58 Chapter 58

Suara sepasang langkah kaki membuyarkan lamunan singkatku. Alice berjalan melewatiku tanpa menoleh dan langsung masuk ke dalam kamar Nick, Ia sudah mengganti gaun yang sebelumnya Ia pakai dengan kaos dan jeans hitam yang biasa Ia kenakan. Salah satu tangannya membawa koper kecil yang kurasa berisi darah segar. Langkah kaki lain terdengar mengikuti, aku tidak perlu menebak siapa karena aku baru saja bertemu beberapa jam yang lalu.

Lancaster duduk di sofa yang sama denganku tanpa menyapa, Ia masih mengenakan pakaian yang sama hanya saja dari ekspresinya saat ini sepertinya Ia tidak ingin berada disini. Kusandarkan punggungku di sofa lalu menoleh ke arahnya, "Apa yang kau lakukan disini?"

Lancaster menghela nafasnya sebelum membalas pandanganku dengan kedua mata hijaunya yang terlihat bosan, "Menunggu Alice... Jadi ini rumahmu?"

"Erik, apa yang Ia lakukan disini?" tanyaku sambil menoleh ke arahnya.

"Mr. Lancaster dalam perlindungan Alice." balasnya pendek, seakan-akan jawabannya menjelaskan segala hal.

"Kupikir kau sudah dalam perjalanan ke Finlandia saat ini, Shaw."

Kupejamkan mataku yang terasa lelah, "Yeah, kupikir juga begitu." Mungkin aku sudah terlalu lelah karena rasa marah yang kurasakan sebelumnya sudah menghilang. "Tapi ternyata kakak iparku melahirkan saat aku akan mengambil pasporku."

Lancaster terdiam selama beberapa saat sebelum bergumam pada dirinya sendiri, "Aku tidak tahu Nicholas Shaw sudah menikah."

"Bagaimana kau bisa bertemu Alice?" tanyaku mengganti topik pembicaraan.

Lancaster berdiri lalu berjalan ke meja kecil yang berisi beberapa botol whisky dan vodka "Alice menyelamatkanku saat aku diculik." jawabnya sambil menuang whisky ke gelas. "Kalian mau?"

Aku dan Erik menggeleng bersamaan. Lancaster menenggak whisky di gelasnya dalam sekali tegukan, "Jadi siapa istri Nicholas?"

Suara teriakan yang teredam terdengar samar-samar dari kamar Nick. "Sahabat Lana, kau mungkin tidak mengenalnya."

Lancaster terlihat berpikir sejenak sambil memandang gelas whisky di tangannya dengan kerutan di keningnya, "Aku hanya tahu satu sahabat..." kalimatnya terputus saat teriakan Ella terdengar lagi bersamaan dengan perubahan ekspresi di wajahnya. "Ella... Eleanor Heather?" tanyanya dengan nada tidak percaya.

Aku menggeleng kecil, "Shaw. Eleanor Shaw."

Lancaster memandangku sejenak dengan mulutnya yang terbuka lalu Ia membalikkan badannya untuk mengisi gelas whiskynya lagi dan menghabiskannya dalam satu tegukan. "Ella dan Nicholas Shaw?" ulangnya masih dengan nada tidak percaya. Dari responnya sepertinya Lancaster mengenal Ella cukup dekat.

Keheningan kembali menyelimuti ruangan ini. Lancaster masih berusaha mencerna apa yang baru saja Ia dengar, Erik seperti biasa menjadi mahkluk paling irit berbicara, dan aku kembali memikirkan Lana. Mengapa harus Finlandia yang berjarak 6 jam perjalanan menggunakan pesawat dari Manhattan? Jika Lana memang ingin pergi dariku seharusnya Ia memilih yang lebih jauh, Antartika misalnya. Kuharap aku masih bisa menghubungi Lana saat ini, paling tidak aku bisa memberi peringatan padanya sebelum berangkat ke Finlandia... membuatnya sedikit panik.

Sejujurnya aku tidak pernah berpikir akan bertemu dengan Lana lagi setelah Ia menghilang pertama kalinya bertahun-tahun yang lalu, Ia bahkan memberiku nama palsu hingga aku tidak bisa melacaknya. Aku hampir saja melupakannya, jika bukan karena Ella. Jika aku tidak bertemu dengan Ella dan menggigitnya malam itu, mungkin kehidupanku dan Nick masih sama dengan yang dulu...

Suara pintu yang terbuka mengalihkan pikiranku, Alice keluar membawa sebuah bungkusan selimut di kedua tangannya diikuti oleh suara tangisan bayi yang memecah keheningan. Aku berdiri dari tempatku saat Alice berjalan mendekatiku, bau darah dan disinfektan tercium samar darinya, "Halo, paman Gregory."

Sebuah wajah kecil kemerahan menyembul di balik selimut yang membungkus tubuhnya. Dengan wajah yang berkerut dan terlihat marah keponakanku membuka mulutnya lagi untuk menangis sekeras-kerasnya. "Ah, Ia tidak menyukaimu." gumam Alice sambil memandangku dan bayi di tangannya bergantian, "Aku juga tidak menyukainya, Elliot." bisiknya pada keponakanku.

"Elliot?" tanyaku.

"Elliot Parker Shaw." tambah Alice. "Ah, masih ada satu lagi—"

Sebelum aku sempat bertanya, Nick keluar dari kamar membawa bungkusan selimut yang sama dengan Alice. Kubuka mulutku lalu menutupnya lagi, dan mengulanginya hingga Nick berdiri di sebelahku. Ekspresi bangga terlihat jelas di wajah Nick seakan-akan Ia baru saja memenangkan Nobel perdamaian, atau sesuatu.

"Lily Rose Shaw. Rosie." gumamnya memperkenalkan keponakanku nomor 2. Nick memandang wajah putrinya lekat-lekat dengan senyuman terlebar yang pernah kulihat di wajahnya. Bau yang tidak asing tercium samar dari Rosie... bau manusia. Aku hampir saja membuka mulutku untuk bertanya tapi Alice menggeleng kecil, kurasa aku bisa bertanya nanti.

"Kurasa Eleanor memerlukanku lagi." Nick mendongak lalu menyodorkan Rosie padaku, refleks aku menerimanya walaupun aku belum pernah memegang bayi seumur hidupku.

"Apa... masih ada lagi?!" tanyaku pada Nick. Kakakku tersenyum lebar lalu menggeleng kecil.

Dengan canggung aku memandang wajah Rosie yang sedang menangis, kedua mata terpejam dan wajah memerah berkerutnya terlihat seperti tomat kecil. "Halo, Rosie." sapaku perlahan yang dibalas dengan tangisan yang lebih keras.

"Ia tidak menyukaimu juga, Greg."

Kulempar pandangan menyebalkan pada Alice sebelum memandang keponakanku lagi. "Bagaimana bisa Elliot terlahir sebagai Volder, tapi Rosie sebagai manusia?" gumamku pada Alice. Salah satu tangan Rosie terlepas dari selimut yang membungkus tubuhnya, Ia meraih salah satu jariku dan menggenggamnya dengan erat.

"Aku tidak tahu. Lagipula kurasa Nicholas dan Eleanor tidak peduli." jawabnya.

Walaupun masih berusia beberapa jam tapi aku sudah merasa kasihan padanya, terlahir sebagai manusia dan putri Nick... sepertinya Rosie tidak akan pernah punya pacar seumur hidupnya. Aku juga akan memastikannya, karena tidak ada pria di dunia ini yang layak untuk keponakanku.

"Tenang saja Rosie," bisikku padanya, "Kau mempunyai 3 bodyguard pribadi seumur hidupmu."

Seakan-akan mengerti apa yang kukatakan, Rosie kecil menjawab bisikanku dengan tangisan yang lebih keras lagi.

avataravatar
Next chapter