webnovel

Bagian 2

Seminggu lalu, eomma begitu marah karena aku pergi meninggalkan handphone dan dompetku di rak sepatu. Di tambah lagi ketika eomma menjemputku ke venue dalam keadaan khawatir, dan ternyata menemukanku dengan keadaan yang mengenaskan ―tergerletak di lantai lobby ­venue yang begitu sepi dan mulai gelap.

Tolong kalian bayangkan saja sendiri ketika aku terbangun. Aku tak kuat untuk menjelaskan bagaimana amuknya eomma.

Tapi,

Yang berlalu biarlah berlalu.

Sekarang, nikmatilah hidupmu yang sudah berjalan.

Kini aku berdiri di depan gedung yang bertuliskan SKYDOME dengan perasaan bahagia sama persis, ah tidak, bahkan lebih bahagia dari saat aku datang ke acara fansign BTS.

Ikut bergabung dan merasakan berbaris menunggu venue terbuka bersama ARMY lain, sepertinya ini menjadi impian semua ARMY, kan? untuk kalian yang belum berkesempatan mendapatkannya, aku sarankan kau harus giat menabung dan teguh pada pendirianmu.

Jangan sampai kau melihat barang bagus lalu kau membelanjakannya dengan tabungan konsermu.

Jangan seperti itu ya.

-

Whoaaa!!! Daebakk!!

Tadi itu benar-benar pecah!

Setelah begitu lama aku menunggu, momen ini akhirnya datang. Aku dapat merasakan bisa bergabung di lautan ARMY BOMB yang luar biasa begitu menakjubkan. Melihat dari foto saja sudah membuatku merinding, dan sekarang betapa bahagianya aku dapat ikut serta di antaranya.

Aku bahkan tak dapat menahan tangis haru ketika BTS dan kami ―para ARMY menyanyikan lagu 2! 3! sebagai tanda berakhirnya acara.

Untuk ARMY lain mungkin ini akan mejadi menyedihkan karena setelah dua jam lamanya mereka besama BTS, waktu mengharuskan mereka untuk berpisah dengan idolanya.

Tidak denganku.

Aku sangat ingat betul dengan pesan dari Jungkook.

Pesan yang berasal dari idolaku sendiri.

Rasanya menyenangkan sekali untuk kuingat terus bagaimana wajah itu menyampaikan pesannya padaku.

Kini aku sudah berada di lorong toilet, sesuai dengan perintahnya. Bahkan saat pertama bertemu, dia sudah menjadi dominan seperti ini.

Astaga, rasanya aku seperti tengah menjalankan sebuah cerita fanfiction yang pernah kubaca sebelumnya. Tentang Jungkook yang begitu dominan pada pasangannya. Dan bolehkah aku menganggap kalau semua fanfiction itu akan menjadi kenyataan padaku?

Anggaplah tidak apa-apa.

Semua orang punya mimpi yang gila.

"Nona...." Aku menoleh dan menegakkan tubuhku ketika melihat Jungkook datang menghampiriku dengan keringat yang masih membasahi ujung poni, dahi dan lehernya. Kaus hitam polos menambah keseksiannya.

Ya Tuhan...

Bisakah aku pingsan sekarang?

Bahkan sekarang aku lupa caranya bernafas.

Bayangkan saja, aku biasa melihat Jungkook seperti ini hanya dalam sebuah potret. Dan sekarang? Nyatanya aku tak sanggup melihat live nya.

"Aku senang nona mendengar perkataanku waktu itu." Dia benar-benar tersenyum sumeringgah.

Apa dia senang betulan? Ah aku bahagia sekali.

Ingat, Choi Mi Ahn. Kau sedang menjalakankan sebuah fanfiction.

Aku membalas senyumnya. Tanganku makin kuat memegang tali tas clutch-ku, seperti menganggap itu adalah penopang tubuhku yang sebenarnya ingin sekali tergeletak di lantai seperti kemarin.

"Jadi sebelum kita mengobrol, bisakah aku mengetahui nama nona?"

TENTU ASTAGA.

"Namaku... Choi Mi Ahn."

"Baiklah, nona Mi Ahn..."

Ya ampun Jungkook, kenapa kau terlalu sopan?

"Tolong Mi Ahn saja, Jungkook-ssi."

Jungkook menganggukkan kepalanya sambil tertawa malu-malu.

"Kurasa kita harus memilih tempat mengobrol yang nyaman." Pandangannya menelisik sekitar, aku mengikuti dan mendapati ternyata banyak orang yang kuketahui merupakan staff BigHit yang menggunakan jalan ini.

"Apa kau memiliki saran?"

Aku kembali melihatnya. Dia bertanya padaku? Aku merasa tersanjung. Berarti dia menghargai komentarku.

"Aku... tidak. Biar Jungkook-ssi saja yang memilih, mengingat dirimu harus selalu dalam keadaan privasi."

Memang benar. Bagaimana kalau aku mengajaknya bersantai di pinggiran sungai Han dan tiba-tiba paparazzi ­menangkap kami dan akan menjadi rumor yang tidak baik? Aku tak ingin karir Jungkook yang sedang melonjak di atas langit rusak karena gosip murahan seperti itu.

Walau rasanya ingin sekali aku bisa menghabiskan malam berduaan dengan Jungkook sambil membeli cemilan malam dan menonton sebuah film action. Ah pasti menyenangkan sekali.

"Mi Ahn? Kau melamun?"

Suaranya menginterupsiku. Apa katanya? Aku melamun? Shiteu! pasti aku terlihat sangat bodoh dan menyebalkan di depannya.

"Maaf kau berkata apa tadi?"

Dia menunjukkan senyumnya lagi. "Ayo ikut aku. Saranmu benar. Kita butuh tempat yang lebih privasi."

Aku menjadi malu. Dan otakku.... ahh! Karena terlalu banyak membaca cerita bergenre M, pikiranku jadi kemana-mana. Membayangkan sesuatu yang... untuk kalian yang menyukai cerita seperti itu, pasti kalian mengetahuinya.

Jujur saja, selain menyukai cerita romance, aku salah satu penggemar cerita berbau yadong seperti itu.

Tolong jangan meledekku.

Kami berjalan tak bersebelahan. Aku mengikutinya dari belakang dengan memberi sedikit jarak. Katanya takut ada yang salah paham dengan itu nantinya. Aku memaklumi.

Memang benar, jika ada sesuatu yang beghubungan dengan artis apalagi sosok itu telah di kenal dunia, itu memang akan menjadi hal yang sangat-sangat sensitif.

"Dimana member yang lain?"

Aku tak tahan untuk bertanya, karena sedari tadi aku memang tidak melihat satupun dari mereka. Membuat rasa penasaranku sudah di ujung tanduk. Aku memperhatikan punggungnya yang berotot sempurna meskipun tertutup baju.

Dia menolehkan kepalanya sebentar.

"Mereka sudah on the way menuju hotel."

"Bagaimana dengan Jungkook-ssi? Kenapa mereka meninggalkanmu?"

Dia menoleh lagi dan kali ini menyempatkan dirinya untuk menatapku sambil tertawa sekilas.

"Aku masih memiliki urusan disini, dan aku tak ingin mereka yang lelah karena konser hari ini harus menungguku dulu, lagipula, mereka sudah menyiapkan satu mobil lagi untukku."

Jelasnya. Dan aku hanya menganggukkan kepala walau aku tahu Jungkook tidak melihatnya.

"Sekarang apa urusanmu sudah selesai?"

Aku mengutuk mulutku yang terus bertanya tanpa memikirkannya terlebih dahulu. Aku sudah menanyakan hal yang bersifat pribadi.

Tapi biarin saja, rasa penasaranku terlalu besar padanya.

"Tentu, kau sudah bersamaku sekarang."

Jadi, aku adalah urusannya? Oh astaga, kenapa hatiku berbunga-bunga sekali melihat sikapnya yang menurutku begitu keren.

Akhirnya aku dapat melihat senyumnya lagi ketika dia memasuki salah satu ruangan untuk mengambil jaketnya di sofa.

Tidak lama.

Karena setelah dirinya mengenakan jaket dan masker hitamnya, dia mengajakku lagi untuk pergi menuju mobilnya. Kukira dia akan mengajakku mengobrol di ruang ganti tadi.

Nah.

Sekarang aku akan pergi berdua dengan Jungkook? Ya ampun bahkan aku satu mobil dan duduk bersebelahan dengannya. Hal yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya.

"Berapa umurmu?"

Pertanyaannya tiba-tiba sekali. Dan kenapa dia menanyakan itu? Mataku meninggalkan jendela mobil dan beralih menatapnya.

"Maaf jika aku bertanya seperti itu, aku hanya ingin tahu apakah tidak apa-apa jika aku memanggilmu dengan nama depan. Walau sebenarnya kau mengizinkan tapi tetap saja aku tak enak."

Aku mengerjap beberapa kali. Jungkook yang biasa kulihat di dalam video selalu usil pada hyung-nya berubah total padaku. Bolehkah aku beranggapan bahwa Jungkook adalah pria yang sangat menjunjung tinggi rasa kesopanan terhadap wanita? Dalam arti lain, dia sangat menghargai seorang perempuan.

"Gwenchanna Jungkook~ssi. Aku memiliki tahun kelahiran yang sama denganmu."

Dia menatap kedepan dan tersenyum lagi. "Arraseo.."

Tak lama kemudian mobil kami memasuki tempat parkir di sebuah hotel.

APA?

Jungkook membawaku kesini?

Astaga, apa ini tidak salah?

Tolong, pikiranku semakin tidak bisa di kendalikan.

Dia menyadari raut wajahku yang berubah tegang, buru-buru dia menenangkanku dengan kalimatnya. "Maaf yang aku tahu tempat privasi yang paling aman hanya disini. Lagipula aku harus membersihkan diri, tenang saja aku akan mengajak Jimin atau Taehyung untuk menemaniku."

Hatiku bergetar melihatnya yang begitu panik saat dia menjelaskan alasannya membawaku kesini. Aku tidak tahu apa aku harus senang atau takut.

Karena sebetulnya aku memang takut jika Jungkook tiba-tiba berbuat padaku walau aku yakin itu tidak akan terjadi. Ternyata semua bayangan menyenangkan kalian terhadap cerita yadong dan jika kalian merasakannya dalam kehidupan nyata, itu akan terasa berbeda. Kalian akan merasa ketakutan di banding hanya membaca. Karena aku telah merasakannya. Walau itu dengan idolamu sendiri.

"Apa kau mengizinkannya?"

Aku mengangguk dan tersenyum berusaha membuat Jungkook kembali tenang. Serius, saat ini dia terlihat gugup sekali.

"Maaf aku tak bilang ini sebelumnya."

"Tak apa. Mungkin Jungkook~ssi lelah karena seharian ini."

"Baiklah, kalau begitu ayo, Kamsahamnida ahjussi." Pamitnya pada sopir, lalu dia kembali memakai masker dan sebuah topi yang entah dari mana dia dapatkan. Kemudian menuntunku menuju lobi dan kamarnya.

Kali ini kami berjalan bersama. Tidak lagi beriring-iringan. Hatiku-berdebar-debar saat memasuki kamar hotel. Begitu mewah dan nyaman. Dia langsung mempersilakan aku untuk duduk di salah satu sofa di sana.

Akua menurut tanpa berkata. Aku hanya fokus membayangkan diriku yang biasanya melihat Jungkook dalam kamarnya ketika dia melakukan ­vlive. Saat itu aku memikirkan bagaimana jika aku berada di dalam sana, bergabung bersama Jungkook di dalam kamarnya.

Dan ternyata beginilah rasanya.

Whoa.

Satu kata yang mewakilkan semua.

Aku memperhatikannya yang tengah kebingungan mencari sesuatu. Aku tak bertanya karena terlalu asik menonton.

"Ah dimana mereka meletakkan tasku?" Katanya dengan geram. Lalu meraih handphone di sakunya. Dia akan menelepon seseorang.

"Hyung?!" Katanya langsung setelah mendapat jawaban dari si penelepon.

Dia menghubungi siapa?

"Sebenarnya dimana kau menaruh tasku?" Dia mendudukkan diri di atas tempat tidur dengan kasar. Mungkin karena kesal.

"Ah kenapa kalian tak menaruhnya di kamarku langsung? Bisakah Hyung antarkan kemari? Aku juga butuh bantuanmu."

Dia mendengar dengan baik kalimat dari seberang telepon.

"Arra... cepat ya karena aku sudah gerah ingin mandi."

Lalu dia menutup teleponnya. Matanya menatapku lagi.

"Barusan aku menelepon Jimin-hyung. Dia akan kemari."

Seperti mengerti dengan isi kepalaku, buktinya, tanpa repot-repot bertanya dia lebih dulu menjawab rasa penasaranku. Aku menjadi gugup. Aku berada di dalam ruang pribadi bersama Jungkook, dan sebentar lagi....

Ting nong

Nah, bahkan sekarang aku berada di dalam ruang bersama Jungkook dan Jimin. Aku menggigit bibir dalamku, menahan mulutku yang rasanya ingin berteriak sekuat tenaga.

Terlalu senang dengan ini semua.

Setelah Jungkook membukakan pintu untuk Jimin, Jungkook langsung mengambil alih tas miliknya yang di pegang oleh Jimin.

"Terimakasih. Ah dan hyung tetap disini ya selagi aku mandi."

Aku melihat Jimin hanya mengangguk meng-iyakan. Tapi setelah itu dia terkejut ketika melihat keberadaanku.

Aku spontan berdiri dan membungkukkan badan padanya.

Dia tak membalasku karena masih terkejut.

"Wow ada apa ini? Jungkook~ah, siapa gadis ini?" Suaranya yang lantang menghentikan langkah Jungkook yang ingin masuk kamar mandi.

"Akan kuceritakan lain waktu." Katanya lalu benar-benar menghilang di balik pintu.

Meninggalkanku yang berdiri canggung karena berhadapan dengan Jimin yang sama sekali tak mengetahui siapa dan untuk apa aku di sini. Tidak seperti Taehyung yang waktu itu sudah tak aneh lagi dengan kehadiranku di sekitar Jungkook.

Jimin mengambil botol mineral dari dalam kulkas, lalu duduk sila di atas tempat tidur, matanya terus memperhatikanku.

"Gwenchanna, duduk saja seperti sebelum aku datang." Perintahnya.

Aku kembali duduk tak nyaman.

"Jadi nona ini siapa?"

------------