webnovel

You and My Destiny

:- KARYA PERTAMA -: Ketika Raka sakit hati karena penghianatan sang kekasih yang paling ia cintai, berselingkuh dengan musuh bebuyutan nya sendiri. Hingga saat dirinya hampir menyerah, Tuhan mempertemukan dirinya dengan Vania, seorang gadis lemah lembut yang membuktikan bahwa masih ada harapan di masa depan. Kedekatan antara Raka dan Vania terjalin seiring berjalannya waktu. Hingga Vania pun mulai memiliki perasaan pada Raka yang sekarang menjadi teman dekatnya. Saat Raka mulai membuka hati nya untuk Vania, sang mantan kekasih kembali dan meminta agar di beri kesempatan ke dua. Takdir bisa berubah jika kau merubah apa yang ada di pikiran mu. Bukan Tuhan yang jahat, tetapi pilihan mu lah yang salah. Story by : Risma Devana Art by : Pinterest

Risma_Devana · Teen
Not enough ratings
323 Chs

Jujur Dengan Perasaan

Jam menunjukkan pukul 17:45, Rayvin dan Vania mampir ke sebuah rumah makan sederhana yang sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Vania. Rayvin hanya tidak enak hati jika mengantarkan Vania pulang begitu saja dan sudah merepotkan dirinya karena mengajak Vania mencari hadiah untuk keponakan nya.

Rayvin dan Vania jalan bersama masuk ke dalam rumah makan yang tidak terlalu sepi ataupun ramai itu. Mereka berdua pun mencari tempat duduk yang kosong dan tempat nya nyaman. Lebih tepatnya tempat kosong di paling ujung rumah makan itu.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Rayvin pada Vania.

"Aku enggak makan, Kak. Kakak aja kalau mau pesan," jawab Vania sambil tersenyum.

"Kenapa enggak makan? Lagi diet?" kepo Rayvin sambil membolak-balikkan menu makanan yang ada di depan nya.

Vania hanya menyunggingkan senyumnya sedikit sebagai jawaban, dan Rayvin tau maksudnya. Ah, lebih tepatnya hanya sok tau. Mungkin Vania memang sedang berniat untuk mengurangi berat badan nya, namun jika di lihat Vania sudah cukup langsing dari teman-teman nya yang lain.

Akhirnya Rayvin hanya memesan beberapa makanan ringan dan jus buah untuk menunggu waktu senja lewat. Rayvin adalah tipe orang yang masih percaya pamali, di mana ada yang mengatakan bahwa saat sedang magrib atau matahari terbenam tidak boleh keluar rumah ataupun harus berhenti sejenak ketika dalam perjalanan.

Rayvin sendiri tidak tau sebenarnya apa maksud pamali itu, tapi ia hanya bisa menurut kata orangtuanya ataupun kakek neneknya.

Beberapa saat setelah menunggu pesanan, akhirnya pesanan mereka datang juga. Terlihat Vania sedang sibuk bermain dengan ponselnya hingga tidak menyadari bahwa sejak tadi Rayvin sedang memperhatikan dirinya.

"Kamu lagi chatting sama siapa sih?" tanya Rayvin yang sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya.

Vania tersenyum menampilkan deretan gigi rapinya. "Aku tuh lagi chatting sama Dara sama Vivi di grup chat kita, Kakak kenapa jadi kepo banget sih?" jawabnya lalu terkekeh kecil.

"Enggak, siapa juga yang kepo. Cuma pengen tau aja," elak Rayvin lalu meminum jus yang ia pesan.

"Ya itu sama aja, Kak," tutur Vania.

Rayvin pun mengulum senyum mendengar sahutan dari Vania. Entah kenapa hari ini terasa sangat membahagiakan bagi Rayvin. Ini pertama kalinya Rayvin merasakan bahwa ia benar benar menyukai seorang gadis, dan itu adalah Vania Azkadina.

Sambil menghabiskan pesanan makanan ringan itu, mereka berdua berbincang berbagi cerita. Mulai dari bagaimana sekolah Vania di Bandung hingga berbagai prestasi yang di raih oleh gadis cantik itu.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara keributan dari pelanggan lain yang membuat Vania dan Rayvin sontak menoleh ke sumber suara.

"Sudah cukup untuk semuanya, Mama bisa ngatur Kakak sampai akhir hidupnya. Tapi, Mama nggak akan bisa ngatur hidup aku!" teriak seorang remaja laki laki yang masih memakai seragam sekolah SMA.

Sepasang manik cantik Vania terbelalak sempurna. "Raka?" ucap nya terkejut.

Ya, remaja laki laki yang sedang bertengkar dengan Mama nya adalah Raka. Vania tidak tau kalau Raka dan Mama nya juga sedang berada di rumah makan itu. Ia sama sekali tidak menyadari keberadaan Raka padahal seharusnya Vania melihat Raka karena posisi duduk Raka yang tidak terlalu jauh darinya ataupun dari Rayvin.

Terlihat Raka benar benar marah hingga mengepalkan kedua tangannya kuat kuat. Remaja tampan itu menatap tajam sang Mama sesaat, kemudian meraih tas sekolah nya dengan kasar dan segera berlari meninggalkan sang Mama.

Melihat itu, Vania sontak langsung berdiri berniat untuk mengejar Raka namun tangannya di tahan oleh Rayvin.

"Kak?!" pekik Vania terkejut.

"Jangan pergi," pinta Rayvin.

"Tapi, Kak..." gumam Vania.

"Ku mohon, jangan pergi. Biarkan dia sendiri!" tutur Rayvin penuh harap.

Vania pun menghela nafas pasrah dan kembali duduk. "Aku takut terjadi sesuatu pada Raka," lirihnya.

"Jangan khawatir, Raka pasti baik-baik aja. Kita nggak tau masalah apa yang dia hadapi. Aku justru takut kalau kamu ikut campur masalah dia, kamu terluka lagi..."

Vania menundukkan kepalanya mendengar ucapan dari Rayvin. Yang di katakan oleh Rayvin memang ada benarnya, terakhir kali Vania mencoba untuk mengetahui apa yang terjadi dengan Raka, ia justru terjatuh dari tangga karena kesalahan Raka.

Meski itu bukan kesalahan yang di sengaja, namun sepertinya memang benar kalau Vania harus memberikan sedikit waktu luang untuk Raka menenangkan dirinya sendiri.

"Ada yang mau aku tanya in sama kamu," ucap Rayvin dengan tatapan matanya yang sendu.

Vania mendongakkan kepalanya menatap Rayvin dengan tatapan bingung. "Ada apa, Kak? Kenapa kakak sedih?" sahut nya.

"Enggak, aku nggak sedih. Cuma ada beban aja di pikiran aku saat ini," jujur Rayvin.

"Memang nya apa yang mau Kakak tanya in ke aku? Apa aku ada salah sama kakak?"

Rayvin menggelengkan kepalanya pelan. "Enggak ada," jawab nya.

"Terus? Apa yang mau Kakak tanya in?" tanya Vania yang menjadi penasaran.

"Kamu suka sama Raka?"

Pertanyaan itu benar benar di luar nalar Vania. Bagaimana bisa Rayvin bertanya seperti itu, bukankah semuanya sudah jelas?

"K-kenapa kakak nanya kayak gitu?" sahut Vania gugup.

"Aku cuma mau masti in aja semuanya, kalau memang iya aku juga nggak akan mempermasalahkan itu," jujur Rayvin seraya tersenyum palsu.

Vania menghela nafas sejenak. Bibirnya mengatup karena tidak tau harus bagaimana menjelaskan nya. Vania sendiri bahkan masih ragu mengakui perasaan nya sendiri, meski sebenarnya ia sangat yakin bahwa dia sepenuh hati menyukai Raka tidak sebatas teman dan kenyataan nya memang lebih dari perasaan seorang teman.

Melihat bagaimana ekspresi wajah Vania yang terlihat sangat kebingungan membuat Rayvin merasa bersalah.

"K-kalau nggak mau jawab nggak apa-apa kok," lirih Rayvin dengan pasrah.

"Enggak, aku mau jawab!" putus Vania tegas.

Rayvin mengerjapkan matanya cepat menatap Vania yang seketika memasang wajah serius.

"Aku suka sama Raka, dan itu udah dari lama. Bisa jadi beberapa hari setelah aku pindah ke Jakarta," sambung Vania tanpa ada sedikit pun keraguan.

Vania tidak tau apakah benar jika ia berkata seperti itu, namun baginya sudah ada alasan lagi untuk menyembunyikan perasaan nya. Vania juga tidak mau terus menerus di cap sebagai perusak hubungan antara Raka dan Arin.

Remaja cantik itu sebelumnya tidak pernah tau bagaimana awal hubungan Arin dan Raka berakhir, namun yang ia tau Arin meninggalkan Raka karena berpacaran dengan musuh Raka sendiri.

Jadi yang jelas, Vania bukanlah orang yang merusak hubungan antara Raka dan Arin. Dan itu sudah sangat jelas. Meski semuanya sudah tau, namun kedekatan Vania dan Raka juga tidak banyak yang menjadikan itu sebagai salah satu alasan.

Tetapi yang terpenting bagi Vania saat ini adalah mengakui perasaan nya sendiri.

"Baiklah, aku tau kamu akan jawab kayak gini," ucap Rayvin dengan canggung.

"Maaf," lirih Vania.

"Kenapa minta maaf sama aku?" tanya Rayvin tak paham.

"Nggak apa apa. Cuma minta maaf aja," jawab Vania polos.

"Nggak apa-apa. Nggak semua perasaan itu harus terbalaskan," tutur Rayvin dengan bijak.

"Maksud kakak?" sahut Vania tak paham.

"Karena aku suka sama kamu!"

****