Aku berusaha menghubungi Nick selama dua puluh menit terakhir setelah mengunjungi Lancaster, tapi Nick tidak menjawab teleponku sama sekali jadi kuputuskan untuk kembali ke rumah untuk mengambil pasporku. Penerbangan paling awal ke Finlandia berangkat enam jam lagi dan aku membutuhkan pasporku sebelum memesan tiket.
Tidak biasanya Nick membiarkan handphonenya mati terlalu lama, pikirku saat mobilku berhenti di lampu merah.
Mobil Nick tidak ada saat aku sampai di rumah, bahkan tidak ada siapapun selain Ella di rumah ini. Nick tidak akan meninggalkan istrinya saat hamil tua. Biasanya jika Nick harus pergi, paling tidak ada aku atau Erik yang standby di dekat Ella.
"Ella, dimana Nick?" tanyaku saat melihatnya sedang duduk di sofa.
"Aku tidak tahu, aku tidak bisa menghubunginya." jawabnya dengan suara yang aneh. Aku bermaksud untuk mengambil paspor di kamarku tapi ekspresi tegang di wajah Ella membuatku mundur beberapa langkah hingga aku berada di depannya lagi.
Ia sedang menatap ke arah perapian dengan ekspresi tegang dan panik, membuat instingku berubah waspada. "Eleanor..." panggilku dengan perlahan, "Ada apa?"
Kami tidak memiliki musuh lagi setelah Elizabeth, dan terakhir kudengar Alastair mendapat hukuman pengasingan dari klannya. Tapi mungkin saja...
Dengan suara tercekat Ella berusaha mengucapkan sesuatu, "A—air." gumamnya dengan terbata.
"Air?" ulangku sambil berlutut di depannya, dengan kening berkerut pandangannya masih tertuju pada perapian di depannya seakan-akan Ia bisa melihat sesuatu di dalam kobaran api perapian.
Akhirnya dengan susah payah Ella mengalihkan pandangannya dari perapian padaku, "Air ke—ketubanku pecah tiga puluh menit yang lalu."
Aku memandangnya dengan tatapan kosong selama beberapa detik, berusaha memproses apa yang baru saja Ia ucapkan. Lalu tatapanku beralih ke perutnya yang hanya berjarak tiga puluh senti dari wajahku saat ini.
"Greg..."
"Apa... apa yang pecah, Ella?" kali ini, giliranku yang merasa panik. Kau tahu, saat kau mengikuti ujian yang menentukan hidup dan matimu tapi kau tidak belajar sama sekali? Yeah, sepanik itu.
"Aku—aku akan mencari Nick." tambahku sambil berdiri dengan cepat, tapi tangan Ella mencengkeram ujung kemeja yang kukenakan dengan sangat erat.
"Greg... Jangan. Tinggalkan. Aku. Sendirian." dengan setengah mendesis Ella menarik ujung kemejaku dengan kuat hingga aku berlutut di depannya lagi. "Kau harus membantuku mengeluarkan bayi ini."
Kutelan ludahku dengan panik. Aku pernah melewati saat-saat dimana kematian hanya berjarak beberapa jengkal dariku, tapi tidak ada yang lebih mengerikan dari apa yang baru saja Ella ucapkan. "E—Ella, kau tahu aku tidak bisa—"
"Diam! AH..." Ella memeluk perut besarnya dengan ekspresi kesakitan, keringat dingin membasahi keningnya.
"Apa yang harus kulakukan?" tanyaku, aku tidak tahu apa Ella mendengar pertanyaanku karena detik berikutnya aku mencium bau darah yang bersumber darinya. Oh, sial, sial, sial. "Ella, apa yang harus kulakukan!"
"Bawa— Aghhh...!" Untuk sesaat Ella terlihat seperti seseorang yang kesulitan bernafas, Ia berkali-kali berusaha menarik nafasnya lalu menghembuskannya lewat mulutnya. Dimana aku pernah melihat hal seperti ini? Pikirku samar-samar.
"Greg!" pekiknya disela tarikan nafasnya, "Bawa aku ke kamar!"
"O—okay!" jika aku dapat berpikir jernih mungkin aku akan tertawa karena saat ini kami berdua saling berteriak, padahal jarak kami cukup dekat dan pendengaranku masih sangat sempurna untuk ukuran Volder dan Leech.
Cukup sulit menggendong wanita hamil yang menggeliat kesakitan dalam pelukanmu, Ella mencengkeram pundakku seakan-akan Ia ingin membunuhku. Aku tidak keberatan jika Ia masih manusia... tapi Ia mencengkeramku sekuat tenaga dengan kekuatan Leechnya.
"Dimana Nick?" pekik Ella saat aku merebahkannya ke tempat tidur. "Ia. Harus. Bertanggung jawab."
Yeah, aku setuju denganmu. "Aku akan menghubunginya lagi." balasku sambil mengambil handphone di saku celanaku. Ella meraih salah satu tanganku lalu menggenggamnya dengan erat, "Greg, j—jangan tinggalkan aku sendiri."
Sial. Handphone Nick belum aktif juga. "Apa kita harus ke rumah sakit?" tanyaku sambil menoleh ke arah Ella.
"Jangan. Jangan rumah sakit." jawabnya dengan kening berkerut dan mata terpejam, satu detik kemudian Ella mulai terisak di antara erangan kesakitannya. "Greg. Kau harus mengeluarkan bayinya!"
"Okay... tenang, Ells. Tarik nafasmu dalam-dalam." kataku dengan suara lembut agar Ia tidak panik.
"Kau tidak merasakan sakitnya!" teriaknya sebelum mengerang kesakitan lagi.
Aku berharap Nick segera pulang karena sepertinya semua kemarahan Ella untuk Nick beralih padaku, bahkan Ella terlihat marah saat melihatku bernafas.
Tiba-tiba aku teringat Alice. Aku bertemu dengannya satu jam yang lalu, kuharap Ia membawa handphonenya saat ini. Sambungan teleponku tertahan beberapa saat sebelum Alice mengangkatnya. "Alice? Alice, aku butuh bantuanmu. Aku tidak bisa menghubungi Nick, dan Ella— kurasa Ella akan melahirkan." berondongku dengan putus asa.
Ada jeda cukup lama yang diselingi erangan kesakitan Ella sebelum Alice menjawabku dengan tenang, "Gregory, aku tidak bisa membantu persalinan."
"Kau pikir aku bisa?!" balasku sedikit histeris, "Aku hanya butuh kau datang, kau bisa menghubungi Erik untuk datang juga?"
"Aku akan menghubungi Erik di jalan." balas Alice sebelum memutuskan sambungannya.
Untuk yang pertama kalinya dalam satu jam terakhir, aku bisa bernafas lega. Ella sudah melepaskan tanganku, dengan mata masih terpejam wajahnya terlihat lebih pucat dari sebelumnya. Kuletakkan tanganku di keningnya yang basah untuk mengecek suhu tubuhnya. Terlalu dingin, pikirku diiringi oleh rasa khawatir.
"Dimana Nick?" gumamnya dengan suara serak.
"Alice dalam perjalanan untuk membantumu, uh, mengeluarkan bayimu Ella." jawabku sebelum menarik selimut untuknya tapi Ella menepis tanganku dengan erangan lemah. Samar-samar suara langkah yang tergesa-gesa terdengar mendekat, dan semua rasa panikku menguap begitu saja.
Aku tidak pernah merasa sebahagia ini saat melihat wajah kakakku.
"Eleanor." Nick terlihat lebih pucat dariku saat melihat istrinya terbaring lemah di tempat tidur. Ella membuka matanya dengan susah payah, kurasa rasa sakit yang dirasakannya saat ini membuatnya hampir kehilangan kesadaran.
"Berapa lama sejak kontraksinya?" tanya Nick kepadaku sambil mengecek nadi di leher Ella.
"Kurasa 30-40 menit. Air ketubannya sudah pecah saat aku sampai."
Kerutan khawatir menghiasi kening Nick saat mendengar jawabanku. "Aku membutuhkan 5 liter darah A+."
"Aku akan mengambilnya." balasku sambil keluar dari kamar. Nick menggumamkan sesuatu di telinga Ella saat aku kembali dengan beberapa pouch darah hangat, lalu Nick memintaku keluar karena sepertinya aku tidak berguna sama sekali untuknya.
Setelah berjalan mengelilingi ruangan selama beberapa menit kuputuskan untuk duduk sejenak. Rasa marah, panik, khawatir yang kurasakan beberapa jam terakhir benar-benar membuatku lelah. Saat tahu air ketuban Ella pecah kurasa aku kehilangan sepuluh tahun hidupku karena rasa panik. Dan Lana... kubuka kedua mataku dengan cepat lalu melihat jam di atas perapian, aku harus menunggu paling tidak enam jam lagi untuk pesawat selanjutnya yang menuju Finlandia.
Erik datang lima belas menit setelah Nick, Ia hanya mengangguk kecil padaku sebelum masuk ke kamar untuk membantu Nick. Aku sedikit terkejut saat Ia keluar lagi beberapa menit kemudian lalu duduk di sofa tidak jauh dariku.
Aku mengerti mengapa Nick mengusirku, karena aku tidak berguna di dalam sana, tapi seharusnya Erik lebih berguna dariku. Kami berpandangan selama beberapa saat, kurasa Erik menyadari pertanyaan dalam pandanganku karena berikutnya Ia menjawabku, "Mr. Shaw tidak ingin ada pria lain di dalam sana."
"Ah..." jawabku sambil mengangguk. Tidak ada yang bisa mengalahkan sifat posesif Nick, bahkan saat istrinya melahirkan sekalipun. Yah, Nick memang seperti itu dari kecil... Ia akan memastikan tidak ada yang bisa menyentuh apa yang dimilikinya.
Ella membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengubah pikiran Nick saat Ia ingin memburu dan membunuh Alastair, tentu saja kami semua tahu membunuh Alastair hanya akan membahayakan Ella dan bayinya karena Ia adalah Leech milik Alastair. Aku bisa melihat rasa marah yang terpendam di dalam kedua mata Nick saat Ia akhirnya menyetujui permintaan Ella.
Tapi aku yakin Alastair tidak akan menunjukkan batang hidungnya lagi, Dostov sudah memastikannya. Klannya menjatuhkan hukuman pengasingan hingga waktu yang tak terbatas. Ia tidak diperbolehkan berhubungan dengan Volder lain, bahkan dengan Leech atau manusia sekalipun.