Aku tahu Shaw bersaudara adalah orang kaya. Mungkin sangat kaya. Tapi tetap saja, hal itu tidak bisa mengurangi rasa terkejutku melihat pemandangan di depanku.
SUV yang kami tumpangi masuk melalui gerbang besar berwarna hitam, melewati jalan pribadi dan deretan pohon pinus yang menjulang tinggi. Setengah menit kemudian sebuah rumah tiga lantai bergaya era Victoria muncul di depan kami. Catnya berwarna putih gading dengan jendela berwarna hitam. Rumah itu terlihat agak kuno, atau mungkin memang rumah kuno, seperti rumah-rumah bangsawan yang dibangun abad 18. Sebuah kolam air mancur berada beberapa meter di depan rumah itu, di tengahnya berdiri anggun sebuah patung singa berwarna hitam.
Sesaat aku merasa seperti berada di set film akhir tahun 1700-an.
Eric menghentikan mobil beberapa meter di sebelah air mancur itu. Lalu membantuku membuka pintu mobil, udara dingin malam menyambutku saat kami turun dari mobil. Aku memandang ke rumah di depanku. Bahkan rumahnya pun terlihat mengintimidasi, sama seperti pemiliknya.
Mr. Shaw mengajakku masuk ke dalam, sedangkan Eric kembali ke SUV dan mengemudikan mobilnya melalui jalan kami masuk tadi. Sesaat aku ingin bertanya apa pekerjaan Eric yang sebenarnya, supir pribadi? Sekretaris? Bodyguard? Yang jelas Ia terlihat misterius. Ia selalu memakai jas berwarna hitam yang selalu rapi, aku tidak pernah melihat rambut pirang platinumnya berantakan sedikitpun.
Aku harus menutup mulutku saat kami masuk ke dalam rumahnya, ruangan ini bahkan hampir sama luasnya dengan seluruh apartemenku. Lantai kayu yang dipoles menyambut kami, di atasnya dipasang karpet tebal berwarna merah gelap. Sebuah lampu kristal besar di gantung di tengah ruangan. Beberapa lukisan dan foto menghiasi sebagian dinding yang dicat putih gading. Dua buah tangga berada di sisi kanan dan kiri ujung ruangan ini.
Kami berjalan terus melewati lorong pendek menuju ruangan makan, lalu dapur. Mr. Shaw menuju ke salah satu lemari kabinet di dapurnya lalu mengeluarkan sebuah botol kristal berukuran sedang dengan cairan berwarna merah gelap di dalamnya. Ia menuangkannya ke gelas Wine lalu memandangku, "Wine, Eleanor?"
Aku mengangguk sambil berdiri dengan canggung di tengah dapurnya yang besar juga. Ukurannya mungkin hampir delapan kali dapur apartemenku. Aku tidak melihat kotoran sedikitpun di dapurnya, hampir seperti dapur display di butik peralatan rumah. Aku bisa memastikan Mr. Shaw tidak pernah menggunakan kompor itu, atau oven disana.
Mr. Shaw membuka lemari kabinet itu lagi lalu mengeluarkan sebotol Wine, kali ini ada labelnya, Bordeaux. Lalu Ia menuangkannya ke gelas lain. Aku tidak terlalu mengerti tentang Wine, tapi Wine di gelasnya yang berasal dari botol kristal sebelumnya terlihat lebih gelap dan pekat daripada Wine dari botol Bordeaux.
Kuambil gelas yang disodorkan olehnya lalu meminumnya sedikit. Mr. Shaw meminum Winenya sekaligus lalu menuang botol kristal Winenya lagi, cairan berwarna merah pekat mengisi penuh gelasnya.
"Eric sedang membeli makan malam." Katanya sambil meneguk Winenya lagi, "Berapa lama hal ini sudah terjadi?"
Aku menebak Ia sedang berbicara tentang penggelapan uang di perusahaannya. "Aku baru mengecek laporan keuangan 6 bulan terakhir. Mungkin berlangsung sejak sebelum itu."
Ia menenggak habis gelas Wine keduanya. Aku menatapnya dengan sedikit khawatir, "Mr. Shaw, kau tidak apa-apa?"
Ia terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaanku, kedua alis matanya sedikit berkerut, "Yeah, aku hanya sedikit... haus." Ia meletakkan gelasnya yang kosong ke atas meja.
Haus? Orang normal minum air saat haus, bukan Wine mahal. Mungkin itulah bedanya orang normal dan orang kaya.
"Aku belum mengirimkan laporan hari ini ke Mrs. Lynch. Apa kau ingin melihatnya dulu?" tanyaku sambil meletakkan Wineku di atas meja lalu mengaduk tasku untuk mencari flashdiskku.
Setelah menemukan apa yang kucari aku mendongak untuk menatapnya, tapi nafasku tertahan di paru-paruku saat pandanganku bertemu kedua mata biru gelapnya. Ia memandangku seperti predator yang sedang mengawasi mangsanya, kedua matanya tidak berkedip sedikitpun. Kedua alisnya masih berkerut, tapi ada sesuatu di dalam pandangannya yang membuat jantungku berdebar semakin keras.
Sesuatu yang pernah kulihat sebelumnya. Sesuatu yang berbahaya. Rasanya seperti dejavu.
Suara flashdiskku yang membentur lantai memecah kesunyian di antara kami, kukedipkan mataku lalu membungkuk untuk mengambilnya tapi Mr. Shaw mendahuluiku. Jari tanganku tidak sengaja menyentuh tangannya, perasaan aneh menjalariku saat kami bersentuhan.
"Miss Heather..."
Aku mendongak, menatapnya yang sedang setengah berlutut di depanku. Ekspresi di wajahnya terlihat sedikit tertegun selama satu detik, seakan-akan Ia baru menyadari sesuatu yang sangat penting. Lalu kalimat berikutnya membuatku membeku di tempatku, "Apa aneh jika aku ingin menciummu sekarang?"
Ia tidak menunggu jawabanku, tangannya yang tidak menggenggam flashdisk menarik lenganku ke arahnya, membawaku semakin dekat dengannya.
Semuanya terjadi begitu cepat, otakku belum selesai memproses apa yang sedang terjadi saat bibirnya menyentuh bibirku yang masih sedikit basah karena Wine. Kemudian seluruh sistem di kepalaku berhenti, otakku berubah menjadi jelly.
Ia menciumku dengan hati-hati pada awalnya, lalu perlahan ciumannya berubah lebih dalam. Anehnya seluruh saraf di tubuhku seakan-akan berkumpul di bibirku, menjadikannya seratus kali lebih sensitif. Aku tidak pernah merasakan ciuman yang lebih baik dari ini.
Bibirnya menyusuri bibirku dengan lembut, perlahan, seakan-akan Ia tidak ingin terburu-buru. Aku bisa mencium bau mint dan aftershave mahalnya dengan jelas, bau yang biasanya hanya tercium samar-samar saat berada di dekatnya.
Jantungku berdebar dengan sangat kencang hingga aku hampir bisa mendengar suara debarannya di telingaku. Lalu tiba-tiba Ia menarik dirinya dariku. Kubuka kedua mataku dan menatapnya. Warna biru matanya terlihat lebih gelap dari sebelumnya. Tapi aku tidak sempat mengamatinya lebih jauh karena detik berikutnya aku mendengar suara flasdiskku yang kembali membentur lantai, kedua tangannya yang besar menangkup wajahku lalu Mr. Shaw menciumku lagi.
"Nick." Suara itu menggema dari ruangan sebelah. Bekas luka di pangkal leherku tiba-tiba berdenyut keras.
Mr. Shaw melepaskan ciumannya, nafasnya sedikit terengah, sama sepertiku. Ia berdiri lalu mengulurkan tangannya padaku untuk membantuku berdiri. Beberapa detik kemudian Gregory Shaw masuk ke dapur, Ia menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba saat melihatku. Dan ekspresi terkejut terlihat jelas di wajahnya.
"Ah... Miss Heather." Gumamnya sambil memandang Mr. Shaw dengan pandangan aneh... atau pandangan menuduh?
"Aku bertemu Eric di depan, Ia menitipkan sesuatu untukmu." Katanya sambil meletakkan bungkusan plastik yang Ia bawa ke atas meja. Ia mengenakan setelan jas yang sama dengan yang kulihat pagi ini, minus dasi. Rambut hitamnya sudah kembali berantakan tapi Ia tidak terlihat peduli dengan penampilannya.
"Nick, bisa aku berbicara denganmu sebentar?" tanyanya sambil menatap saudaranya di sebelahku. Tiba-tiba aku merasa seperti seseorang yang tidak diharapkan kedatangannya.
"Bagus. Aku juga ingin berbicara padamu. Tunggu sebentar, aku akan mengambil laptopku." Balas Mr. Shaw, lalu Ia berjalan keluar meninggalkanku bersama Gregory Shaw.
Aku kembali berdiri dengan canggung, kali ini di depan counter granit dapur tempat kami berciuman sebelumnya. Memikirkannya kembali membuatku wajahku memerah.
"Aku tidak tahu Nick akan mengajakmu ke rumah, Miss Heather." Katanya sambil membuka lemari kabinet lalu mengeluarkan botol kristal yang sama dengan yang dikeluarkan Mr. Shaw sebelumnya. Ia menuangkan Winenya ke gelas lalu meneguknya sedikit. "Ia tidak pernah membawa wanita ke rumah ini... Ah, mungkin hanya sekali."
Aku tidak tahu maksudnya menceritakan ini padaku, jadi aku tidak meresponnya.
Ia melepaskan jasnya lalu menyampirkannya ke salah satu kursi. Kedua matanya menatap botol kristal Wine di depannya dengan kening sedikit berkerut. Dari jarak sedekat ini aku baru menyadari kedua mata birunya tidak segelap Mr. Shaw.
"Jadi bagaimana kalian bisa saling mengenal?" tanyanya sambil menatapku.
"Mr. Shaw menolongku saat—"
Kalimatku terpotong oleh kedatangan Mr. Shaw, Ia membawa macbooknya lalu meletakkannya di atas meja granit. Saudaranya berjalan mendekatinya lalu berdiri di sampingnya, salah satu tangannya memegang gelas Wine sedangkan perhatiannya tertuju pada layar macbook, sama dengan Mr. Shaw.
"Apa itu?" tanyanya pada Mr. Shaw, keningnya sedikit berkerut.
"Laporan penggelapan uang yang ditemukan oleh Miss Heather. Seseorang sedang merampok kita, Greg." Gumamnya tanpa mengalihkan perhatian dari layar. "Mereka sudah berhasil memindahkan 5% uang perusahaan."
Gregory Shaw bersiul setelah mendengar penjelasan Mr. Shaw. Ia sama sekali tidak terlihat panik, malah keduanya tidak terlihat panik. "Kau sudah tahu siapa yang melakukannya?" tiba-tiba Ia mengalihkan pandangannya padaku.
Aku menggeleng, "Laporan itu masih bisa di mark up oleh orang lain sebelum dikirim ke Anna Winto- maksud saya, Mrs. Lynch." Gumamku.
Ia tersenyum lebar, "Anna Wintour?" ulangnya sebelum tertawa kecil. Suara tawanya sedikit menular, membuatku ikut tersenyum.
"Ternyata bukan hanya aku yang menganggap Mrs. Lynch mirip dengan Anna Wintour." Tambahnya sambil menghabiskan Wine di gelasnya.
Mr. Shaw hanya menoleh sedikit ke saudaranya sebelum kembali membaca laporanku.
Lukaku kembali berdenyut cukup keras hingga tanpa kusadari tanganku bergerak untuk menyentuhnya. Kedua mata Gregory Shaw mengikuti gerakan tanganku, lalu tiba-tiba sikap santainya berubah menjadi agak kaku. Ia meletakkan gelasnya yang sudah kosong di atas meja lalu mengambil jasnya yang disampirkan di kursi.
"Aku yakin Nick bisa mengurusnya sendiri. Well, aku harus pergi." Gumamnya sambil melihat jam tangannya, "David ingin bertemu denganku sekarang. Selamat malam, Miss Heather."
Aku membalas ucapannya dengan sopan. Ia tersenyum sambil menyisir rambut hitamnya yang sedikit berantakan dengan salah satu tangannya.
"Oh, Nick, aku masih harus bicara denganmu nanti." Tambahnya sebelum berjalan keluar.
Aku memandangnya hingga Ia menghilang dari ujung koridor, saat aku mengalihkan pandanganku kembali ke Mr. Shaw, Ia juga sedang mengamatiku. Aku tidak menyukai ekspresi di wajahnya saat ini.
Setelah makan malam dengan masakan Perancis yang dibeli oleh Eric, Mr. Shaw bertanya beberapa hal tentang laporanku. Ia mengkopi laporanku di laptopnya lalu mengembalikan flasdiskku. Selama itu seluruh sikapnya berubah padaku. Ia tidak memanggilku Eleanor lagi. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya, yang jelas setelah ciuman kami... Ia berubah menjadi lebih dingin padaku. Tepat pukul 11 malam, Eric mengantarku pulang.
Dan itu adalah terakhir kalinya aku bertemu Nicholas Shaw.