Aku belum memberitahu Lana hingga keesokan harinya. Mungkin aku akan meneleponnya kembali nanti, saat istirahat makan siang. Lagipula aku akan kembali ke San Fransisco tiga hari lagi, lalu Mr. Shaw akan melupakanku... dan aku akan melupakannya.
Sedikit penyesalan menyelubungi hatiku. Ugh, Ella jangan bodoh. Mungkin Mr. Shaw hanya bersikap sopan selama ini padaku, Ia hanya kebetulan menolongku dan mengganti sepatuku.
...dan mengajakku makan siang, dan mengantarku pulang.
Kutarik kedua sudut mulutku ke bawah. Ia hanya bersikap sopan, kan? Lagipula sepertinya Ia sudah memiliki pasangan. Kupandang pantulan wajahku di cermin hotel, hari ini aku mengenakan blus berwarna merah darah hadiah dari Lana dan pencil skirt berwarna hitam. Blus ini jarang kupakai. Aku menyukai warnanya dan bahan silknya, hanya saja blus ini sedikit terlihat mencolok. Mungkin lebih cocok untuk acara makan malam formal daripada bekerja.
Kurapikan rambut auburnku yang sedikit bergelombang. Dulunya aku berencana untuk mengecat rambutku agar lebih coklat tapi sayangnya aku tidak pernah sempat melakukannya. Kedua mata amberku kembali memandang pantulanku di cermin, lalu setelah menghela nafas panjang aku keluar dari kamar hotelku.
***
Restauran bagel Julio sedikit lebih ramai di pagi hari, aku memesan bagel salmon asap dan segelas teh untuk dibawa ke kantor, Julio mengobrol denganku sebentar sebelum kembali melayani pembeli lainnya. Aku benar-benar akan merindukan Julio dan bagelnya di San Fransisco nanti, kumasukkan bagelku ke dalam tasku lalu keluar dari restauran.
Cuaca Manhattan pagi ini masih sedikit mendung dengan sedikit sinar matahari yang mengintip malu-malu dari balik awan. Hampir bisa dipastikan malam ini akan hujan deras lagi.
Aku masuk ke dalam lift bersama beberapa karyawan lain, tapi kali ini aku tidak berhenti di lantai 15. Aku harus mengembalikan sesuatu pada Mr. Shaw. Kutunggu hingga pintu lift di depanku terbuka di lantai paling atas, lantai 19. Sebuah lobby mini menyambutku saat aku keluar dari lift. Aku berjalan mendekati meja sekretaris, seorang wanita berambut hitam dengan potongan pixie tersenyum padaku.
"Ada yang bisa saya bantu?" Ia melirik ke badge karyawanku sekilas.
"Hai! Apa Mr. Shaw sudah datang?"
"Mr. Nicholas atau—"
"Mr. Nicholas Shaw." Potongku dengan senyuman.
"Apa anda sudah membuat janji?" tanyanya sambil mengecek sesuatu di komputernya.
"Belum, saya hanya ingin menitipkan sesuatu untuk Mr. Shaw." Jawabku sambil mengaduk tasku lalu mengeluarkan sebuah amplop berisi cek. "Tolong sampaikan ini dari Eleanor Heather." Tambahku sambil meletakkan amplop itu di atas meja resepsionis. "Terimakasih."
Ia mengangguk lalu kedua matanya beralih ke sesuatu di belakangku, sebelum aku sempat menoleh sebuah suara yang berat bergumam dari belakangku.
"Eleanor Heather." Suara itu mengulangi namaku. Bulu-bulu halus di tengkukku sedikit meremang saat mendengarnya.
Kubalikkan badanku, menatap Gregory Shaw yang berdiri di beberapa langkah belakangku. Ia terlihat berbeda dari semalam, kali ini Ia memakai setelan jas berwarna hitam yang serasi dengan rambutnya yang rapi.
Kedua mata birunya memandangku perlahan dari bawah hingga ke atas, membuatku tidak nyaman. Ia menarik salah satu sudut mulutnya ke atas, membentuk sebuah senyuman. "Mencari Nick?" suaranya terdengar sedikit dingin.
Aku tersenyum canggung padanya, lalu mengangguk kecil.
"Ia sedang berada di pengadilan pagi ini. Tapi... kau bisa menyampaikan pesanmu padaku, Miss Heather. Aku akan bertemu dengannya setelah ini." Katanya tanpa mengalihkan pandangan matanya dariku sama sekali. Ia tidak memiliki aura mengintimidasi seperti Nicholas Shaw, tapi ada sesuatu di dalam pandangannya yang membuatku merasa tidak nyaman.
"Oh, tidak perlu. Saya hanya menitipkan—"
"Aku bisa memberikannya setelah ini... Lagipula Nick tidak akan ke kantor hari ini." Potongnya sebelum aku sempat menolaknya. Lalu Ia berjalan mendekati meja resepsionis dan mengambil amplop yang baru saja kuletakkan. "Hanya ini?"
Aku kembali mengangguk.
Ia kembali tersenyum, "Aku akan menyampaikannya pada Nick."
"Terimakasih, Mr. Shaw." Balasku sambil tersenyum kaku lalu berjalan kembali menuju lift. Aku bisa merasakan pandangannya di punggungku selama aku berjalan. Ia masih memandangku tanpa ekspresi bahkan setelah aku berada di dalam lift. Kuhela nafasku setelah pintu lift tertutup lalu tanganku menyentuh pangkal leherku, tanpa kusadari bekas lukaku berdenyut sejak tadi.
***
Kedua mataku masih memandang file keuangan yang sama sejak satu jam yang lalu. Mrs. Lynch tidak mengecekku sama sekali hari ini, Ia hanya memintaku untuk mengirimkan e-mail padanya. Aku melakukan apa yang diminta olehnya, hingga aku menemukan file ini.
Sejumlah besar uang ditransfer ke sebuah rekening di Bank Rotterdam, dan ini bukan yang pertama kalinya. Setidaknya sepuluh laporan transfer ke berbagai akun di bank Rotterdam, dan jumlahnya sama besarnya. Ada yang tidak beres disini.
Aku membuat catatan kecil untuk Mrs. Lynch lalu melirik jam di tanganku, pukul 9 malam.
Sepertinya aku harus mengirimkan laporan hari ini besok pagi karena tidak ada gunanya mengirimkannya malam ini, Mrs. Lynch tidak akan membacanya sekarang.
Kusandarkan punggungku ke kursiku lalu mengerutkan keningku, yang paling membuatku merasa aneh adalah bagaimana mungkin perusahaan sebesar ini tidak menyadari adanya kebocoran? Atau mungkin ada alasan lain? Tapi untuk apa Shaw&Partner mentransfer uangnya ke Thompson&Thompson dan beberapa akun di bank Rotterdam dengan jumlah yang sama berkali-kali? Apa Mr. Shaw mengetahuinya?
Aku membayangkan Nicholas Shaw sedang berdiri di tengah ruangan pengadilan, dengan wajah dinginnya dan tatapan mengintimidasinya. Mungkin Ia sedang menangani kasus bernilai miliaran atau penggelapan besar. Setahuku Mr. Shaw bersaudara lebih banyak menangani kasus-kasus seperti itu, bukan kasus kriminal seperti pembunuhan atau semacamnya. Mereka hanya menangani kasus-kasus besar dan penting, sedangkan sisanya diserahkan pada bawahannya.
Aku jadi bertanya-tanya berapa bayaran yang didapat pengacara sekaliber itu dalam setiap kasus...
"Eleanor."
Aku sedikit terlonjak terkejut di kursiku saat mendengar suara itu. Kepalaku menoleh ke arah pintu kantor kecilku yang terbuka. Nicholas Shaw sedang berdiri menyandarkan salah satu bahunya di frame pintu, kedua mata birunya walaupun sedikit terlihat lelah walaupun masih mengintimidasi saat menatapku. Ia hanya mengenakan kemeja berwarna biru muda yang lengannya digulung hingga ke siku dan celana formal berwarna biru tua. Tanpa dasi. Dua kancing kemeja teratasnya terbuka. Rambut coklat gelapnya yang biasanya rapi saat ini sudah sedikit berantakan, membuat tanganku ingin mengacak-acak rambutnya.
Ia tidak tersenyum padaku. Dan Ia terlihat sangat-sangat-sangat tampan.
"Hai..." gumamku setelah menatapnya selama satu menit penuh. Bagaimana Ia melakukannya? Bagaimana bisa Ia selalu muncul saat aku sedang memikirkannya.
"Harus berapa kali aku mengatakannya padamu?" tiba-tiba Ia menarik kedua sudut mulutnya ke bawah.
Huh?
"Aku tidak akan menerima uangmu, Eleanor."
Oh. Cek itu.
Ia jauh-jauh datang ke sini hanya untuk mengatakan itu? "Well, kalau begitu aku tidak bisa menerima sepatu itu, Mr. Shaw."
Tiba-tiba Ia berjalan menuju mejaku, hanya dua langkah besar dan Ia sudah berada di depanku. Ia meletakkan kedua tangannya di mejaku dengan posisi mengintimidasi, aku mendongak perlahan menatapnya. Ada sedikit ekspresi marah di wajahnya, dan aku berani bersumpah warna biru kedua matanya semakin gelap.
Mungkin karena efek cahaya?
"Bagaimana jika kau berhenti menjadi keras kepala dan menerima sepatu itu, lalu kita bisa segera pergi makan malam?" suaranya terdengar lebih dalam dari biasanya, aku bisa mendengar sedikit nada marah di dalamnya.
Aku terhenyak di tempat dudukku. Keras kepala? Aku? Apa Ia tidak memiliki cermin di rumahnya?
"Jadi apa yang harus kulakukan untuk menggantinya?" tanyaku dengan nada menyerah. "Mr. Shaw, aku tidak bisa menerima barang semahal itu begitu saja."
Wajah cemberutnya perlahan memudar, Ia menarik tangannya dari mejaku lalu menarik kedua sudut mulutnya sedikit membentuk senyuman kecil. "Kita bisa mendiskusikannya saat makan malam, Eleanor."
"Aku tidak ingat kita memiliki janji makan malam." Gumamku pada diriku sendiri. Kumatikan laptopku lalu mengambil tasku. Mr. Shaw hanya berdiri di tempatnya, mengamatiku. Aku berdiri lalu berjalan ke sebelahnya, pandangannya tidak teralih dariku sedikit pun, membuatku semakin gugup. Kami berjalan bersama menuju lift.
"Apa ada yang salah denganku?" tanyaku saat masuk ke lift bersamanya.
Ia berkedip sekilas lalu memandangku dari wajahku hingga ujung kakiku. "Yeah, banyak sekali." Gumamnya sambil kembali menatap wajahku dengan tatapan intensnya. Berbeda dengan tatapan saudaranya tadi pagi, tatapannya sama sekali tidak membuatku merasa tidak nyaman. Hanya gugup.
Sangat gugup.
"Kau terlihat sangat cantik malam ini. Itu kesalahan pertamamu." Bisiknya dengan suaranya yang dalam. Jantungku berdegup lebih kencang saat mendengar suaranya, tidak pernah ada pria yang memiliki efek sepertinya sebelumnya. Tidak Oliver, dan tidak sebelum-sebelumnya.
Pintu lift terbuka sebelum aku sempat merespon ucapannya. Mr. Shaw mempersilahkanku untuk keluar lebih dulu, lalu Ia berjalan di sebelahku. Kami keluar dari lobby gedung Shaw&Partner menuju udara malam Manhattan. Mobil SUV hitamnya sudah berada di depan gedung, Eric keluar dari belakang kemudi lalu membantu membuka pintu untukku.
"Trimakasih." Kataku sambil tersenyum padanya. Eric hanya mengangguk sopan. Ia memakai jas berwarna hitam tanpa dasi, sama dengan yang Ia pakai saat mengantarku ke hotel beberapa hari yang lalu.
Mr. Shaw masuk dan duduk di sebelahku, dari jarak sedekat ini aku bisa mencium parfum maskulinnya dan sedikit bau mint. Kuselipkan beberapa helai rambutku ke belakang telingaku dengan sedikit gugup, "Kemana kita akan pergi?" tanyaku untuk memecah keheningan.
"Fleur de Lis. Kau menyukai makanan perancis?" Ia menoleh sedikit ke arahku.
"Yeah." Fleur de Lis? Namanya terdengar seperti restauran mahal. "Jadi... kasus apa yang sedang kautangani? Apa berjalan lancar?"
Ia tersenyum sedikit lalu melihat rolexnya sekilas sebelum kembali menatapku, "Penggelapan pajak. Kau tidak akan tertarik, Eleanor, pekerjaanku akan terdengar membosankan untukmu."
"Oh, kupikir pekerjaanku lah pekerjaan paling membosankan di dunia."
Ia tersenyum lagi, kedua matanya yang biasanya dingin dan mengintimidasi sedikit mencair saat Ia tersenyum, "Bagaimana denganmu? Kau sudah menyelesaikan auditnya?"
Untuk pertama kalinya kami benar-benar mengobrol. Bukan berbasa-basi seperti biasanya. "80 persen. Kurasa aku bisa menyelesaikannya besok."
"Besok?" senyuman di wajahnya memudar dengan cepat, "Kupikir kau memberitahuku pekerjaanmu selesai dalam seminggu? Ini baru 4 hari."
"Audit yang diminta ternyata tidak sebanyak perkiraanku, lagipula Mrs. Lynch sudah menyediakan semua data yang kubutuhkan jadi aku tidak perlu memulainya dari awal." Obrolan kami membuatku teringat pada data keuangan Bank Rotterdam. Apa aku harus bertanya padanya? Besok pagi aku akan mengirimkan laporannya pada Mrs. Lynch, dan Ia akan memberitahu atasannya. Jadi jika aku memberitahunya sekarang tidak ada salahnya, kan?
Aku melirik ke arah Mr. Shaw, Ia sedang memandang ke arah jendela dengan kening berkerut. Kedua sudut mulutnya kembali ditarik ke bawah.
"Sebenarnya... aku menemukan sedikit kejanggalan di dalam laporan keuangan beberapa bulan yang lalu."
Mr. Shaw kembali menoleh ke arahku, Ia menyisir rambut coklat gelapnya dengan tangan kanannya lalu mengangguk kecil, menyuruhku untuk melanjutkan.
"Ada sekitar sepuluh aliran dana keluar yang sedikit mencurigakan, semuanya dikirim ke akun berbeda di Bank Rotterdam, beberapa lainnya ke Thompson&Thompson—"
"Thompson&Thompson?" seluruh perhatian Mr. Shaw tertuju padaku saat aku menyebutkan nama itu. "Kau yakin, Eleanor?"
Aku mengangguk, "Aliran dana itu tidak dikirim langsung ke perusahaan Thompson&Thompson, tapi ditransfer ke perusahaan cabang yang dimiliki oleh Thompson&Thompson. Jika seluruh dananya ditotal mungkin jumlahnya sekitar 4 atau 5 persen nilai perusahaanmu, Mr. Shaw."
Empat atau lima persen yang amat sangat banyak jika perusahaannya sebesar Shaw&Partner. Mungkin cukup untuk membeli sebuah gedung perkantoran ukuran kecil.
Aku mengamati ekspresi di wajahnya di tengah remang-remang cahaya lampu SUV nya, kerutan di keningnya semakin dalam. Yang artinya hanya satu; selama ini Ia tidak menyadari perusahaannya mengalami kebocoran.
"Aku bisa mengeceknya lagi jika dibutuhkan..." tambahku. Jika aku menelusurinya dari awal, kemungkinan besar jejak pelakunya masih belum dibuang. Ia menatapku perlahan, kerutan di keningnya sedikit mengendur.
"Tentu saja..." Ia berbalik sedikit ke arahku hingga kami saling bertatapan, bahu kirinya disandarkan ke punggung kursi mobil. Dan Ia berada sangat dekat denganku hingga aku bisa melihat detail wajahnya, rahangnya yang tegas dan sedikit arogan, bibirnya yang kini sedikit tersenyum, dan kedua matanya yang menatapku dengan intens.
"Aku membutuhkanmu, Eleanor. Bagaimana jika aku meminta perusahaanmu untuk memperpanjang kontrak kerjamu dua minggu lagi?"
Sekilas aku melihat ekspresi lega di wajahnya, hanya sepersekian detik, sebelum wajahnya kembali serius. Apa aku salah melihatnya?
"Kemungkinan mereka akan mengirimkan tim untuk menyelidiki hal-hal seperti ini, Mr. Shaw. Lagipula ini bukan divisiku, aku hanya melakukan audit."
"Tidak, aku tidak memerlukan satu tim. Aku hanya membutuhkanmu." Balasnya sambil mengeluarkan blackberrynya dari saku celana. "Aku akan meminta Mrs. Lynch untuk mengurus kontrakmu. Untuk laporannya aku ingin kau melapor langsung padaku, atau Greg."
Tunggu dulu.
"Mr. Shaw, penyelidikan penggelapan dana seperti ini membutuhkan waktu lebih dari dua minggu jika dikerjakan sendirian, lagipula aku tidak bisa tinggal lebih lama disini." Atau lebih tepatnya tidak ingin.
Ia menarik kedua sudut mulutnya ke bawah, "Tidak bisa?"
Aku menatapnya selama beberapa saat sebelum mengangguk kecil.
"Katakan padaku, Miss Heather, apa yang membuatmu tidak bisa berada di Manhattan lebih lama lagi?"
"Um," Untuk sesaat otakku berhenti bekerja. Pikir Ella, pikir! "Aku hanya tidak menyukai berada di tempat asing, sendirian terlalu lama." Gumamku, mengulangi alasan yang sama dengan yang kukatakan padanya dua hari yang lalu.
Dan alasanku terdengar sangat payah saat ini. "Maksudku... aku tidak mengenal siapapun disini." Aku tertawa kecil untuk menutupi rasa maluku, "Beberapa bulan yang lalu aku diserang oleh seorang pria, mungkin itu yang membuatku sedikit trauma jika sendirian."
"Diserang?" ulangnya. Sebuah ekspresi aneh melintasi wajahnya, lalu ekspresinya berubah dingin... hampir berbahaya. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari ekpresinya yang berubah drastis.
"Apa polisi menemukan pelakunya?" tanyanya setelah aku tidak menjawab pertanyaan sebelumnya.
Aku menggeleng, "Aku tidak terlalu mengingat kejadiannya jadi polisi tidak bisa melakukan pencarian." Satu-satunya yang kuingat darinya hanya siluet dan suaranya.
Mr. Shaw menatapku dengan dingin, "Apa yang dilakukannya padamu?"
Aku terdiam sejenak, menimbang-nimbang untuk mengatakan yang sebenarnya padanya. "Mungkin ini terdengar sedikit aneh, Ia... Ia menggigitku."
Kedua matanya sedikit membesar, "Dan kau tidak bisa mengingat pelakunya?" suaranya terdengar aneh, seperti suara seseorang yang menahan marah. Aku menatapnya dengan sedikit bingung.
"Well, tidak... aku tidak terlalu mengingatnya."
Lampu dari jalanan yang kami lewati sesekali masuk ke dalam mobil, memberi cahaya lebih terang di dalam mobil. Mr. Shaw memejamkan kedua matanya sejenak, keningnya kembali berkerut, lalu tiba-tiba Ia berkata, "Putar balik, Eric. Ke rumah."
Lalu Ia membuka matanya, kembali menatapku. "Kuharap kau tidak keberatan makan malam di rumahku?" suaranya sudah kembali normal. Ia melihat keraguan di wajahku sebelum menambahkan, "Aku ingin membicarakan tentang penemuanmu lebih jauh."
Aku melihat jam tanganku sekilas, pukul 9.20 malam.
Yah, aku masih mempunyai satu jam untuk mengobrol dengannya. Anggap saja ini lembur, Ella. Lagipula aku akan kembali ke San Fransisco besok lusa. Dan ini hanya makan malam biasa... di rumahnya.
"Okay." Jawabku.
Kami kembali terdiam selama beberapa saat sebelum Ia bertanya lagi, "Tentang penyerangmu... Kau yakin Ia menggigitmu?"
Kurasakan wajahku sedikit memanas. Polisi juga tidak mempercayainya, tidak ada yang mempercayai ceritaku kecuali Lana. Walaupun terkadang aku sendiri menganggap ceritaku terdengar konyol, tapi pria itu benar-benar menggigitku. Aku bahkan masih bisa melihat lukanya di leherku, walaupun sudah sedikit memudar. Suaranya selalu membayangi setiap mimpi burukku, dan setiap aku berusaha mengingat wajah pria itu seakan-akan ada kabut tebal yang menutupi ingatanku.
"Aku tahu ceritaku mungkin terdengar sedikit gila dan tidak ada yang mempercayainya—"
"Aku mempercayaimu, Eleanor." Potongnya, "Hanya saja kau tidak..." Tiba-tiba Ia menghentikan kalimatnya, lalu menggertakkan rahangnya dengan marah.
"Aku tidak...?"
"Tidak apa-apa." Gumamnya. Ia mengalihkan perhatiannya ke jalanan di luar dan kami tidak berbicara selama sisa perjalanan.