webnovel

VOLDER

Volume I: Eleanor Heather menyukai hidupnya yang biasa-biasa saja. Ia menikmati pekerjaannya sebagai akuntan sambil menyelesaikan cicilan pinjaman uang kuliah dan hidup berbagi apartemen bersama sahabatnya, Lana. Hingga suatu malam, pertemuannya dengan seorang pria aneh yang tiba-tiba menyerang dan menggigit lehernya membuatnya trauma untuk keluar sendirian lagi. Tapi itu hanya titik awal perubahan hidupnya. Saat Ia bertemu Nicholas Shaw, pengacara sekaligus pemilik Law Firm yang kebetulan sedang diaudit olehnya, hidupnya berubah drastis. Banyak hal gelap dan mengerikan tentang Nicholas yang Ia sembunyikan dari dunia. Walaupun begitu Eleanor tidak bisa berhenti memikirkannya, dan Nicholas Shaw tidak ingin melepaskannya begitu saja. Volume II: Untuk yang kedua kalinya dalam hidupnya... wanita itu berhasil kabur darinya. Gregory Shaw tidak pernah berpikir Lana akan meninggalkannya lagi. Dan kali ini Ia akan memburu wanita itu, bahkan hingga ke ujung dunia sekalipun. Bahkan jika hidup atau mati taruhannya.

ceciliaccm · Fantasy
Not enough ratings
415 Chs

Chapter 44 -Special Chapter-

(POV - Nicholas Shaw)

Mereka membawaku ke salah satu properti yang dimiliki oleh klan Alastair, beberapa Volder dan Leech sudah menunggu kedatangan kami. Mereka semua mengenakan mantel hitam yang hampir menutupi wajah mereka. Klan ini adalah salah satu klan tertua yang masih ada hingga saat ini jadi semua ritual masih dilakukan dengan cara kuno, mungkin umurnya sudah ribuan tahun. Pemimpin tertuanya adalah Dostov, tidak ada yang tahu berapa umur pastinya tapi perkiraanku Ia sudah berumur 800... atau mungkin 1000 tahun. Seumur hidupnya Ia tidak pernah mengubah seseorang menjadi Leechnya, hal itu membuat darahnya masih murni hingga saat ini.

Mungkin Greg salah satu Volder terkuat saat ini, tapi jika dibandingakan dengan Dostov... Tidak ada yang tahu pasti seberapa kuat Dostov sebenarnya, karena tidak ada musuhnya yang berhasil bertahan hidup setelah bertemu dengan Dostov. Semuanya mati sebelum mereka sempat menceritakannya.

Pemimpin berikutnya adalah Volder tertua kedua di klan ini, Alastair. Jika yang mati adalah salah satu anggota klan ini... yang umurnya jauh lebih muda dan tidak memiliki kekuasan, mungkin mereka tidak akan berkumpul seperti sekarang. Mungkin hanya tiga orang yang akan membacakan hukumannya, bukan seluruh klan.

Kami berdiri di tengah aula besar, salah satu dari Volder yang membawaku kesini memaksaku berlutut di tengah lingkaran sekitar 30 anggota klan. Mereka tidak memberiku pakaian, jadi aku hanya mengenakan celana panjang yang kukenakan untuk tidur. Hanya ada satu orang yang duduk di kursi besar di depanku, Dostov. Ia tidak mengenakan mantel hitam seperti yang lainnya, hanya celana jeans dan jaket hoodie berwarna abu-abu. Jika manusia biasa bertemu dengannya, mungkin mereka akan menganggap Dostov sebagai pria biasa berumur 23 tahun dengan rambut pirang dan kedua mata birunya. Rata-rata dari kami masih terlihat seperti berumur 20-30 tahun, wajah dan tubuh kami akan membeku seperti ini selamanya.

"Nicholas Shaw..." Dostov memandangku dengan sedikit menunduk. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun, tapi suaranya cukup untuk membuat bulu halus di tengkukku meremang. Ia menghela nafasnya perlahan, "Aku tidak ingat berapa kali kami menawarkan padamu dan saudaramu, Gregory, untuk bergabung dengan klan ini."

"Kami tidak berminat." Jawabku tanpa menurunkan pandanganku darinya, hal ini mungkin dianggap tidak sopan tapi rasa marahku melebihi kesopananku saat ini. Dostov mengalihkan pandangannya untuk memandang anggota klannya yang mengelilingiku satu per satu. "Aku sudah menganggap Alastair sebagai saudaraku sendiri." Gumamnya dengan sangat pelan. "Tapi akhir-akhir ini Ia terlihat..."

Dostov tidak melanjutkan kalimatnya, jadi aku membantunya. "Terlihat seperti ingin membunuh dirinya sendiri?"

Ia menggeleng. "Ia terlihat kehilangan arah sejak kematian pasangannya." Tidak ada yang pernah menyebutkan nama pasangan Alastair, tidak sejak kematiannya 60 tahun yang lalu. Kugertakkan gigiku dengan marah, "Aku tidak membunuhnya, Dostov."

"Bagaimana kabar Miss Heather?" tanyanya tiba-tiba. Aku menggeram marah lalu berusaha berdiri, tapi dua orang yang berdiri di belakangku menarikku kembali berlutut. "Aku bersumpah jika kau mendekati—"

Dengan suara tenang Dostov memotong ucapanku, "Jika kau mati, Miss Heather akan menjadi bagian dari klan ini. Ia adalah Leech Alastair." Untuk pertama kalinya Ia tersenyum kecil, "Kudengar Ia sedang mengandung anakmu? Selamat."

"Dostov." Kurasakan tubuhku bergetar marah, "Jangan pernah menyentuhnya."

Ia hanya memandangku sangat lama tanpa mengucapkan sepatah katapun, tidak ada ekspresi yang bisa kubaca dari wajahnya.

"Sir!" suara salah satu anggotanya mengalihkan perhatian Dostov dariku. "Gregory Shaw ada—"

"Dostov!" suara Greg menggema di aula ini. "Nick tidak membunuhnya! Aku akan bersaksi untuknya—lepaskan aku, brengsek." Dua orang yang berada paling dekat dengan pintu aula menahan Greg untuk tidak mendekatiku. Kedua mata birunya berganti menjadi hitam dalam sekejap, salah satu dari Volder yang menahannya terlihat terhenyak selama sepersekian detik. Greg adalah salah satu Volder terkuat yang masih hidup dan semua orang yang hadir di tempat ini menyadarinya. Lima orang lainnya bergerak untuk membantu dua orang itu, tujuh lawan satu. Suara pukulan yang keras diikuti oleh erangan terdengar dari gerombolan yang mengelilingi Greg. Setelah beberapa kali melawan dan melemparakan pukulan serta gigitan, salah satu dari mereka berhasil melumpuhkan Greg. Mereka membawanya berlutut di sebelahku. Salah satu ujung mulutnya terlihat lebam dan mengeluarkan darah. Greg memandang Dostov dengan penuh kebencian.

"Greg..." gumamku dengan sangat pelan. Seakan-akan Ia baru menyadari aku sedang berlutut di sebelahnya, Greg mengalihkan pandangannya padaku lalu memeriksaku dengan kedua matanya. "Ia bersama Erik dan Alice." tanpa aku harus bertanya, Ia menjawabku.

"Tenang saja, aku tidak akan membiarkanmu mati dengan mudah." Tambahnya dengan seringai yang memperlihatkan kedua taringnya. Aku membalas seringaiannya dengan senyuman samar. "Thanks. Tapi aku tidak akan mati hari ini." gumamku dengan sangat pelan.

"Dostov, kau harus menghukumnya juga!" salah satu pria yang mengeroyok Greg berseru dengan marah. "Ia tidak berhak ikut campur dengan masalah ini!"

Kulirik adikku sekilas, seringaian di wajah Greg semakin melebar. Jika kami bergabung, mungkin kami hanya bisa menjatuhkan 7 anggota klan ini. Belum termasuk Dostov. Tapi hal itu masih lebih baik daripada menyerahkan diriku untuk dieksekusi tanpa melakukan perlawanan.

"Tujuan utama kita berkumpul di tempat ini adalah untuk membawa keadilan bagi saudara kita, Alastair." Dostov menatap setiap anggota klannya satu per satu dengan kedua mata birunya yang tajam. "Nicholas Shaw disini sudah menyatakan pengakuannya bahwa Ia membunuh—"

"Aku tidak membunuhnya!" seruku dengan marah. Dostov tidak menghiraukan ucapanku, "Ia mengakuinya saat ditangkap malam ini. Sesuai dengan hukum yang berlaku, darah diganti dengan darah, nyawa diganti dengan nyawa. Maka kematian saudara kita, Alastair, akan digantikan oleh kematian Nicholas Shaw."

Aula yang sebelumnya hening kini dipenuhi oleh gumaman dan geraman kemarahan dari Greg dari sebelahku. Jantungku perlahan berdebar lebih cepat, jika aku tidak mencari jalan keluar secepatnya Dostov dan klannya akan membunuhku saat ini juga. Tidak ada gunanya menceritakan tentang Elizabeth pada mereka, selama kematian Alastair belum terbalaskan mereka tidak akan menghentikan hukumanku. Kualihkan pandanganku dari Greg ke Dostov, aku pernah mengalahkan Greg beberapa kali saat kami berkelahi seratus tahun yang lalu... Mungkin aku bisa menjatuhkan Dostov jika aku mencobanya.

Well, hanya ada satu cara untuk mengetahuinya.

"Dostov." Panggilku dengan suara yang lebih tenang, "Aku akan menerima hukumannya."

Greg menoleh ke arahku dengan sangat cepat, kedua alisnya berkerut dengan marah. "Nick, jika kau ingin mati aku yang akan membunuhmu sendiri." serunya dengan marah.

Dostov tersenyum kecil setelah mendengar seruan Greg, satu-satunya ekspresi yang terlihat di wajahnya sejak satu jam terakhir. "Aku tahu kau cukup bijaksana, Nicholas."

Aku membalasnya dengan sneyuman dingin. "Dengan satu syarat. Aku ingin kau melawanku, satu lawan satu."

Gumaman di sekitar kami bertambah keras, beberapa orang bahkan tertawa kecil.

"Nick, jangan berbuat bodoh." Desis Greg di sebelahku.

"Dengarkan aku Greg," balasku dengan sangat pelan hingga hanya kami berdua yang bisa mendengar, pandanganku masih tertuju pada Dostov yang sedang berbicara dengan salah satu anggota klannya, "Jika sesuatu terjadi padaku, jangan pernah biarkan Eleanor masuk ke klan ini, apapun yang terjadi."

Greg tidak menjawabku selama beberapa detik, "Kau tidak akan mati hari ini."

"Hanya 'jika'. Dan lindungi Eleanor dengan seluruh kekuatanmu selama masa kehamilannya, setelah bayinya lahir Erik yang akan mengurus sisanya."

Greg menoleh ke arahku lagi, "Kau sudah mempersiapkan semuanya, huh?"

"Elliot." Gumamku tanpa menjawab pertanyaannya.

"Apa?"

Kutelan ludahku untuk membasahi tenggorokanku yang tercekat, "Beritahu Eleanor... aku ingin Ia memberinya nama Elliot."

"Aku tidak akan memberitahunya." Desisnya dengan marah. Aku hanya membalasnya dengan senyuman kecil, Greg pasti akan memberitahunya. Kupejamkan kedua mataku sejenak untuk meredam gumaman yang kudengar lalu memusatkan pikiranku pada ingatanku. Ingatanku tentang Eleanor.

Kapan terakhir kali aku melihatnya? Ah, beberapa jam yang lalu. Ia memandangku dengan penuh rasa takut dan bingung, salah satu tangannya mencengkeram bagian depan mantel tidurnya dan Ia berjalan keluar dari kamar kami bertelanjang kaki. Aku tidak sempat mengatakan apa-apa padanya, aku bahkan tidak sempat menciumnya untuk yang terakhir kalinya. "Eleanor." Gumamku pada diriku sendiri, menikmati bagaimana namanya mengalir dari bibirku. Ingatanku kembali pada beberapa hari yang lalu saat menunggu Eleanor bangun dari tidurnya. Salah satu momen yang paling kusukai adalah melihatnya membuka kedua mata ambernya perlahan, dengan selimut masih terbelit di antara kedua kakinya, beberapa rambut auburnnya yang jatuh menutupi sebagian wajahnya yang masih belum sepenuhnya sadar dan hal pertama yang Ia lakukan adalah tersenyum padaku... Aku benar-benar pria paling beruntung yang pernah hidup di dunia ini.