webnovel

Keributan di Paviliun Bunga

Upacara penyambutan para calon pengantin berjalan lancar meski di awal ada sedikit masalah tapi itu tidak menjadi penghalang keberhasilan acara, itu terlihat dari wajah seluruh para nona muda yang keluar dari aula utama dengan perasaan hati senang sekaligus penuh kagum terhadap sosok Gu Hongli.

Semua wajah nona muda terlihat berseri-seri, senyuman lebar terus menghias wajah cantik mereka.

Penampilan Gu Hongli seperti rumor yang beredar.

Dia tampan, gagah sekaligus menawan.

Paviliun Bunga menjadi rumah sementara para calon pengantin sebelum hari pemilihan calon pengantin. Kelima Nona muda tersebut akan tinggal selama 100 hari untuk dinilai oleh pihak keluarga Gu apakah nantinya masuk kualifikasi sebagai pendamping hidup Gu Hongli atau tidak. Sekalipun tidak terpilih nantinya, demi menjaga nama baik para Nona muda tersebut akan di nikahkan pada keluarga bangsawan lainnya yang merupakan relasi dari keluarga Gu.

Semua calon pengantin akan diperiksa kesehatannya secara berkala demi melihat apakah memiliki riwayat penyakit menular serta subur atau tidaknya kandungan mereka.

Selain itu para calon pengantin juga di ajarkan tentang sejarah sekaligus peraturan keluarga Gu yang akan di sampaikan langsung oleh, Gu Jiali, Nona pertama keluarga Gu. 

Tidak sampai di situ, Kepala pelayan Yun, orang yang bertanggung jawab atas Paviliun Bunga akan mengajarkan para calon pengantin berbagai macam keterampilan tangan seperti menyulam, menjahit, membuat aksesoris perhiasan seperti gelang maupun kalung yang terbuat dari mutiara, bebatuan atau manik-manik berwarna warni. 

Sebagai calon menantu keluarga Gu mereka di latih sedemikian rupa agar kelak bisa menjaga  martabat keluarga Gu di hadapan dunia.

Dalam pernikahan ini, Gu Hongli memberikan syarat mutlak kepada para Tetua serta Pemimpin klan jika menginginkan dirinya menikah dan meneruskan garis keturunan keluarga Gu selanjutnya karena saat ini satu-satunya harapan keluarga Gu hanyalah dirinya. Kedua kakak laki-lakinya di ketahui tidak bisa memiliki keturunan akibat diracun oleh Lu Qian, salah satu anggota sekte Yue Luo yang menyusup sebagai calon pengantin dari Gu Fengyi.

Syarat yang diberikan adalah seumur hidupnya, Gu Hongli hanya akan menikahi satu wanita, dan tidak akan pernah mengambil selir atau memilik gundik, di kediamannya yaitu Paviliun Salju hanya ada satu Nyonya. 

Para Tetua merasa syarat yang diberikan oleh Gu Hongli sedikit berat tapi demi kelangsungan generasi keluarga Gu selanjutnya, akhirnya mereka pun menyetujui namun mereka juga meminta Gu Hongli setidaknya harus memiliki 4 orang anak.

Gu Hongli meminta waktu selama 100 hari untuk memilih calon pengantin, selama rentang waktu itu ia akan menilai sendiri, satu persatu calon pengantin dengan seksama mulai dari sikap, perlakuan, kemampuan apa yang dimiliki mereka sebab ia tidak suka orang yang tidak berguna. Berwajah cantik dan berpenampilan menarik tidaklah cukup meski di luaran sana banyak pria menyukai gadis seperti itu, tapi dirinya berbeda.

.

.

.

.

.

Angin berhembus kencang membawa hawa sejuk sekaligus debu tanah di hamparan luas perkebunan yang luas. Sejauh mata memandang hanya akan ada hamparan hijau sayuran.

Hari ini matahari bersinar dengan cerah, teriknya sinar matahari membuat kulit tubuh terasa perih padahal sekarang sudah memasuki musim semi.

Ditengah teriknya matahari, dua orang gadis muda sedang duduk mencabuti tanaman wortel dengan keranjang anyaman bambu di dekat mereka sebagai wadah yang hampir terisi penuh. Dari matahari terbit hingga berada di tengah-tengah kepala mereka, tanaman wortel di kebun belum sepenuhnya tercabut padahal masih ada sayuran lain yang harus mereka panen juga.

Bisa-bisa mereka pulang saat matahari terbenam saat semua sayuran di panen.

Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba, yaitu makan siang.

Hanya dalam hitungan menit menu makan siang mereka habis tak bersisa, menyisakan mangkuk kotor yang kosong. Perut benar-benar terasa lapar sampai tubuh lemas tak bertenaga.

Masih ada waktu setengah jam untuk kembali bekerja, keduanya memilih untuk duduk bersandar di sebuah pohon rindang di pinggiran kebun setelah menengguk dengan rakus air di dalam teko yang terbuat dari tanah liat.

"Panas sekali," tangannya bergerak ke depan belakang mengipasi tubuh yang bermandikan keringat.

"Sungguh menyebalkan!" Erang gadis bercepol dua yang wajahnya memerah, dipenuhi peluh keringat.

"Qiqi, simpan tenagamu. Masih banyak sayuran yang harus kita panen nanti," sahutnya sambil mengambil selembar dauh kering tak jauh dari tempatnya duduk kemudian menjadikannya sebuah kipas.

"Dari sekian banyak pelayan disini kenapa pengawas Wei hanya menugaskan kita berdua memanen sayuran! Punya dendam apa dia!!" keluh Qiqi yang tangannya sudah kebas mencabuti wortel yang tidak ada habisnya.

"Jika semua sayuran ini belum di ambil semuanya, kemungkinan besok kita bekerja disini lagi," kata Sang Sang dengan nafas sedikit terengah.

"Tidak mau! Pelayan lain saja yang melakukannya, kenapa harus kita?" tanya Qiqi penuh emosi, merasa tidak adil.

"Entahlah, aku tidak bisa menjawabnya,"

Angin berhembus pelan menerpa seluruh tubuh Qiqi maupun Sang Sang memberikan sensasi dingin menyegarkan.

"Jika benar besok kita harus memanen sayuran lagi tubuhku benar-benar akan gosong," desah Qiqi dengan mimik wajah sedih.

Sang Sang hanya diam saja, tangannya sibuk mengipasi tubuh menggunakan dahan kering seukuran telapak pria dewasa.

Ujung lengan baju Qiqi ditarik hingga ke siku, memperlihatkannya kepada Sang Sang, "Lihatlah Sang Sang kulitku menghitam," 

"Bandingkan dengan kulitku," Sang Sang mengulurkan tangannya lalu menyandingkannya dengan lengan Qiqi yang seputih salju.

"Ck~" decak Qiqi kesal karena Sang Sang bisa saja membalas keluhannya.

"Kalau kulitmu yang seputih salju itu menghitam, bagaimana dengan diriku yang terlahir hitam. Apa nanti aku akan jadi kayu bakar berjalan," kekeh Sang Sang yang mengundang tawa Qiqi.

"Bisa jadi," timpal Qiqi membenarkan dengan tertawa ringan.

Sang Sang ikut tertawa, membayangkan kulitnya yang semakin menghitam.

"Sebagai seorang gadis, dirimu tidak pernah berpikir untuk merawat tubuh, seperti gadis lainnya?" tanya Qiqi yang baru menyadari kalau untuk ukuran seorang gadis Sang Sang termasuk cuek, tidak terlalu peduli akan penampilan.

"Mau berapa banyak aku memakai krim yang selalu kau pakai setiap malam itu tetap saja kulitku tidak akan berubah menjadi putih," jawab Sang Sang datar.

"Belum juga mencobanya kau sudah pesimis, siapa tahu kulitmu menjadi sedikit lebih putih tidak seperti sekarang," ucap Qiqi mencoba memberikan semangat agar Sang Sang mau mencoba.

"Aku takut nantinya saat pulang ke desa, keluargaku mengusirku karena tidak bisa mengenali diriku," sahutnya dengan nada bercanda.

"Kulitmu saja yang berubah bukan wajahmu," erang Qiqi, "Tidak tahu'kah kalau aku ini sedang mencemaskan dirimu," tangannya memukul pelan lengan Sang Sang.

"Baik, baik, aku mengerti. Terima kasih banyak sudah mencemaskan diriku, nona Qiqi yang cantik," ucapnya dengan menggoda Qiqi.

Wajah Qiqi bersemu merah ketika di goda oleh Sang Sang, karena suka dipuji sebagai gadis cantik.

"Sebenarnya aku mencemaskan masa depanmu, bagaimana kelak kau bisa menemukan suami jika terus cuek seperti ini,"

"Aku tidak berniat menikah," ucap Sang Sang penuh keyakinan mengutarakan isi hatinya,

Semenjak kejadian itu, dalam hatinya Sang Sang berniat tidak ingin dekat laki-laki manapun apalagi sampai menikah. Cukup sekali ia jatuh cinta kemudian di permalukan oleh orang yang disukai. Rasa percaya dirinya telah sepenuhnya hilang ketika bertemu dengan lawan jenis karena selalu teringat akan kata-kata, orang itu, dan menganggap kalau semua laki-laki sama. Hanya menyukai wanita cantik dan kaya raya.

Gadis jelek, dan miskin sepertinya tidak layak mencintai atau dicintai oleh siapapun.

Bisa dibilang Sang Sang memiliki trauma mendalam terhadap laki-laki.

"Tidak boleh! Kau harus menikah dan memiliki pasangan," Qiqi terdengar cemas sekaligus sedih.

Bagaimanapun sebagai teman Qiqi ingin melihat Sang Sang bahagia juga.

"Memangnya ada pria yang mau dengan gadis jelek seperti ku," ucapnya dengan perasaan rendah diri.

"Pasti ada. Lagipula dirimu cantik dan baik, jadi jangan terus merendahkan diri,"

"Kepercayaan diriku terhadap lawan jenis sudah hilang, jujur saja sebenarnya aku takut dekat dengan pria,"

Tiba-tiba Qiqi menjauhkan tubuhnya dari Sang Sang sambil memeluk dirinya sendiri, ekspresi wajahnya terlihat takut bercampur kaget, lalu ia pun bertanya, "Kau tidak menyukai perempuan'kan?"

"Kalau iya memang kenapa," Sang Sang malah balik menggoda, melemparkan senyuman genit pada Qiqi.

"Sang Sang!!" teriak Qiqi.

"Hahahaha...." Sang Sang tertawa riang melihat Qiqi yang ketakutan karena percaya pada kata-katanya.

Dari kejauhan seorang wanita paruh baya mengenakan baju berwarna hijau muda, dengan rambut disanggul satu ke atas berlarian panik ke arah Sang Sang dan Qiqi.

Menyadari kalau itu yang sedang berlari ke arah mereka adalah Pengawas, dengan gerakkan cepat keduanya langsung bergegas kembali bekerja takut terkena omelan karena dianggap malas.

"Kalian berdua," panggilnya dengan nafas yang hampir habis.

Sepertinya wanita paruh baya itu sudah lebih dari setengah jam berlari mencari mereka berdua di setiap sudut paviliun Salju, padahal dia sendiri yang menyuruh untuk memanen sayuran di kebun belakang. Entah memberikan tugas atau sedang menghukum mereka berdua.

"Cepat ikut aku ke kediaman paviliun Bunga, sekarang juga," perintahnya.

Tangan Qiqi berhenti bekerja, matanya menyipit karena merasa silau, menatap wajah pengawas Wei, "Bukankah itu tempat tinggal sementara para calon pengantin. Untuk apa kami kesana?"

"Sudah cepat ikut saja jangan banyak bertanya," ucap pengawas Wei yang terdengar panik.

"Tapi bagaimana pekerjaan kami disini," Sang Sang tidak mau nantinya akan di hukum karena dianggap tidak bekerja dengan baik.

"Nanti saja dilanjutkan lagi. Cepat ikut aku," pengawas Wei menarik tangan keduanya untuk segera ikut dengannya.

Ada hal genting yang hanya bisa dilakukan oleh kedua gadis pelayan itu.

.

.

.

.

.

Mata bulat Qiqi menatap tak percaya pemandangan di depannya kini.

Dengan penuh keberanian mata Qiqi menyipit tajam lalu bertanya pada pengawas Wei, "Kau menyuruh kami masuk ke dalam kolam teratai?" 

"Gelang giok milik Nona Ling Fei jatuh ke dalam kolam teratai. Cepatlah ambil sebelum Nona Ling Fei memarahi kalian," ucap pengawas Wei dengan entengnya tidak tahu kalau ada bahaya di balik kolam indah tersebut.

"Dia yang menjatuhkan gelang gioknya kenapa harus memarahi kami," sahut Qiqi yang merasa di perlakukan tidak adil.

"Lancang sekali mulutmu itu!" ucap seorang wanita cantik dengan dingin dari arah belakang Qiqi.

Ekspresi wajah pengawas Wei terlihat takut dan menunduk dalam, "Kepala Pelayan Yun," sapa pengawas Wei.

"Apakah semua pelayan bagian umum di tempatmu seperti ini," matanya melirik tajam dan dingin Qiqi maupun Sang Sang,  "Tidak memiliki sopan santun dan hormat kepada majikannya,"

"Maafkan atas sikap lancang teman hamba, Kepala Pelayan Yun. Hamba yang akan mengambil gelang giok milik Nona muda," ucap Sang Sang mewakili Qiqi tidak mau menambah masalah.

Wajah Qiqi memberengut kesal karena tidak bisa berbuat apa-apa.

Wanita bertubuh ramping dan tinggi itu pun melirik sekilas Sang Sang, "Setidaknya masih ada satu yang memiliki otak dan etika,"

Tangan Qiqi mengepal kuat ingin menyahuti perkataan wanita tersebut namun di cegah Sang Sang.  Apapun perlakuan yang diterima, baik Sang Sang maupun Qiqi tidak bisa melawan atau membalas karena status mereka yang hanya pelayan kelas rendah, sementara kepala pelayan Yun memiliki jabatan lebih tinggi dari mereka berdua dan sudah sepatutnya setiap perkataannya harus ditaati.

Meski terkesan tidak adil tapi harus mereka terima suka atau tidak.

"Bukankah kau tahu kalau kolam disini sangat dalam dan airnya juga dingin," bisik Qiqi memperingati Sang Sang takut terjadi apa-apa terhadapnya.

"Tenang saja, selama tinggal di desa aku terbiasa menyelam bahkan di saat musim dingin," ucapnya dengan nada santai.

"Bukan itu masalahnya tapi aku juga takut kau di gigit ular beracun," ucap Qiqi penuh kecemasan.

"Tenanglah, aku akan baik-baik saja karena aku percaya Dewa selalu melindungi ku," ucap Sang Sang menenangkan Qiqi yang matanya sudah berkaca-kaca ingin menangis.

Sebelum masuk ke dalam kolam teratai, Sang Sang menarik nafas panjang dan dalam.

Seluruh penghuni Paviliun Bunga berdiri berkumpul di sekitar kolam teratai termasuk para pelayan menunggu dengan cemas, apakah Sang Sang berhasil menemukan gelang giok itu atau tidak. Andaikan Sang Sang tahu kalau tidak ada satupun pelayan bahkan pengawal yang bersedia masuk ke dalam kolam teratai karena tahu rahasia mengerikan didalamnya.

Namun Sang Sang tanpa ragu masuk ke dalam kolam teratai.

Keberanian Sang Sang patut di acungi jempol.

Keadaan di dalam kolam cukup gelap tapi Sang Sang masih bisa melihat pemandangan di dasar kolam, agar tidak kehabisan nafas kepala Sang Sang beberapa kali muncul di permukaan kolam untuk mengambil nafas, setelah mencari selama setengah jam akhirnya ia menemukan gelang giok milik nona muda Ling Fei.

Tanpa sepengetahuan siapapun kalau pergelangan kaki Sang Sang di gigit beberapa kali oleh ular berbisa, meski awalnya beraksi kesakitan tapi tubuhnya tidak menunjukkan tanda-tanda keracunan, seolah yang menggigit hanyalah ular biasa.

Jika yang digigit orang lain bisa dipastikan akan mati kurang dari satu jam.

Tanpa sadar semua orang bernafas lega secara bersamaan saat melihat Sang Sang berhasil keluar dari dalam kolam teratai dengan keadaan selamat.

Cukup sulit mencari gelang Giok milik Nona muda Ling Fei tapi setelah mencari ke seluruh permukaan kolam teratai, ia pun menemukannya. Tubuh Sang Sang gemetar menggigil saat keluar ke permukaan kolam teratai karena air di kolam benar-benar dingin.

"Apakah ini gelang Giok milik Nona muda yang hilang?" Sang Sang memberikan gelang giok yang ditemukan di dasar kolam kepada kepala pelayan Yun.

Pemilik gelang Giok pun langsung menghampiri, memasang wajah senang karena telah mengambil barangnya yang jatuh.

"Nona muda Ling Fei, apa benar ini gelang Giok milik Anda?" Kepala Pelayan Yun menyerahkan gelang Giok yang ditemukan Sang Sang di dasar kolam teratai.

"Benar, ini gelang giok milikku tapi kenapa ini sedikit retak," wajahnya nampak kecewa karena barangnya rusak.

"Hamba menemukannya di dekat bebatuan, mungkin saja saat terjatuh terbentur bebatuan," terang Sang Sang dengan bibir gemetar menahan dingin.

"Tidak mungkin! Kau pasti merusaknya," tuduh Ling Fei.

Bukannya berterima kasih karena sudah diambilkan barangnya yang jatuh ke dasar kolam teratai, dia malah menuduh Sang Sang merusak barangnya. 

Amarah Qiqi memuncak tidak peduli gadis itu adalah seorang Nona muda atau calon pengantin keluarga Gu dia tidak takut, dan akan melawan, membela temannya. Namun lagi-lagi Sang Sang menahannya, memintanya untuk tidak membalas.

"Keributan apa ini?" tanya seorang pemuda dengan suara lantang dari arah pintu gerbang masuk paviliun Bunga.

Pemuda bertubuh tinggi tegap itu berjalan angkuh jubah hitamnya berkibar lebar ketika tertiup angin.

Semua mata para nona muda menatap penuh kekaguman, tidak ketinggalan senyuman manis diberikan berharap pemuda itu akan membalas atau setidaknya melirik.

Qiqi pun dibuat terdiam sekaligus terpana melihat pemuda yang begitu dia idamkan-idamkan bahkan selalu di mimpikan setiap malam.

"Hamba memberi salam kepada tuan muda Gu Hongli," sapa pengawas Wei dan Kepala pelayan Yun bersamaan.

Pemuda berparas tampan itu berjalan santai dengan kedua tangan dibelakang, melewati kerumunan yang langsung membelah menjadi dua barisan ke samping, memberikan jalan untuknya. Sementara orang-orang terpana melihat soso Gu Hongli, tapi tidak dengan Sang Sang seolah yang berdiri di hadapannya hantu menyeramkan, ia tidak berani menatap wajahnya sehingga menundukkan wajah dalam.

"Jelaskan padaku, apa yang terjadi?" tanya Gu Hongli penasaran karena melihat tubuh Sang Sang basah kuyup seperti kucing yang disiram air.

Pakaian wol murahnya menempel erat di tubuhnya yang pendek dan kurus.

"Gelang giok milik Nona muda Ling Fei jatuh ke dalam kolam," terang Kepala Pelayan Yun tentang kejadian yang terjadi.

"Lalu?" tanyanya dingin meminta penjelasan lengkap.

"Hamba menyuruh pelayan dari bagian umum untuk mengambilnya," jawab Kepala pelayan Yun.

Ekspresi Gu Hongli nampak serius, kemudian bertanya, "Pelayan itu masuk ke dalam kolam teratai," jarinya menunjuk ke arah Sang Sang.

"Benar," jawab kepala pelayan Yun.

Wajah Gu Hongli berubah panik dengan mata melebar, "Apa?"

Tangan Gu Hongli bergerak cepat membuka kantong obat yang selalu dibawa kemanapun ia pergi.

Orang-orang hanya bisa diam melihat tidak berani bertanya apalagi protes, mereka hanya bisa menunggu apa yang ingin dilakukan oleh Gu Hongli.

"Angkat wajahmu," perintah Gu Hongli dengan tegas.

Dengan ragu Sang Sang mengangkat wajahnya namun matanya tidak berani menatap wajah Gu Hongli yang tanpa sepengetahuan siapapun sedang mencemaskan dirinya.

Gu Hongli memasukkan sebutir pil obat ke dalam mulut gadis pelayan tersebut, "Telan, jika ingin masih hidup,"

Sang Sang pun menuruti perkataan Gu Hongli dengan menelan pil obat yang diberikan padanya kemudian berkata dengan nada bergetar menahan dingin, "Terima kasih atas kebaikan hati Tuan muda Gu Hongli,

Raut wajan kepala pelayan Yun terlihat tidak senang karena Gu Hongli seakan-akan mempedulikan gadis pelayan tersebut dimana hal itu bisa saja membuat para nona muda yang berada disini jadi salah paham, dan citranya sebagai tuan muda keluarga Gu tercoreng, "Mengapa Anda memberinya pil berharga milik Anda,"

"Dia adalah pelayan di kediamanku. Apakah salah jika aku menolong orangku sendiri," Gu Hongli menatap sinis wanita bertubuh tinggi langsing itu.

Kepala pelayan Yun tersenyum kikuk kemudian membungkukkan badan, "Tidak,"

"Dalam masalah ini, baik dirimu ataupun pengawas Wei akan menerima hukuman karena telah lalai,"

"Kesalahan apa yang kami perbuat hingga harus menerima hukuman?" tanya pengawas Wei bingung, tidak merasa melakukan kesalahan, dirinya hanya menjalankan perintah dari nona Ling Fei saja.

Gu Hongli tersenyum sekilas, merasa pengawas Wei begitu bodoh atau menjadi pelupa karena usianya sudah tua.

"Selain pengawal, kalian para kepala pelayan dan pengawas di kediaman Gu mengetahui jelas kalau di dalam kolam teratai banyak terdapat ular beracun,"

Semua orang tercengang kaget, tidak menyangka kalau didalam kolam yang terlihat indah itu ternyata di dalamnya terdapat binatang mematikan termasuk Sang Sang.

Bahu Sang Sang terus gemetar menahan dingin, meski tidak keracunan tapi ia kedinginan sampai hampir terserang hipotermia karena air di kolam teratai benar-benar sedingin es, serasa sedang berenang di dalam es yang mencair. Menyadari kondisi Sang Sang yang menggigil kedinginan, Gu Hongli langsung melepaskan jubahnya lalu memakaikannya ke tubuh Sang Sang agar tubuhnya terasa lebih hangat.

"Bawalah dia ke balai pengobatan agar diperiksa tabib, dan minta pelayan dari bagian dapur untuk membuatkan sup," ucap Gu Hongli pada Qiqi.

Walau Gu Hongli dikenal kejam, menakutkan namun sebagai majikan, ia orang yang sangat peduli pada bawahannya tidak pernah membedakan pelayan kelas rendah ataupun pengawal, selama mereka tidak melakukan kesalahan ia tidak akan memberikan hukuman, dan jika sedang berada dalam kesulitan ia tidak akan memberikan bantuan karena merasa bertanggung jawab sebagai majikan.

Didikan dari mendiang ibunya sungguh di pegang teguh oleh Gu Hongli.

Ibunya selalu berkata  padanya kelak jika menjadi seorang pemimpin, dirinya harus bersikap adil, bijaksana serta penuh belas kasih terhadap bawahannya. Karena itulah ia berpikir kalau semua orang di paviliun Salju sudah menjadi tanggung jawabnya, termasuk Sang Sang.

"Ba-baik," Qiqi tergugup menjawab.

Jantung Qiqi terus berdebar kencang, hingga rasanya ingin pingsan saking senangnya karena bisa melihat wajah Gu Hongli sedekat ini bahkan hidungnya bisa mencium aroma wangi tubuhnya yang seperti musk.

"Te-terima kasih atas kemurahan hati tuan muda Gu Hongli, hamba tidak akan melupakannya," ucap Sang Sang sambil memberikan hormat kemudian pergi sambil dipapah Qiqi meninggalkan paviliun Bunga.

Kepergian Sang Sang meninggalkan amarah sekaligus dendam mendalam di hati Ling Fei. Gadis berparas cantik itu merasa di kalahkan oleh seorang pelayan kelas rendah yang tidak sebanding dengannya yang seorang putri bangsawan kelas atas.

Bersambung