Motor Rayvin terparkir rapi di tempat parkir sebuah toko sovenir dan berbagai barang pernak-pernik. Dengan hati-hati Vania turun dari atas motor sport berwarna hitam itu. Kemudian merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena mengenakan helm.
Rayvin dengan sabar menunggu Vania yang masih sibuk dengan kaca spion nya itu. Senyuman tipis menghiasi wajah tampan Rayvin. Sesaat kemudian, Vania menoleh melihat Rayvin karena menyadari bahwa Rayvin menyunggingkan senyum.
"Apa ada yang lucu? Kenapa Kak Ray ketawa?" tanya Vania sambil mengerutkan keningnya heran.
"Enggak, siapa juga yang ketawa? Orang aku cuma senyum doang," elah Rayvin masih dengan ekspresi yang sama.
Vania mempoutkan bibirnya lucu. Gadis cantik itu menyingkap rambut panjang nya dan merapikan poni nya yang sedikit lusuh.
"Udah cantik tau," puji Rayvin sambil meletakkan helm nya di atas motor.
"Iya, kan aku cewek," sewot Vania.
"Aku juga tau kalau kamu cewek," sahut Rayvin dengan nada mengejek.
"Ya terus?"
"Makanya aku bilang kamu cantik, kalau aku bilang kamu ganteng, gimana?" ejek Rayvin sambil terkekeh kecil.
"ih, sejak kapan Kak Ray jadi nyebelin kayak gini? Kesel aku," gerutu Vania.
"Udah gak usah ngambek, ayo masuk," ajak Rayvin sambil menggandeng tangan Vania dengan lembut.
Vania terdiam sejenak, kemudian melihat tangannya yang di gandeng oleh Rayvin. Ada perasaan aneh dalam benaknya, namun dengan segera ia menyingkirkan pikiran tak masuk akal yang sedang membayangi dirinya.
Bukan karena itu Rayvin, namun Vania justru membayangkan bahwa yang sedang menggandeng tangan nya adalah Raka, bukan Rayvin.
"Sadarkan dirimu Vania, dia Kak Ray ... Bukan Raka!" batin Vania.
Remaja cantik itu menggelengkan kepalanya ribut dan segera berjalan karena Rayvin sudah menatapnya dengan bingung. Sesaat kemudian Vania tersenyum canggung karena Rayvin yang tiba tiba juga tersenyum melihat dirinya.
***
Di dalam toko, Vania sibuk memilih barang apa yang cocok untuk di berikan kepada keponakan nya Rayvin. Namun, Vania baru menyadari satu hal. Ia belum tau keponakan Rayvin itu laki laki atau perempuan.
Sementara Rayvin justru diam sambil ber-sendekap santai memandangi Vania yang sedang sibuk memilih beberapa barang. Vania pun menoleh kebelakang melihat Rayvin.
"Tunggu sebentar, aku belum tau keponakan Kakak itu laki laki atau perempuan," ucap Vania dengan polosnya.
"Perempuan," sahut Rayvin singkat.
"Berapa usia nya?" tanya Vania sambil menoleh lagi melihat beberapa barang yang berwarna pink di hadapan nya itu.
"Dia baru kelas 1 SD," jawab Rayvin apa adanya.
"Oh, ya? Itu artinya dia masih suka bermain boneka kan? Kenapa tidak di belikan boneka saja?" Vania mendongakkan kepalanya melihat Rayvin yang memang tubuh nya lebih tinggi darinya.
Rayvin memutar kedua bola matanya terlihat berpikir sejenak. Memang ada benarnya yang dikatakan oleh Vania, tapi sayangnya keponakan Rayvin itu seperti Dara. Sedikit nakal, dan sangat tomboi.
Tanpa menunggu jawaban dari Rayvin, Vania langsung berjalan menghampiri rak-rak yang mamajang banyak boneka cantik dan lucu. Bukannya memilih kan untuk keponakan Rayvin, Vania justru memilih boneka yang menurutnya sangat pas jika ia peluk ketika sedang tidur.
Ya, Vania adalah gadis feminim yang sudah pasti dia suka dengan hal hal menggemaskan. Seperti boneka, bunga ataupun coklat. Vania tipe gadis yang bahagia dengan cara sederhana. Apapun yang ia dapatkan selalu ia syukuri sepenuh hati tanpa ia mengeluh sedikitpun.
Sementara Rayvin masih terus diam dan tersenyum melihat Vania yang terlihat sangat bahagia karena melihat banyaknya boneka cantik yang terpasang di rak besar itu.
"Gimana kalau yang ini?"
Vania menenteng boneka beruang berwana putih berukuran besar itu dan menunjukkan nya pada Rayvin sambil tersenyum lebar.
"Apa enggak terlalu gede?" tanya Rayvin pada Vania dengan ragu.
Vania menggelengkan kepalanya kuat. "Enggak, ini udah pas banget. Aku suka!" Serunya.
Sedetik kemudian Vania menggelengkan kepalanya ribut. "Eh, m-maksdunya aku itu... Ini keponakan kamu pasti suka," ralat nya dengan panik.
"Kalau kamu mau ambil aja, kita cari hadiah lain buat keponakan aku," sahut Rayvin santai.
Dengan cepat Vania langsung mengembalikan boneka itu ke tempat nya semula.
"Nggak, boneka aku udah banyak. Gak perlu itu aku," ucap nya bohong.
Vania memang mengatakan tidak, namun manik cantik nya itu tidak lepas dari boneka yang sudah bersender lagi di tempat nya. Hal ini benar benar membuat Rayvin semakin gemas dengan Vania. Sepertinya Rayvin jatuh cinta lagi pada Vania hanya karena tingkah konyol gadis cantik itu.
Beberapa saat kemudian, Vania langsung menarik tangan Rayvin untuk pergi dari area boneka tersebut. Kini Vania sudah pasrah pada Rayvin yang mau membelikan hadiah untuk keponakan nya itu.
Dan pilihan Rayvin justru jatuh pada pesawat remot yang berukuran sedang.
"Lah, kok malah beli pesawat remot sih? Buat apaan coba?" tanya Vania tak paham.
Rayvin menyunggingkan senyum tipis. "Dia anaknya tomboi, jadi nggak akan tertarik kalau di beliin mainan boneka atau segala macam pernak pernik kayak yang kamu pilih in tadi," jawabnya sambil terkekeh.
Vania menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan tersenyum canggung. "Y-ya kan aku nggak tau keponakan Kakak kayak gimana," ucapnya malu.
"Udah, nggak apa-apa. Aku emang niatnya ajak kamu buat nemenin aku doang. Aku nggak minta kamu buat pilih in hadiah buat dia kan?" tutur Rayvin yang mana membuat Vania semakin tak karuan menahan malu.
Vania langsung membuang muka saking malunya, ia tak mau menatap Rayvin dan segera keluar dari toko itu lebih dahulu. Sementara Rayvin yang melihat itu hanya bisa terkekeh dan langsung menuju kasir untuk membayar mainan pesawat remot yang ia beli.
Sementara Vania tak bisa diam dan menendang nendang pot bunga besar yang ada di depan toko. Gadis itu benar benar tidak ingat dengan ajakan Rayvin yang memang hanya sebatas mengajak nya, bukan untuk meminta bantuan darinya memilihkan hadiah untuk keponakan Rayvin.
"Aish, dasar aku!" gerutu Vania sambil mengacak poninya karena kesal.
Rayvin yang melihat itu dari balik pintu kaca toko tertawa kecil. "Vania Vania, lucu banget sih," gumam nya.
Rayvin segera keluar dari toko dan menghampiri Vania. "Eh, udah kak?" tanya nya basa basi.
"Udah kok. Ayo, kita makan dulu," ajak Rayvin sambil memberikan helm pada Vania.
"T-tapi, ini udah mau magrib," ucap Vania terbata.
"Ya maka dari itu, istirahat dulu. Gimana?" tanya Rayvin.
Vania pun mengangguk mengiyakan. "Iya deh, aku nurut aja," putus nya kemudian.
"Ya udah naik. Hati hati..." Pinta Rayvin.
Vania pun segera naik ke atas motor dengan hati hati dan berpegangan erat pada tas sekolah Rayvin yang ada di belakang punggung remaja tampan itu. Beberapa saat kemudian motor itu pun melaju meninggalkan kawasan toko sovenir.
Tanpa mereka sadari, ada beberapa siswi dari sekolah lain yang memperhatikan mereka. Mereka pun mulai bergunjing karena Rayvin dan Vania benar benar terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang jalan bersama.
"Kapan aku punya cowok keren kayak gitu?" tanya seorang siswi pada teman yang berdiri di sampingnya.
"Entahlah, aku pun... Tak tahu..." sahut sang teman dengan nada yang di buat buat.
"Ck, ngeselin banget sih," gerutu siswi itu.
"Udahlah, emang menghayal itu paling bener. Gak usah berharap yang enggak-enggak," tutur teman nya merasa paling benar.
"Iya in, biar girang!" pungkas siswi itu dan berjalan cepat meninggalkan teman nya di depan toko.
****