webnovel

VOLDER

Volume I: Eleanor Heather menyukai hidupnya yang biasa-biasa saja. Ia menikmati pekerjaannya sebagai akuntan sambil menyelesaikan cicilan pinjaman uang kuliah dan hidup berbagi apartemen bersama sahabatnya, Lana. Hingga suatu malam, pertemuannya dengan seorang pria aneh yang tiba-tiba menyerang dan menggigit lehernya membuatnya trauma untuk keluar sendirian lagi. Tapi itu hanya titik awal perubahan hidupnya. Saat Ia bertemu Nicholas Shaw, pengacara sekaligus pemilik Law Firm yang kebetulan sedang diaudit olehnya, hidupnya berubah drastis. Banyak hal gelap dan mengerikan tentang Nicholas yang Ia sembunyikan dari dunia. Walaupun begitu Eleanor tidak bisa berhenti memikirkannya, dan Nicholas Shaw tidak ingin melepaskannya begitu saja. Volume II: Untuk yang kedua kalinya dalam hidupnya... wanita itu berhasil kabur darinya. Gregory Shaw tidak pernah berpikir Lana akan meninggalkannya lagi. Dan kali ini Ia akan memburu wanita itu, bahkan hingga ke ujung dunia sekalipun. Bahkan jika hidup atau mati taruhannya.

ceciliaccm · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
415 Chs

Chapter 45

(POV - Nicholas Shaw)

"Nicholas..."

Kubuka kembali kedua mataku dan menatap Dostov, semua orang di aula ini kembali terdiam menunggu apa yang akan dikatakannya selanjutnya. "Kami menerima permintaan terakhirmu." Lanjutnya, kali ini wajahnya terlihat lebih ramah, "Sebuah kehormatan bagiku untuk melawan Jack the Ripper yang legendaris."

Aku menatap kedua mata birunya yang jernih, "Tapi jika aku menang, kau harus melepaskanku." Gumamku pelan. Gumaman kembali mengisi aula ini diikuti oleh beberapa suara yang terdengar marah. Dostov mengangkat salah satu tangannya untuk menghentikan suara-suara itu, "Tentu saja, tapi kau harus membunuhku lebih dulu."

Para anggota klan bergerak untuk membentuk lingkaran yang lebih besar. "Nick." Greg berbisik di sebelahku, "Jangan mati." Aku menoleh ke arahnya lalu mengangguk kecil. Beberapa orang lalu membawa Greg untuk berlutut di pinggir lingkaran itu. Beberapa dari mereka saling berbisik dengan antusias, kurasa Dostov tidak pernah menunjukkan kekuatannya bahkan di depan klannya sendiri. Dostov berdiri dari tempat duduknya lalu membuka sendiri ikatan di tanganku, Ia mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Aku memandangnya selama beberapa saat sebelum menggenggam uluran tangannya.

"Kau yakin tidak akan menyesalinya?" tanyanya perlahan sambil membuka hoodie abu-abu yang Ia kenakan lalu menjatuhkannya di sebelah kakinya.

"Menyesali apa?" tanyaku balik.

"Sebagian orang akan menyesal jika mati hanya karena seorang... wanita." Ia tersenyum kecil, kedua matanya yang biru tidak menunjukkan emosi apapun. Tidak ada kebencian untukku, tidak ada apapun. Mungkin itu adalah efek samping dari hidup yang terlalu lama, tidak ada perasaan atau emosi yang tersisa, Dostov menjadi mayat hidup.

Aku membalasnya dengan senyuman yang lebih lebar darinya sambil mengepalkan tanganku yang sedikit kaku karena ikatan tadi. "Jika aku harus mati seratus kali untuk bisa mengenal Eleanor lagi, aku akan melakukannya dengan senang hati. Kuharap kau bisa merasakannya suatu saat nanti, Dostov." Sebelum jiwamu membusuk di dalam tubuhmu, tambahku dalam hati.

"Kau pikir mengapa Alastair sangat putus asa hingga Ia ingin mengakhiri hidupnya sendiri?" tanyaku dengan pelan.

Senyuman di wajah Dostov sedikit memudar saat mendengar pertanyaanku. "Alastair tidak bunuh diri."

Aku mengangguk kecil padanya, tidak ada gunanya meyakinkan seseorang sepertinya. Kami berdiri di tengah lingkaran, Dostov berada lima meter dari tempatku. Ia tidak akan memulai sebelum aku menyerangnya, kuputar kedua bahuku untuk mempersiapkan diriku. Tidak ada yang berbicara atau mengeluarkan suara sedikitpun saat aku dan Dostov saling memandang satu sama lain. Kurasakan kedua taringku mulai tumbuh di atara bibirku, kubiarkan emosiku mengendalikan kekuatanku dan mengubahku menjadi mahkluk yang selama ini kusembunyikan.

"Eleanor." Gumamku tanpa suara pada diriku sendiri, seakan-akan namanya akan memberi kekuatan lebih bagiku. Kedua mataku yang sudah berubah menghitam menatap Dostov tanpa berkedip. Sepasang mata birunya membalasku dengan tatapan tanpa ekspresinya, Ia masih dalam wujud manusianya. Di saat Ia hampir berkedip, kakiku bergerak mendorong tubuhku ke arahnya dan sesuai tebakanku, Dostov tidak menduga seranganku. Pukulanku menghantam dadanya dengan sangat keras hingga kami berdua tersungkur di lantai. Dostov berada di bawahku dengan nafas tersengal, wajahku hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya begitu juga taringku. Sesaat... sepersekian detik, aku yakin aku bisa mengalahkannya. Tapi sebuah senyuman kecil di wajahnya membuatku membeku, lalu diikuti oleh rasa sakit yang kurasakan di tulang rusuk kananku. Aku tidak tahu kapan atau bagaimana Dostov melakukannya, tapi tangan kanannya berada di tulang rusukku, ujung-ujung jarinya tertanam ke dalam dagingku beberapa inci. Rasa sakit menjalar dari luka di tulang rusukku dengan cepat. Bagaimana Ia melakukannya? Kugertakkan gigiku untuk menahan rasa sakit yang kurasakan. Kuku jarinya yang tajam semakin dalam menusuk tulang rusukku.

Wajahku cukup dekat dengannya jadi kuarahkan taringku ke rahangnya dengan cepat sebelum Ia menyadarinya, ujung taringku berhasil merobek kulitnya beberapa milimeter di dekat nadi lehernya. Dostov menyadari apa yang hampir kulakukan lalu melepaskan dirinya dariku dengan mendorongku sangat keras dari tubuhnya hingga aku terlempar beberapa meter. Darah mengalir dari luka di dadaku, kurasa beberapa tulang rusukku juga patah. Saat Ia berdiri kedua mata birunya terlihat sedikit lebih gelap dari sebelumnya. Jari telunjuknya menyapu darah yang menetes dari luka yang kugigit sebelumnya. "Mari selesaikan ini dengan cepat." Gumamnya pelan.

Aku mengikutinya berdiri di tempatku, kedua matanya yang sebelumnya selalu menatapku tanpa ekspresi kini berubah. Rasa dingin menjalari tulang belakangku saat aku membalas tatapannya. Dostov terlihat seperti predator yang siap bertarung hingga mati, Ia terlihat sangat... fokus dan dingin. Jantungku berdetak lebih keras untuk yang pertama kalinya sejak aku bertemu dengannya malam ini. Kali ini Ia tidak membuang waktunya untuk menungguku menyerang, Dostov bergerak dengan sangat cepat ke arahku lalu sebelum aku siap mempertahankan diriku Ia melingkari leherku dengan tangan kanannya lalu membantingku ke lantai. Lengannya mendorong tubuhku ke lantai untuk menahanku bergerak selama sepersekian detik, cukup baginya untuk menancapkan kedua taringnya ke dalam nadi leherku.

Ada beberapa cara untuk membunuh Volder. Cara pertama yang paling aman adalah memutilasinya menjadi beberapa bagian, tapi seringkali cara ini sulit dilakukan karena kami akan melawan, cara ini hanya bisa dilakukan jika kami kehilangan kesadaran. Cara berikutnya adalah menghisap darah kami hingga habis, cara ini hanya memerlukan waktu setengah menit tapi hanya Volder yang berumur ratusan tahun yang dapat melakukannya.

Kami bukan bangsa kanibal, Volder muda tidak akan bisa menghisap habis darah dan kekuatan Volder yang lebih tua darinya. Seperti leukimia, darah yang lebih kuat darinya akan menghabisi darah yang lemah. Bagi bangsa kami darah lebih penting daripada oksigen, saat darah kami mencapai batas minimal tubuh kami akan memasuki fase 'tertidur' dan proses yang harus dilalui sebelum fase tertidur akan sangat menyakitkan. Kami memiliki insting dan saraf yang dua puluh kali lebih sensitif dari manusia. Seluruh inci tubuhku tahu saat Eleanor menghisap darahku dan aku menikmatinya karena Eleanor adalah pasanganku, juga karena Ia mengandung anakku. Tapi saat taring Dostov merobek nadiku hanya ada rasa sakit yang kurasakan.

Kedua mataku membeku saat menatap langit langit gelap aula ini. Rasanya seperti seluruh tubuhku terbakar hebat, kedua taring Dostov seperti besi panas yang menusuk kulitku dalam-dalam. Aku hanya memiliki waktu beberapa detik lagi, samar-samar aku mendengar suara Greg tapi aku tidak bisa berkonsentrasi untuk menangkap apa yang Ia ucapkan. Kubuka mulutku untuk mengeluarkan suara, rasa sakit ini membuat kedua mataku buram karena air mata.

Hanya beberapa detik lagi...

Pandanganku mulai kehilangan fokus jadi kupejamkan kedua mataku dan membiarkan dua tetes air mata yang hangat mengalir dari sudut mataku. Untuk pertama kalinya selama 200 tahun terakhir aku merasakan air mata mengalir dari sudut mataku.