webnovel

Mengembalikan Jubah

Gu Fengyi sangat sibuk akhir-akhir ini sehingga ia hanya bisa datang ke pavilliun Salju atau balai pengobatan untuk menemui Gu Hongli di malam hari. Namun saat datang Gu Fengyi akan banyak mengobrol dengan Gu Hongli hingga larut malam kemudian kembali ke kamarnya untuk beristirahat.

Sesibuk apapun Gu Fengyi, ia akan selalu menyempatkan waktu untuk mengobrol dengan adik bungsunya agar tidak merasa kesepian, meski di luar Gu Hongli terlihat dingin tapi sebenarnya ia orang yang mudah kesepian maka dari itu selalu pergi mengikuti kemanapun Gu Fengyi pergi agar merasa tidak sendirian juga di tinggalkan.

Keadaan di lembah bawah sedang tidak aman, beberapa pengawal penjaga gerbang ditemukan tewas dengan kondisi mulut dan mata mengeluarkan darah, para pengawal yang tewas bukan akibat diserang penyusup atau pembunuh bayaran melainkan serangga beracun yang belum di ketahui jenisnya dan ulah siapa.

Gu Fengyi belum bisa mengetahui kejadian kali ini ulah dari sekte Xiling atau kelompok lain yang melakukannya, sebab belum menemukan titik terang dalam masalah ini. Demi memecahkan masalah yang ada Gu Fengyi harus turun gunung mencari informasi terkait serangga racun jenis apa yang digunakan untuk membunuh para penjaga, sebab Gu Hongli maupun tabib di kediaman sekalipun tidak tahu.

Gu Hongli merasa kesepian karena tidak bisa bertemu dengan Gu Fengyi.

Tidak ada orang yang bisa ia ajak berbincang dan berdiskusi.

Demi membunuh rasa bosa dan sepi, ia selalu menyibukkan diri di balai pengobatan selain bertugas penuh atas obat-obatan di seluruh kediaman Gu termasuk meracik tonix untuk Pemimpin klan. Dia juga terkadang meneliti racun, lalu mencari kepala tabib untuk berdiskusi dan sore harinya sebelum jam makan malam tiba, ia akan meracik racun kemudian mengaguminya.

Gu Hongli merasa sedih tidak ada orang yang bisa di jadikan percobaan untuk mengetes racun barunya, apakah bekerja efektif atau tidak.

Para tahanan di penjara bawah tanah semuanya sudah ia gunakan sebagai percobaan hingga tak tersisa, selain sebagai salah satu cara penyiksaan untuk mencari informasi musuh.

Hari itu setelah makan siang, Gu Jiali pergi ke balai pengobatan menemui Gu Hongli dengan langkah sedikit tergesa-gesa. Tidak ada pelayan maupun pengawal pribadi yang mendampingi seperti biasanya.

Ketika kakak perempuan satu-satunya itu datang ke balai pengobatan, Gu Hongli sedang berdiri di depan tungku kecil dengan pot tanah liat di atasnya, matanya fokus merebus obat.

"Hongli," teriakkan dari wanita cantik bermata jernih itu membuat Gu Hongli langsung menoleh kebelakang, lalu menyahutinya, "Jiejie,"

"Tak biasanya, Jiejie datang kesini," katanya sambil mengaduk ramuan obat herbal yang khusus dibuat untuk Gu Fengyi.

"Terjadi keributan di paviliun Bunga," wajah Gu Jiali nampak cemas.

Gu Hongli mengangkat satu sudut ujung bibirnya, "Apapun yang dilakukan para nona muda itu, bukan urusanku," sahutnya acuh, tangannya sibuk menungkan obat herbal ke dalam mangkuk porseline berwarna putih dengan corak bunga plum merah kemudian menutupnya rapat.

"Dasar pria berhati dingin," cibir Gu Jiali dengan sikap dingin adik bungsunya itu.

"Duduklah, aku akan siapkan teh panas untuk jiejie," tangan Gu Hongli beralih ke teko kecil yang terbuat dari tanah liat sambil memasukkan sedikit dauh kering teh yang disaimpan di sebuah botol kaca transparan.

Gu Jiali mendudukkan diri tak jauh dari Gu Hongli berdiri, tak lama secangkir teh hitam panas kualitas terbaik di suguhkan, dan Gu Hongli ikut duduk didepannya.

"Yang pastinya, jiejie datang kesini bukan untuk duduk melamun'kan," Gu Hongli tersenyum menggoda melihat ekspresi Gu Jiali yang duduk termenung.

Gu Jiali sedikit mencodongkan tubuh, matanya menatap penuh arti pada Gu Hongli, "Aku ingin bertanya padamu," Gu Jiali membuka suara setelah tadi hanya diam memperhatikan adik bungsunya menyeduh teh.

Beberapa saat lalu Gu Jiali menatap intens sosok Gu Hongli yang sedang menyentuh teh, layaknya sebuah pertunjukkan ia dibuat terpana sesaat karena dibandingkan dengan ke dua adik laki-lakinya yang lain, sosok Gu Hongli jauh lebih tampan serta menawan, penampilannya benar-benar bisa membuat siapa saja yang melihat terpana, hingga jatuh hati.

Sosoknya benar-benar seperti bunga beracun, indah dilihat namun saat di sentuh mematikan.

Gu Hongli menyesap tehnya, lalu bertanya dengan ringan, "Tentang?"

Ekspersi wajahnya terlihat penasaran, kemudian bertanya, "Dari yang aku dengar kalau kau menolong seorang pelayan bahkan meminjamkannya jubah?"

"Benar," jawab Gu Hongli tanpa beban, membenarkan.

"Kau itu," omelnya.

"Mengapa jiejie harus marah,"

Wajah Gu Jiali mengeluh saat mengangkat gelas teh, "Apakah kau tahu gara-gara ulahmu itu membuat para noda muda bersedih, menganggap kau memiliki perasaan terhadap pelayan itu,"

"Sungguh berpikiran sempit," gumamnya tak ambil pusing tentang pemikiran para noda muda terhadap dirinya.

Sedih atau tidak bukan urusannya.

"Aku pun akan berpikir seperti itu jika melihat calon suamiku begitu perhatian kepada orang lain terlebih itu adalah pelayan. Tentu saja harga diriku sebagai seorang nona muda merasa ternodai," Gu Jiali mencoba membela sekaligus memberikan pemahaman kepada adik bungsungnya itu yang terkenal dingin terhadap orang lain.

Sikap hangat dan manjanya hanya diperlihatkan kepada Gu Fengyi saja. Sedangkan kepada orang lain selain berhati dingin, mulutnya pun pedas dan tajam seperti pisau, tidak peduli apakah perkataannya melukai hati orang itu atau tidak.

Di seluruh kediaman Gu, sosoknya adalah yang paling berterus terang, ia tidak segan-segan memperlihatkan ekspersi tidak senang kepada siapapun, termasuk kepada para saudarannya yang lain. Ia juga tidak segan membenci orang bahkan sampai ke tulang-tulang begitupun mencintai orang lain, selain hati ia pun rela memberikan nyawanya sendiri.

"Sepertinya jiejie hanya mendengar kabar itu secara sebagai saja tidak mendengarnya dari awal. Ada alasan mengapa aku meminjamkan jubahku," Gu Hongli tersenyum pada kakak perempuannya.

"Memang apa yang sebenarnya terjadi?" dahinya berkerut bingung.

"Pelayan itu diminta masuk ke dalam kolam teratai untuk mengambil gelang giok milik nona Ling Fei," jelasnya menceritakan kejadian yang ada.

"Itu sama saja menyuruhnya untuk mati," wajah Gu Jiali menatap tak percaya.

Ia tidak tahu kalau ada cerita seperti itu, apakah para pelayan sengaja tidak menceritakan awal mula kejadian mengapa Gu Hongli sampai harus meminjamkan jubahnya.

"Dengan menyentuh permukaan air kolam teratai saja sudah tahu kalau, airnya sedingin es karena berasal dari mata air pegunungan Bingsan, selain itu di dalamnya terdapat ular beracun. Seharusnya baik kepala pelayan Yun maupun pengawas Wei mengetahui hal itu, tapi mereka tetap saja menyuruh pelayan itu mengambil gelang giok di dalam kolam teratai,"

Dalam hati Gu Jiali ikut bersedih mendengarnya, tapi meski begitu Gu Hongli tetap harus memikirkan perasaan para calon pengantin.

"Meski begitu tidak seharusnya kau menunjukkan sikap penuh perhatian kepada pelayan itu, dimana membuat para nona muda sedih dan cemburu," Gu Jiali tetap pada pemikirannya kalau sikap Gu Hongli salah.

Gu Hongli tersenyum sekilas, tangannya mengambil gelas teh kemudian menyesapnya perlahan lalu menaruhnya di atas meja, "Jika hal sekecil itu saja sudah membuat mereka cemburu dan sedih, bagaimana kelak saat menjadi istriku,"

Gu Jiali terdiam, berpikir sejenak.

"Pelayan juga manusia, jangan hanya karena status rendah yang mereka punya bisa membuat kita bisa berbuat se enaknya. Meski aku dingin dan kejam tapi aku masih punya sedikit hati nurani dan kepedulian terhadap orang-orang di kediaman ku,"

"Tidak aku sangka kau bisa berpikir sebijak itu,"

"Kau terlalu memuji, jiejie,"

.

.

.

.

.

.

.

Para pelayan di kediaman Gu semua tahu mengenai kejadian yang terjadi di paviliun bunga, kabar ini menyebar luas dan cepas seperti hembusan angin hingga terdengar sampai ke telinga para tetua maupun pemimpin klan, tapi sikap yang dipilih mereka hanya diam membiarkan karena tahu sifat keras kepala Gu Hongli yang tidak pernah mau mendengar siapapun kecuali Gu Fengyi.

Lagipula setelah diselidiki sikap Gu Hongli tidak sepenuhnya salah.

Siapapun yang masuk ke dalam kolam teratai pasti akan kedinginan jika tidak memiliki ilmu tenaga dalam yang besar selain itu disana terdapat ular beracun. Apa yang dilakukan oleh Gu Hongli hanyalah menyelamatkan nyawa pelayan di kediamannya saja, tidak lebih.

Tapi tidak dimata para nona muda serta pelayan lainnya.

Dalam sekejap nama Sang Sang menjadi perbincangan hangat semua pelayan bukan hanya karena keberaniannya masuk ke dalam kolam teratai melainkan bisa menggerakkan hati tuan muda Gu Hongli sampai meminjamkan jubah miliknya.

Jika saja itu Qiqi, pasti saat ini ia sudah bercerita kemana-mana dengan perasaan penuh bangga.

Sang Sang berbeda, tidak ada perasaan bangga secuil pun di hati saat Gu Hongli menolongnya, ia malah merasa tidak enak hati karena takut nantinya citra tuannya rusak karena dirinya.

Apalagi bisa Sang Sang lihat mata nona Ling Fei berkaca-kaca menahan tangis namun dibalik itu Sang Sang menyadari ada perasaan tak rela yang ditujukan kepadanya.

Esok paginya setelah kejadian di paviliun bunga, Sang Sang pergi ke bagian binatu untuk mencuci sendiri jubah milik Gu Hongli sebelum mengembalikannya.

Eskpresi wajah Qiqi menggambarkan seluruh isi hatinya, kali ini Sang Sang tidak bisa menuruti permintaan temannya itu, "Aku harus mengembalikan jubah ini sendiri, bagaimanapun aku harus bisa menunjukkan rasa terima kasih kepada tuan muda Gu Hongli sekaligus ingin meminta maaf padanya,"

"Minta maaf untuk apa?" dahi Qiqi berkerut bingung.

"Gara-gara meminjamkan jubah ini aku membuat para nona muda bersedih dan membuat masalah untuk tuan muda Gu Hongli,"

"Mereka lah yang membuat masalah, kau tidak salah sama sekali," bela Qiqi.

"Tetap saja aku tidak merasa enak hati, jadi aku akan mengembalikan jubah ini sendiri. Jadi jangan marah atau berpikir aku tidak mau membantumu untuk melihat lebih dekat tuan muda Gu Hongli," kata Sang Sang menjelaskan takut Qiqi marah dan bersedih.

"Tentu saja tidak," sahut Qiqi yang mengerti kalau temannya itu bukanlah orang yang suka mencari kesempatan mendekati tuan muda Gu Hongli.

Qiqi sepenuhnya percaya pada Sang Sang.

Matahari sudah terbit ketika Sang Sang melangkah keluar dari bagian binatu. Dia membungkus jubah milik Gu Hongli menggunakan kain berlapis, hal itu dilakukan agar jubbah tidak kotor dan tetap bersih serta wangi sebab Sang Sang merasa kalau tubuhnya kotor juga bau karena pekerjaannya sebagai pelayan di bagian umum yang selalu mengerjakan pekerjaan kasar dan kotor.

Balai pengobatan berada di bagian utara dari binatu dan jaraknya cukup jauh.

Setelah berjalan hampir setengah jam Sang Sang pun tiba di depan bangunan besar yang di selimuti pagar pembatas tinggi yang terbuat dari besi hitam kokoh, pintu gerbannya terbuat dari kayu hitam yang terkenal kuat dan tahan lama. Didepan pintu gerbang beberapa pengawal berdiri dengan mata penuh awas, bahkan tidak segan-segan bertindak kasar jika ada orang yang mencuriga.

Tidak sembarang orang di ijinkan masuk ke balai pengobatan karena disini salah satu tempat paling penting di kediaman Gu karena, siapapun yang masuk haruslah mendapat ijin terlebih dahulu dari pemilik tempat itu yaitu Gu Hongli kecuali para tabib serta pelayan yang bekerja di balai pengobatan di ijinkan keluar masuk karena memiliki token khusus yang di desain sendiri oleh Gu Hongli.

Sebelumnya Sang Sang meminta ijin terlebih dahulu kepada pengawal yang bertugas berjaga di depan gerbang balai pengobatan untuk masuk, Sang Sang hanya menebak saja kalau tuan muda Gu Hongli berada disini dan tebakkannya benar.

Pengawal tidak langsung membuka pintu gerbang dan mengijinkannya masuk tapi melaporkan dulu kepada Gu Hongli sebab status Sang Sang yang seorang pelayan tidak bisa memiliki akses khusus atau istimewa seperti para nona muda atau anggota keluarga Gu lainnya.

Setelah di ijinkan Sang Sang pun masuk ke balai pengobatan tanpa adanya rasa khawatir.

Mata bulat Sang Sang menatap takjub pemandangan yang tersaji di depan mat, selama bekerja ini pertama kalinya ia masuk dan melihat bangunan balai pengobatan sesuai namanya kalau disini terdapat banyak tanaman obat berharga sekaligus langka.

Meski para pelayan terlihat sibuk bekerja tapi diam-diam mereka menatap Sang Sang lewat ujung mata dengan perasaan hati penasaran tapi tidak berani bertanya apalagi menghalangi untuk masuk menemui Gu Hongli.

Ketika Sang Sang datang, Gu Hongli sedang meracik resep obat di meja kayu panjang dengan timbang obat serta tanaman obat kering di depannya.

Sedikit ragu dan takut, Sang Sang pun mencoba memberanikan diri mengeluarkan suara, "Salam tuan muda Gu Hongli," sapa Sang Sang sambil membungkuk memberi hormat.

Gu Hongli tidak menjawab namun ia mengangkat wajah, menatap Sang Sang yang berdiri di dekat ambang pintu tidak sepenuhnya masuk ke dalam balai pengobatan.

"Maaf jika kedatangan hamba menggangu waktu Anda," kata Sang Sang mendekap erat jubah yang sudah dicucinya bersih.

"Ada perlu apa?" tanya Gu Hongli datar.

Sang Sang memberanikan diri untuk berjalan sedikit lebih dekat, "Hamba ingin mengembalikan jubah milik Anda dan hamba juga sudah mencucinya sebersih mungkin,"

"Letakkan saja di sana," tangan Gu Hongli menunjuk ke arah meja di sebelahnya yang kosong.

Sang Sang meletakkannya disana, namun ia tak lantas pergi karena ada hal yang masih ingin dikatakannya.

"Sebelumnya hamba mengucapkan terima kasih atas kebaikan Anda,"

"Aku tidak berniat menolongmu hanya kebetulan ada disana saja. Pergilah jika tidak ada keperluan lagi," sahut Gu Hongli acuh tapi matanya masih terus menatap Sang Sang yang tubuhnya sedikit gemetar entah masih merasa kedinginan atau takut melihatnya.

Satu alis Gu Hongli terangkat satu, lalu bertanya penasaran, "Kenapa kau masih berdiri disana? Apa ada yang ingin kau katakan lagi?"

Sang Sang memainkan ujung bajunya, matanya tidak berani menatap wajah Gu Hongli yang menatap lurus padanya, "Sebenarnya selain mengantarkan jubah milik Anda, hamba juga ingin meminta maaf kepada tuan muda Gu Hongli,"

"Minta maaf untuk apa?"

"Gara-gara menolong hamba, semua orang jadi membicarakan Anda. Maafkan hamba karena sudah membuat masalah untuk Anda," ucap Sang Sang penuh sesal.

Sang Sang duduk berlutut di hadapan Gu Hongli sebagai tanda permintaan maaf sekaligus rasa bersalah.

"Berdirilah," perintah Gu Hongli dengan nada agak marah tidak suka melihat Sang Sang bersikap seperti itu.

Ketika Sang Sang berdiri, tangan Gu Hongli melambai sambil berkata, "Kemarilah,"

Sesaat Sang Sang berdiri diam, merasa bingung.

"Cepatlah," perintah Gu Hongli dengan nada sedikit kesal.

Sang Sang pun bergegas berjalan cepat mendekati sambil memasang wajah bingung.

"Perlihatkan pergelangan tanganmu padaku," perintah Gu Hongli sambil mengambil bantalan kecil yang selalu digunakan saat memeriksa denyut nadi seseorang, "Letakkan tanganmu disini,"

Tidak mau membuat kesal tuan mudanya, Sang Sang pun menurut saja.

Ketiga jari tangan Gu Hongli diletakkan di atas nadi Sang Sang, "Masih ada hawa dingin di tubuhmu, tunggulah aku akan membuatkan obat untuk kau minum," ucapnya setelah memeriksa nadi Sang Sang.

Wajah Sang Sang berubah panik hingga gelagapan berusaha menolak, "Ti-tidak perlu tuan muda Gu Hongli. Hamba baik-baik saja, terima kasih banyak atas kebaikan Anda,"

"Ini perintah kau dilarang menolak atau lebih suka aku memberimu hukuman," ucapnya dingin tidak ingin dibantah sama sekali.

"Tapi..."

"Diam, dan duduklah jangan berisik. Aku tidak suka orang yang banyak bicara," selanya sambil mulai meracik obat untuk Sang Sang.

Wajah Sang Sang menunduk dalam tidak berani melihat ke arah Gu Hongli atau membuat suara takut nantinya menggangu konsterasi. Beberapa kantong berisikan obat herbal diberikan pada Sang Sang dan semuanya Gu Hongli minta untuk diminum semua dan sampai habis.

Setelah mengucapkan terima kasih Sang Sang berniat pergi meninggalkan balai pengobatan. Tapi ketika hendak keluar tanpa sengaja ia berpapasan dengan seorang nona muda berparas cantik dengan hidung mancung yang merupakan salah satu calon pengantin, dilihat dari cara berjalan maupun penampilan Sang Sang merasa kalau nona muda itu begitu anggun, dan mencermin sikap seorang nona bangsawan.

Mata Sang Sang begitu menatap kagum sosoknya berbanding terbalik dengan nona muda itu yang melemparkan tatapan penuh benci terhadapnya.

"Salam tuan muda Gu Hongli," sapanya dengan nada lembut dan sopan.

Gu Hongli langsung menoleh, dan ekspresi wajahnya terlihat tidak suka, "Ada perlu apa?"

"Akhir-akhir ini aku kurang tidur jadi meminta tabib untuk memeriksa kondisiku lalu tabib meresepkan obat untukku. Bisakah tuan muda Gu Hongli membuatkannya untukku," jawabnya sambil menyerahkan lembar resep dari tabib.

"Letakkan saja disana," kata Gu Hongli acuh kemudian melanjutkan pekerjaannya meneliti racun sementara resep itu akan dikerjakan pelayan lain yang bertugas meracik obat.

"Ngomong-ngomong sebagai seorang tuan Anda termasuk orang yang begitu peduli dan perhatian kepada bawahannya. Aku sangat kagum terhadap Anda," ucapnya dengan nada memuji mencoba perhatian Gu Hongli.

"Itu terlalu berlebihan, aku hanya tidak mau melihat pelayan di kediamanku mati karena kebodohan orang lain," sahutnya sinis tanpa mengalihkan pandangan dari tanaman obat yang menurutnya lebih menarik.

"Gelang giok itu adalah pemberian dari Kaisar, sudah pasti barang itu sangatlah berharga jadi wajar jika nona Ling Fei menginginkannya kembali tapi siapa sangka kalau ternyata di dalam kolam teratai terdapat ular beracun, padahal jika dilihat di luar begitu indah mempesona tapi didalamnya menyimpan bahaya. Sama seperti tuan muda Gu Hongli," matanya menatap penuh arti Gu Hongli disertai senyuman manis.

Tersenyum sekilas Gu Hongli pun berkata dengan nada acuh, "Diriku lebih berbahaya dan kejam dari yang nona Qin Chuan bayangkan,"

"Semakin barang itu sulit di dapat, maka semakin besar rasa ingin memilikinya. Begitulah sifat manusia,"

"Tapi aku bukan barang, jadi pergilah sekarang juga sebelum aku melemparimu dengan jarum racunku,"

Tidak ada rasa takut sedikitpun, Qin Chuan malah tersenyum menggoda dan dimata Gu Hongli begitu menjijikan persis seperti senyuman yang selalu ditunjukan Lu Qian kepada kakak laki-lakinya.

Rasanya Gu Hongli ingin merobek mulutnya menggunakan pisau.

"Selain bermulut tajam ternyata Anda kasar, sungguh mengejutkan,"

"Aku tidak butuh pendapatmu tentang diriku. Pergilah sebelum kesabaranku habis," usir Gu Hongli yang berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak.

Meski harus menelan rasa kecewa setidaknya Qin Chuan bisa berbincang dengan Gu Hongli dan sedikit tahu mengenai sifatnya yang ternyata mudah marah, tapi itulah sisi menariknya karena biasanya para pria selalu mengejar, mengharapkan perhatian maupun cintanya namun Gu Hongli berbeda, dan itu membuatnya semakin tertantang ingin memilikinya.

Qin Chuan berpendirian teguh kalau sekeras apapun hati Gu Hongli jika terus di dekati, pada akhirnya akan luluh juga.

Ibarat pepatah mengatakan sekeras-kerasnya batu bila tertimpa hujan akan retak juga.

Sekeras apapun pendirian seseorang jika terus-menerus dipengaruhi dapat berubah pendirian juga.

Namun Qin Chuan tidak tahu kalau hati Gu Hongli bukanlah sekeras batu melainkan sekeras baja tidak bisa retak juga ditembus oleh tetesan hujan.

Bersambung