Adegan berganti...

Kulihat, diriku duduk ditengah Padang rumput yang luas bersama Neyla yang ada di samping kiriku. Latar waktunya adalah malam hari.

Rerumputan dan bunga-bunga liar mengelilingi kami, angin malam yang dingin berhembus menghantam segala hal yang dilaluinya, dan lentera batu sihir menjadi sumber penerangan di tengah Padang rumput.

Kami berdua memandangi langit malam yang penuh dengan bintang-bintang bertaburan menghiasinya. Kami juga melihat benda-benda mencolok lainnya di langit, yaitu bulan beserta dua planet raksasa yang bernama Eriax dan Clinuetz. Eriax adalah planet gas raksasa berwarna merah dan Clinuetz adalah planet gas raksasa berwarna biru. Jika dilihat dari sini, ukuran mereka lebih besar dari bulan. Namun aslinya kedua planet itu ukurannya 15 kali lebih besar dari Tarthalus.

Aku dan Neyla masih diam memandang langit berbintang. Hanya terdengar suara hembusan angin saja disini. Sampai...

"Arde... apakah kau tahu apa yang kupikirkan?" Tanya Neyla sambil memandang langit malam.

Lalu kujawab...

"Aku tak tahu, Ney. Bisakah kau memberitahuku?"

"Aku berpikir... tentang masa depan kita. Nantinya disaat kita sudah menjadi petualang hebat... kemudian menikah, membangun rumah, memiliki anak, menjadi ayah dan ibu, dan bahagia bersama... Aku sangat menginginkan itu Arde..."

Neyla masih memandang langit malam.

"M-Menikah?"

Aku mengatakannya dengan gugup.

Selama Kami berhubungan sebagai kekasih, aku belum berpikir terlalu serius tentang menikah atau memiliki anak. Disaat Neyla mengatakan hal itu, jantungku mulai terpacu. Aku bahkan hampir tak bisa berkata-kata.

"Ya, menikah. Kita sudah sangat lama menjadi rekan, sahabat, sekaligus kekasih yang saling melengkapi satu sama lain. Ikatan kita tak akan pernah terputus sampai akhir hayat kita. Aku yakin kita berdua memang ditakdirkan untuk bersatu Arde..."

Sekarang, Neyla menatapku. Memiliki tatapan mata yang indah. Senyumnya manis, lebih manis dari gula manapun. Tanpa kusadari pipiku memerah seperti kepiting rebus. Neyla tertawa melihat reaksiku.

"Ahahaha!! Arde, kau lucu!! Hahaha!! Kau tersipu!! Hahaha!!"

"H-Hey, aku tidak.... ah, baiklah kau benar..."

Aku mendengus, berpura-pura kesal.

Setelah beberapa saat, Neyla berhenti tertawa lalu dia memandang langit malam lagi.

"Hey Arde! Lihat, ada banyak bintang jatuh! cepat buatlah harapan bersama ku!"

"Oh baik."

Di langit malam kami melihat banyak sekali bintang jatuh. Aku membuat harapan bersama Neyla. Kami berdua membuat harapan dalam hati, jadi tak bisa saling mengetahui masing-masing dari harapan kami.

Aku berharap ingin hidup bahagia bersama Neyla...

.

.

.

.

Adegan berganti...

Aku melihat diriku terikat oleh sebuah tali, dengan posisi duduk di kursi kayu. Kepalaku sakit, seperti sehabis dipukul. Pandanganku agak kabur, membuatku kesulitan melihat jarak jauh. Setelah 10 detik berlalu, pandanganku kembali jelas. Aku mulai melihat sekelilingku. Aku berada didalam ruangan dengan penerangan lampu putih yang berkedip-kedip.

Aku mencoba melepaskan diri, namun tali yang mengikatku sangatlah kuat sehingga usahaku sia-sia.

Tak lama kemudian, pintu terbuka memperlihatkan enam orang, dua perempuan dan empat lelaki. Para lelaki itu hanya bertelanjang dada dan memakai celana pendek, sedangkan yang perempuan hanya memakai semacam gaun tidur. Ketika kulihat lebih jelas lagi, alangkah terkejutnya aku, melihat salah satu dari perempuan itu adalah Neyla.

"Ney?"

Keenam orang itu berdiri pada jarak 4 meter didepanku. Ah, aku baru ingat... Neyla bercumbu dengan salah satu lelaki yang memiliki rambut pirang dan berkulit gelap. Lalu lelaki itu memukulku hingga aku hilang kesadaran. Neyla... telah melakukan hal yang hina dibelakangku.

"Neyla!!! Kenapa kau mengikatku disini!!! Apa maksudnya ini!!! Kenapa... kau... menghianatiku!!!"

Aku mengatakannya dengan amarah yang meluap-luap. Aku mencoba melepaskan diri sambil mengamuk tak terkendali, namun aku masih tak bisa lepas.

"Hey, lihatlah... dia marah, hahahaha!!!" Kata salah satu dari empat lelaki.

Orang-orang lainnya juga ikut tertawa. Lalu seorang perempuan berambut pirang membawa sebuah ember berisi air, dan menyiramnya padaku.

"Uwaaaah!!!"

Aku berteriak karena terkejut, air yang dia siram adalah air es. Seluruh badanku basah, dan aku mulai kedinginan. Keenam orang itu menertawaiku, termasuk Neyla yang tawanya paling keras.

"Apa maksudnya ini, Neyla!!!"

Aku membentak. Namun mereka hanya menertawaiku. Setelah itu, Neyla berjalan mendekatiku.

"Arde sayang... Apa kau tahu? Aku awalnya memang mencintaimu. Aku benar-benar jatuh cinta padamu, namun sayangnya kau membosankan.

Aku sadar, bahwa kau terlalu lemah dan payah untuk bersamaku. Kau hanyalah beban, tidak berguna, dan bodoh."

Neyla...

Apa yang barusan dia katakan?

"H-Hey... bukankah kau pernah mengatakan hal tentang... pernikahan kita, dan kebahagiaan yang akan kita bangun nanti?" Kataku dengan bibir yang bergetar.

"Apa?! Pernikahan?! Kebahagiaan?!

Kau benar-benar percaya aku jujur mengatakan itu?! Bodoh!!! Kau tak tahu apa yang kulakukan disaat aku tidak bersamamu?! Dasar bodoh!!! Hahahaha!!!"

....

..

.

Tawanya terus menggema didalam pikiranku. Seluruh tenagaku terkuras habis. Rasanya seperti jatuh kedalam jurang tanpa dasar yang hampa dan gelap. Hatiku sudah hancur... Hancur bagai gelas yang jatuh dari gedung tinggi. Aku ingin menangis, namun juga ingin marah dan membunuh mereka semua.

"Arde, karena sekarang kita sudah bukan lagi siapa-siapa, aku ingin memberimu hadiah perpisahan. Kau sudah siap?"

Aku tak menjawab...

"Hmm... kau tidak menjawab. Kalau begitu, kuanggap siap. Teman-teman! Mari kita berpesta!"

"Ya!!"

Mereka bersorak bersamaan. 5 detik kemudian, dimulailah adegan mengerikan yang sangat menyiksaku.

Mereka mulai berpesta ramai-ramai, melakukan hal tak senonoh dan hina, langsung dihadapanku. Mereka benar-benar terlihat seperti sekumpulan binatang yang tak tahu malu, melampiaskan nafsu birahi mereka didepan orang yang menderita. Air mataku tak terbendung, lalu mengalir membasahi pipiku. Aku tak bisa menerima kenyataan ini... aku ingin mati...

.

.

.

.

Aku terbangun dengan mata terbelalak, lalu duduk diatas ranjang.

Kulihat, badanku bergetar dan berkeringat dingin. Aku memegangi dahiku, mencoba mengingat mimpiku barusan.

"Sial... itu benar-benar mimpi buruk. Kenapa masa lalu itu terus menghantuiku?"

Aku mencoba melupakan mimpi buruk yang tak berguna itu, kemudian berdiri. Aku berjalan menuju ke cermin untuk melihat penampilanku. Entah kenapa kaos dan celanaku terasa sesak. Apakah karena efek mimpi buruk?

Ah, berhenti berpikir aneh-aneh.

Sekarang aku sudah berada didepan cermin. Kemudian aku melihat cermin itu. Terlihatlah sesosok pria tampan dengan badan setinggi 185 cm, berambut hitam yang sebagian juga berwarna putih, bermata hijau emerald, memiliki kulit putih, berwajah halus tanpa ada goresan atau bekas jerawat sedikitpun, memakai kaos putih dan celana biru pendek... Eh? Tunggu dulu....

Aku mengusap-usap mataku, berharap yang kulihat hanyalah ilusi, namun ketika aku membuka mataku lagi, sosok pria itu masih ada pada cermin dengan wajahnya yang kebingungan.

"Woy woy woy! Bukankah ini aku?!"

Sekali lagi, mataku terbelalak, rahangku terbuka lebar. Aku kagum sekaligus tak percaya dengan apa yang kulihat. Aku berlari menuju ke jendela, lalu membuka gorden. Matahari naik cukup tinggi dan bersinar terang. Setelah itu, aku kembali lagi ke depan cermin dan menghadap padanya.

Sosok pria pada cermin semakin terlihat jelas. Aku menyentuh wajahku dan mengusap-usapnya.  Sosok pria di cermin juga mengikuti gerakanku. Jadi tidak salah lagi, bahwa sosok pria tampan yang ada pada cermin itu adalah... bayanganku? Hey, tidak mungkin aku berubah sedrastis ini!

Sebelumnya tinggi badanku hanya 168 cm. Namun entah kenapa sekarang bertambah menjadi 185 cm. Wajahku juga menjadi lebih tampan dari sebelumnya. Semua bekas lukaku hilang, menyisakan permukaan kulit yang mulus tanpa ada lecet sedikitpun.

"Ah... aku tahu, ini pasti salah satu efek lain dari kekuatan yang diberikan Kiara."

Sambil mengatakan itu, aku melihat-lihat penampilan baruku.

Aku juga menyadari bahwa badanku menjadi lebih berotot. Otot-ototku terlihat indah menghiasi badanku.

Oh iya, aku mengingat sesuatu. Ini tentang kekuatanku lagi. Aku ingat aku mendapatkan skill yang bernama "Penciptaan", ditambah dengan "Desainer" sebagai skill pelengkap.

Dengan begini, aku bisa menciptakan sesuatu yang kuinginkan.

Aku ingin membuat pakaian yang keren!!!

"Skill: Desainer!"

Sebuah layar digital muncul didepanku. Layar itu masih kosong.

"Aku ingin menciptakan, pakaian yang keren."

Kemudian layar digital menampilkan ribuan desain pakaian yang masing-masing terlihat keren. Disitu juga terdapat tulisan bahwa aku bisa mengedit ulang desainnya semauku.

Aku menekan jari telunjukku di layar, tepat di salah satu desain pakaian berbentuk jubah. Aku mengurangi bagian yang tidak penting, lalu menambahkan beberapa ornamen dan garis-garis untuk memperindah desain pakaianku. 5 menit berlalu, aku sudah siap dengan desain pakaianku. Aku juga mendesain sepatu bot dan sarung tangan sebagai tambahan. Jadi, sekarang tinggal tahap terakhir, yaitu tahap penciptaan.

"Skill: Penciptaan! Munculkanlah!"

Setelah mengatakan itu, layar digital menghilang. Lalu, di depanku muncul cahaya yang sedang dalam proses membentuk satu set pakaian. Hanya perlu 5 detik, proses pembentukan selesai. Akhirnya apa yang kudesain tadi benar-benar tercipta. Satu set pakaian yang terdiri dari jubah berwarna abu-abu gelap dengan beberapa ornamen yang menghiasinya, sarung tangan hitam, Celana panjang berwarna hitam, dan sepatu boots berwarna coklat melayang sebentar di udara, kemudian terjatuh berserakan di lantai.

Tanpa menunggu waktu lama, aku memakai semuanya. Setelah memakai pakaian baruku, aku kembali melihat cermin. Kupandangi lagi bayanganku, aku terlihat keren. Jubah keren yang kupakai ini biasanya berharga sangat mahal, hanya bisa dibeli orang-orang kaya. Tak hanya desainnya keren, bahannya pun berkualitas. Kedua sarung tanganku aslinya berbentuk gelang. Gelang itu bagian luarnya dilapisi oleh logam adamantite, bagian dalamnya berisi potongan bahan seperti kain, serat, plastik, dan inti pengendali nano. Inti pengendali nano akan membuat satu atau lebih bahan dalam gelang mengembang, lalu kedua gelang ini

Bisa berubah menjadi sarung tangan pendek atau panjang, bahkan armor tangan yang dilengkapi dengan perangkat-perangkat canggih. Inilah teknologi canggih buatanku sendiri, dengan skill Penciptaan!

Selamat tinggal diriku yang lama, aku akan melangkah menuju ke masa depan yang lebih cerah!

...

Aku keluar dari penginapan, lalu berjalan-jalan di kota. Jalanan kota Belves di hari Minggu ini ramai oleh pejalan kaki dan petualang yang berseliweran. Orang-orang disini banyak yang berpakaian bagus, beberapa juga ada yang seperti diriku. Aku merasa keren dengan penampilanku sekarang. Orang-orang juga banyak yang melihatku, beberapa diantaranya adalah petualang.

"Hey, siapa dia? Dia keren!"

"Wah tingginya..."

"Sepertinya aku pernah melihat dia..."

"Eh? Dia kan.... Ah, tidak mungkin. Dia pasti petualang yang berasal dari tempat jauh."

"Aku belum pernah melihat orang setampan itu!"

Begitulah perkataan para pejalan kaki di sekitarku. Namun aku berusaha mengabaikan mereka, dan fokus pada tujuanku. Aku berjalan kaki selama 13 menit, sampai akhirnya aku telah sampai didepan guild petualang.

Hari ini ramai oleh petualang, pastinya penampilan baruku akan memberikan kejutan pada mereka.

Aku awalnya dipermalukan di tempat ini dua hari yang lalu. Namun sekarang akulah yang akan mempermalukan orang-orang itu.

.....

Sekarang aku masuk kedalam kantor guild. Kulihat ada banyak petualang dengan berbagai penampilan dan tentu saja juga berbagai kelas, duduk di aula yang memiliki banyak meja dan kursi. Sebagian ada juga yang berdiri untuk mengobrol atau melihat papan quest. Aku melangkah ke depan menuju ke meja resepsionis. Baru berjalan satu langkah saja, semua orang didalam guild langsung mengalihkan pandangannya padaku.

Sebaliknya, aku tak sudi memandang mereka sedikitpun. Jadi aku tak tahu bagaimana ekspresi mereka.

"Eh, siapa dia?"

"Apakah dia petualang yang datang dari jauh?"

"Dia terlihat kuat!"

"Dia tampan!"

"Hey, dilihat dari rambutnya... bukankah dia si pecundang itu?"

"Tidak mungkin! Pasti dia hanya mirip dengannya!"

"Lagipula mana mungkin Arde, si pecundang itu berani datang kesini!"

"Tapi dia terlihat mirip dengannya."

"Aku yakin dia pasti orang lain, bukan pecundang itu."

Cih, baru saja masuk, tiba-tiba orang-orang disini langsung menggonggong. Apa aku memang berubah sedrastis itu sampai mereka tak mengenaliku lagi? Apa mereka sebodoh itu sampai tak tahu bahwa aku ini memang Arde? Ah, biarlah. Jangan pedulikan mereka.

Aku mendatangi meja resepsionis. Kulihat dibelakang meja resepsionis, terdapat Nina yang sedang bekerja. Dia memiliki wajah cantik dengan tahi lalat kecil di tepi bibir kirinya, memiliki rambut coklat sebahu, mata biru langit, bibir tipis yang menggoda,

Tinggi badan yang sekitar 172 cm, dan memakai seragam pegawai guild petualang. Badannya sangat ugh... membuatku merasa seperti orang cabul hanya dengan melihatnya saja.

Aku mulai membuat dialog dengan Nina, diawali dengan dua kalimat.

"Permisi, nona resepsionis. Aku kesini datang untuk mengambil lisensi dan lencana petualang baruku."

Setelah kukatakan itu, Nina menoleh padaku.

"E-Eh?"

Hanya satu kata saja yang keluar dari mulutnya. Sekarang dia malah mematung. Kulihat, pipinya memerah seperti tomat. Dia kenapa?

"Nona? Kau tidak apa-apa?" Tanyaku.

"K-Kau A-Arde kan?" Kata Nina dengan gugup.

"Iya aku Arde."

"Eh?! Kau benar-benar Arde??!!"

Nada Nina meninggi.

"Iya, aku memang Arde nona." Balasku dengan sedikit kesal.

"Wow... bagaimana bisa kau berubah menjadi seperti itu Arde? Padahal kemarin kau tidak setinggi ini... dan juga tidak setampan ini. Aku bukannya menghina fisikmu yang kemarin loh, tapi... sumpah, kau benar-benar berbeda hari ini! Bekas luka di wajahmu juga menghilang semua, lalu pakaianmu..."

Dia berhenti berkata-kata dan mulai melihatku dengan curiga. Kemudian dia berbisik padaku.

"Hey, jangan-jangan kau gunakan uangmu untuk membeli pakaian keren yang kau pakai itu?" Bisiknya

"Iya."

"Itu pasti mahal, dan kualitasnya telah terjamin."

"Tentu saja."

Kemudian dia berhenti berbisik.

Kudengar dibelakangku, banyak orang-orang yang menggonggong lagi, tentang diriku.

"Wah itu beneran Arde..."

"Bagaimana bisa dia berubah menjadi sekeren itu?"

"Cih, paling operasi plastik."

"Darimana duitnya?! Dia hanya petualang yang baru naik ke kelas B, mana mungkin bayarannya cukup untuk operasi plastik!"

"Jangan-jangan dia mendapatkan uang dengan menjual obat-obatan terlarang?"

"Bisa jadi."

"Tidak, kudengar dia menyelamatkan seorang bangsawan dijalan dari sekumpulan bandit, lalu mendapat hadiah koin emas."

"Mana mungkin pecundang itu bisa melakukannya!"

BLA BLA BLA

Gonggongan mereka makin panjang kalau diteruskan. Aku tak mau menceritakan apa yang mereka katakan. Karena aku malas... tak peduli lagi dengan orang-orang itu.

Mereka matipun aku akan menari-nari diatas kuburan mereka, dan meludahi batu nisan mereka sekalian.

"Cepat berikan lencana dan lisensi petualang baruku. Aku sudah muak mendengar gonggongan binatang-binatang di kandang ini." Kataku dengan kesal.

"Hey! Kata-katamu tidak sopan! Aku tahu kau benci mereka, tapi tolong utamakan kesopanan. Jangan berkata-kata kasar didepan resepsionis, mengerti?"

Oh... benar juga. Aku kelewatan. Kata-kataku tadi memang biadab.

"Maaf nona." Kataku dengan perasaan sedikit bersalah.

Kemudian Nina tersenyum.

"Tidak apa-apa... oh iya, panggil aku Nina saja. Tak perlu terlalu formal padaku, kecuali ketika didepan orang penting atau dalam keadaan tertentu." Kata Nina dengan pipi yang memerah.

"Baik, Nina. Sekarang tolong berikan apa yang aku inginkan."

"Okay, Arde yang keren, hihihi."

Kemudian Nina meletakkan sebuah kartu dan lencana perak dengan ukiran indah diatas meja. Itu adalah lisensi dan lencana petualang baruku.

Aku mengambil keduanya. Lisensi petualang kuletakkan dalam tas kecil di pinggangku, sedangkan lencanaku. Kupasang di dada kiri jubahku.

"Sudah, terima kasih."

"Eh, Arde tunggu!"

"Ada apa?"

"Setelah ini kau ingin kemana? Kau tidak mengambil Quest kelas B pertamamu?"

"Aku ingin bersantai dulu, sebagai bentuk pelampiasan karena sebelumnya aku selalu mati-matian ingin mendapatkan banyak uang dan naik kelas. Aku ingin menenangkan pikiranku, ke tempat yang indah, penuh bunga-bunga, dan langit berbintang. Bukannya di tempat yang penuh stress seperti kota ini.  Lagipula uangku sudah banyak kan? Buat apa mati-matian seperti dulu lagi?"

"Umm... baiklah kalau itu pilihanmu. Kau bebas memilihnya."

"Kalau begitu, aku keluar dulu ya." Kataku sambil berbalik arah, kemudian pergi.

"Arde, tunggu!"

Aku berhenti, lalu menoleh kearah Nina.

"Ada apa?"

"Umm... bolehkah aku meminta nomor ponselmu?"

Nina mengatakannya dengan berbisik. Aku tersenyum, kemudian berkata...

"Oh boleh, ini dia nomor ponselku."

Aku menunjukkan nomor ponselku pada Nina. Nina langsung mencatatnya.

"Selesai, dan terima kasih. Sekarang kau boleh pergi."

"Ya."

Aku langsung pergi meninggalkan Nina setelah melalui dialog yang tidak terlalu panjang. Yang menyebalkan, orang-orang disekitar sini masih memandangiku. Apa mereka tak punya hal lain yang bisa mereka pandangi? Misalnya memandang masa depan mereka yang suram atau memandangi betapa buruknya diri mereka? Kalau aku tak ragu, aku akan menusuk mata mereka satu persatu dengan Azheryo ku supaya mereka tak memandangiku lagi. Ah, entah kenapa aku bisa berpikir sekejam ini.

....

Ketika aku hendak keluar dari kantor guild, didepanku muncullah 6 orang petualang, 4 lelaki dan 2 perempuan.

Yah, sudah jelas... mereka adalah Neyla dan kelima teman br*ngseknya.

Ketika kami berpapasan, mereka memandangiku dengan wajah terkejut.

"Oh, maaf, kami menghalangi jalanmu. Hey, beri dia jalan!"

Kata pria berambut pirang dan berkulit gelap yang bernama Yuga.

"Oh, iya maaf."

"Wah, kita hampir membuat masalah karena menghalangi jalan seorang petualang kelas S."

Orang-orang itu menepi dan lanjut berjalan memasuki kantor guild. Aku hanya menatap mereka dengan heran, juga kesal.

"Hey, kalian bodoh! Aku ini Arde! Apa kalian sebodoh itu sampai tak mampu menyadari bahwa aku ini Arde, yang dua hari lalu kalian permalukan didepan banyak orang?!" Kataku dengan nada membentak.

Setelah aku mengatakan itu, mereka lebih terkejut lagi.

"Apa!!!"

"A-Arde?!"

"E-Eh?"

"Bagaimana mungkin?!"

"Kau Arde?!"

"Mustahil!!"

Begitulah kata-kata mereka. Mereka memandangiku dengan tak percaya.

Inilah pertemuan keduaku dengan mereka di kota ini. Dan inilah titik awal balas dendam ku

                     Bersambung