webnovel

Bagian 1~permulaan

~2 minggu sebelumnya~

Siang itu, di sekolah swasta sma charcoal, memang nama yang aneh untuk sebuah sekolah dimana tempat para murid bersekolah menimba ilmu, tapi... Bukanya tanpa alasan sekolah ini mendapat nama seperti itu, karena dulunya, nama sekolah ini bukanlah Charcoal.

Itu karena, murid yang ada di sekolah inilah penyebabnya.

Bisa dibilang, hampir setengah murid di sini adalah berandalan dan pembuat onar, dan setenganya adalah mereka yang bernasib sial karena harus bersekolah di sini, karena tidak bisa masuk ke sekolah lain karena kendala.

Dan nama charcoal ini, di dapat dari banyaknya tindakan para murid yang selalu mencoreng nama baik sekolah dari waktu-kewaktu, dan akhirnya, nama asli sekolah ini di lupakan, dan berubah menjadi julukan charcoal yang artinya arang.

Bagaikan arang hitam yang selalu membuat noda dimana saja dia di letakan, begitu juga bagi anak berandal sekolah ini, dimana saja mereka berada, maka di situ pasti akan ada masalah yang terjadi.

Dan seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya, setengah murid di sini adalah berandal dan setengahnya lagi adalah murid sial lemah yang harus bersekolah di sini karena terpaksa.

Termasuk, dua orang ini, Eden Harison, dan juga Gerry goldbell.

Di depan kelas, mereka berdua harus melepas pakaian mereka di depan teman sekelanya dan hanya menyisakan celana boxer saja pada tubuh merek.

rasa malu?, tentu saja mereka merasa malu, lagi pula, ini bukan keinginan mereka, ini adalah keinginan, atau tepatnya perintah dari orang yang berdiri di depan mereka dengan seringai di wajahnya.

Laki-laki itu memiliki penampilan yang benar-benar bisa di sebut preman, kuku hitam, telinga di tindik, dan baju berantakan yang sudah dia warnai dan gambar sesukanya.

Dia adalah Bernard Martinez, orang kedua yang paling berkuasa di kelas ini.

Di sebelahnya, ada seorang laki-laki kurus yang tersenyum keji dengan tatapan merendahkan pada mereka berdua, dan di seberangnya adalah laki laki gendut dengan tato di hampir di seluruh tubuhnya, mereka berdua adalah Joy hoomer dan alston smith, bawahan dari bernard martinez.

bisa di bilang,mereka ini benar-benar trio yang buruk, dikenal sebagai penindas dan pembully di sekolah ini setiap waktu.

dan tidak terkecuali untuk waktu ini, dia dengan santai membully dua orang yang sebenarnya tidak punya masalah apapun denganya.

Eden dan Gerry hanya bisa pasrah atas Bullyan yang selalu mereka terima setiap hari ini, melawan?,tentu saja mereka selalu ingin melawan,tapi...itu musathil.

karena, walaupun mereka punya keinginan melawan,tapi mereka tidak punya kekuatan untuk melakukanya,dilihat dari fisik saja sudah ketahuan siapa pemenangnya,dan ditambah lagi, Bernard dan dua temanya itu memiliki geng kuat yang pastinya akan membantu jika urusan berkelahi.

karena itulah,Eden dan Gerry hanya bisa pasrah dan menerimanya, tidak ada yang bisa mereka lakukan,meminta tolong pun tidak ada gunanya,bahkan..saat ini,tidak ada satupun di kelas mereka,teman sekelas mereka yang terlihat simpati pada mereka,tatapan mereka benar-benar berbeda,bukanya tatapan prihatin dan kasian,tapi malahan tatapan lega karena bukan mereka yang menjadi sasaran Bullyan dari trio preman itu.

guru mereka pun sama, alasannya,adalah orang yang berada di kelas ini,seorang yang paling berkuasa di kelas-, tidak ,tapi paling berkuasa di sekolah, Atlan holmis.anak dari kepala sekolah SMA Charcoal

dia adalah pria yang duduk di tengah kelas dengan di kelilingi oleh beberapa gadis dan beberapa teman laki-lakinya, dia memiliki penampilan yang bisa di bilang tampan. dengan rambut blonde dan mata birunya,dia adalah seorang blasteran.

dan sialnya,atlan ini sama bejatnya dengan tiga trio itu,dia suka membully dan menyiksa orang lain yang lebih lemah darinya, dan oleh sebab atlan yang merupakan orang paling berkuasa ada di kelas ini juga menikmati pembullyan, maka sudah dipastikan tidak ada harapan untuk Eden dan Gerry

"heheheh..lihat kedua orang ini, yang satu gendut seperti babi,dan yang satu kurus seperti lidi,benar-benar duo jelek yang sempurna"

Bernard si preman tersenyum gembira dan tertawa keras melihat mereka berdua melepas baju mereka di depan semua orang di kelas.

dan dari perkataan nya itu, terdengar suara tawa dari murid yang berada di kelas, semua orang di sana tertawa,tidak ada pengecualian, baik wanita dan laki-lakinya.

dan lagi-lagi,Eden dan Gerry hanya bisa menahan hinaan ini saja dalam hatinya.

"hey, hey, kalian! kurang seru jika hanya di lepas bajunya,lakukan hal lain yang lebih menyenangkan!"

atlan yang duduk di kelilingi wanita dan bodyguard nya,berteriak seakan memerintah,tidak ada sedikitpun rasa marah atau perhatian di dalamnya,atau lebih tepatnya,tidak ada sama sekali emosi dalam kalimatnya,semua kalimatnya tadi itu hanya di keluarkan untuk mengeluarkan perintah untuk bersenang-senang,tidak lebih.

"hmmm....benar juga, kalau hanya segini,ini sih sudah biasa bagi mereka,ayo kita lakukan sesuatu yang lebih menyenangkan pada babi dan lidi ini"

Bernard merasa kalau kata-kata atlan itu benar, dan setuju denganya, lalu,dia mengambil sebuah spidol yang tergeletak di atas meja dan sebuah pel di sebelahnya.

"baiklah,bagaimana jika kita lukis sesuatu yang indah di tubuh mereka berdua ini'

lalu, dengan raut menjijikan di wajahnya, bernard mulai menggambar banyak bentuk pada tubuh mereka, ada gambar kotoran, babi, sapi, dan banyak gambar lain yang benar-benar jelek.

lalu, dia mematahkan pel yang dia ambil sebelumnya,dan menaruh ujung kain pel itu di atas kepala mereka berdua.

"nah...ini baru bagus,kalau beginikan tampilan kalian jadi lebih enak di lihat"

sekali lagi, tawa menggema di ruang kelas itu seperti tidak ada yang peduli pada mereka berdua.

bernard dan kedua temanya melanjutkan melukis di tubuh Eden dan Gerry hingga penuh, dan setelahnya mereka kembali tertawa puas akan perbuatan mereka.

tapi...seakan semua tontonan Bullyan di depannya belumlah cukup, atlan,orang yang dari tadi hanya duduk tanpa melakukan apapun, mulai bergerak dari kursinya.

dia berjalan perlahan dengan sambil terus menyedot susu kotak coklat di tanganya,dan saat dia menyedotnya,terdengar suara *sruuppp* yang keras.

"hah..ini masih belum cukup,wajah kalian masih tidak enak untuk di pandang, aku akan merias kalian lebih bagus lagi"

atlan membuat sebuah kode instruksi dengan jarinya kepada salah satu bodyguard nya yang ada di belakang, dan bodyguard nya itu datang kepadanya dengan sebuah kantung tepung dan beberapa telur.

"oke..aku akan mulai ya~"

dan dengan suara riang, dia membuka dan menumpahkan tepung itu di atas kepala Eden dan Gerry hingga hampir seluruh wajah dan tubuh mereka jadi berwarna putih, lalu dia memecahkan beberapa telur dan menjatuhkan isinya di atas kepala mereka berdua,bau amis menyebar di seluruh ruangan kelas,para anak-anak itu mulai meringis dan menutup hidung dan mulut mereka.

tapi..atlan belum selesai, dia melepas sedotan dari susu kotak yang dia minum dari tadi, dan menumpahkanya di atas kepala Eden dan Gerry secara bergantian.

bau campur aduk dari susu telur dan tepung menyeruak dan menyebar di dalam kelas, para murid lain semakin mengencangkan tangan mereka untuk menutupi bau tidak enak itu.

"hmm...sekarang baru kalian sudah enak dipandang, karena tubuh dan wajah kalian sudah tertutupi oleh tepung dan telur ini"

suara sorakan dari kelas terdengar, ada yang hanya tertawa, ada yang meneriakan sesuatu seperti, "hahahah, ide bagus, mereka jadi terlihat seperti siap di goreng", atau "mereka jadi lebih enak di pandang jika begini", dan "kita beginikan saja mereka tiap hari,jadi tidak merusak mata kan?".

dalam tawa dan cacian dari teman sekelas mereka itu, Eden dan Gerry hanya bisa menunduk tanpa melakukan apapun, tidak bisa melawan, tidak bisa melapor, tidak akan ada yang menolong mereka.

tapi...sebenarnya Bullyan seperti ini bukan hanya terjadi pada mereka, seperti kataku di atas, setengah murid di sini adalah mereka yang bernasib sial harus bersekolah di sini, dan Bullyan seperti ini juga sudah pasti terjadi pada mereka.

bahkan banyak dari mereka yang mengalami jauh dari pada ini, jadi..eden dan Gerry merasa sedikit bersyukur.

di tengah tawa para murid di kelas itu, sebuah suara dari seorang wanita terdengar.

"hey, hey atlan, mungkin lebih baik kau ubah juga wajah mereka, ukir jadi lebih menarik untuk di lihat!"

dia adalah cherry summer, suaranya keras, dan terdengar seperti merendahkan, dia adalah idola dalam kelas ini, dan pacar dari atlan si berandalan.

seperti layaknya idola kelas, dia adalah wanita yang cantik, cukup cantik untuk di sandingkan dengan model sebuah majalah.

atlan menoleh kearah belakang dimana tempat cherry duduk, dia sedikit memiringkan kepalanya karena bingung

"memangnya apa lagi?"

dia bertanya dengan nada bingun pada cherry yang duduk dengan santai seperti seorang ratu. dia menghela nafas seperti lelah, dan menggelengkan kepalanya.

"ayolah..lakukan yang lebih ekstrem,seperti ukir bentuk di wajah mereka dengan cutter, bukan dengan spidol"

suara terkejut muncul dari anak-anak di ruang kelas itu, Eden dan Gerry juga, menggigil dan gemetar mendengar ide gila dari wanita itu.

begitu juga atlan, matanya melebar dari rasa terkejut dari ide gila yang di katakan cherry padanya, dia terlihat sedikit ragu, dan sepertinya cherry menyadari ketakutan dari atlan.

tapi..keraguan itu hilang dari atlan atas kalimat selanjutnya yang di katakan cherry.

"....atau....kau takut melakukanya?"

atlan benar-benar terkejut atas kalimat ini, matanya melebar, dan mulutnya membuka dan menutup seperti se ekor ikan yang kehabisan nafas.

aku? penguasa di sekolah ini? takut?. harga dirinya di sini terasa seperti di injak, dia sebagai seorang yang paling di hormati, tidak mungkin merasa takut atas tantangan mudah seperti ini. yang benar saja!, begitu teriaknya dalam hati.

"heh..yang benar saja, tidak mungkin aku takut, baiklah..aku akan tunjukan di depan kekasihku kalau aku ini tidak takut pada apapun!"

lalu membuat sebuah instruksi pada bodyguard nya untuk mengambil sebuah cutter, dan dengan cepat sebuah cutter di berikan padanya.

Eden dan Gerry gemetar melihat cutter yang ada di tangan atlan, bagaimana ini?, jika wajah mereka di gores dengan cutter seperti itu, bekasnya tidak akan pernah hilang, tapi..bukan itu yang terlalu mereka khawatirkan, tapi...apa yang akan mereka katakan jika keluarga mereka melihat bekas luka di wajah mereka yang tidak akan pernah hilang.

"b-baiklah..bersiaplah kalian duo jelek, muka kalian akan kubuat menjadi lebih baik"

dengan suara yang sedikit gemetar, atlan mulai mendekatkan cutter itu pada wajah mereka berdua, keringat dingin mengucur dari seluruh tubuh mereka, rasa takut akan sakit, dan darah yang akan keluar dari luka mereka, membuat mereka tidak bisa bergerak.

suara tegang dari anak-anak lain di kelas membuat suasana menjadi semakin buruk, dan si wanita yang memberikan ide gila itu, terlihat sangat puas.

tinggal beberapa centimeter lagi sebelum cutter itu menyentuh wajah mereka...jantung mereka benar-benar berdetak kencang, rasa takut tidak perlu di tanyakan lagi, rasanya mereka seperti akan kencing di celana.

tapi...sedikit keberuntungan telah menyelamatkan mereka.

*triiiiiiiiiiing*

suara bel tanda masuk kelas berbunyi.

suasana tegang dalam ruangan itu pecah dan di gantikan dengan suasana canggung dan bingung semuanya yang ada di sana.

atlan yang sudah hampir sedikit lagi menggoreskan ujung cutter pada wajah Eden dan Gerry berhenti di tengah-tengah.

di wajahnya nampak beberapa keringat yang siap menetes kapan saja dan dia terlihat sedikit lega.

tapi..orang yang memberikan ide, berwajah tidak puas karena ini.

dan untuk korbannya, Eden dan Gerry merasa benar-benar bersyukur karena bell berbunyi di saat yang tepat.

"fuuhhh...kurasa kalian beruntung kali ini, cepat kalian bereskan semuanya sebelum guru datang, dan ingat jangan mengadu!"

Eden. dan Gerry mengangguk atas perintah yang di berikan.

dan setelahnya,saat guru datang dan pelajaran di mulai, Eden dan Gerry untuk sementara aman.

***

siang itu, masih di sekolah Charcoal, di dalam toilet

laki-laki yang sebenarnya sudah tidak layak pakai, dan tidak banyak murid yang memakainya.

toilet di sini sudah banyak yang mumpet dan sudah tidak bisa di pakai, air selang menguntai di lantai, dan wastafel pun hanya dua buah saja yang bisa berfungsi dari 7 wastafel yang ada.

tapi...untuk suatu alasan, toilet yang jarang di pakai ini, sekarang sedang di pakai oleh dua anak laki-laki untuk mencuci muka dan membersihkan noda di tubuh dan pakaian mereka.

ya, mereka adalah korban Bullyan, Eden harrison dan Gerry goldbell.

di dua wastafel yang masih berfungsi, mereka memutar keran dan membasuh muka mereka beserta pakaian yang sudah kotor karena berbagai macam noda.

spidol, permen karet, cat, telur ,dan juga tepung. semua itu adalah noda yang biasa mereka terima setiap harinya saat di Bully.

karena itu mereka sudah cukup terbiasa dengan bau semerawut dari semua benda itu,tapi...untuk hari ini, mereka sudah di buat hampir mengompol di celana.

hari ini mereka hampir saja harus masuk rumah sakit karena luka yang akan di gores di wajah mereka,tidak terbayang bagaimana rasa sakitnya itu nanti, tapi dari pada itu mereka selalu mengkhawatirkan hal yang lain.

"wahhh...hari ini juga benar-benar sial ya, dan tadi itu benar-benar hampir saja..."

Gerry, yang bertubuh gemuk dan memakai kacamata kotak di samping Eden yang bertubuh kurus seperti tanpa lemak itu mengela nafas selagi mencuci mukanya di wastafel dan mengeluarkan ucapanya yang ingin dia keluarkan dari tadi.

di nadanya tidak ada sedikitpun emosi sedih, ataupun menderita, yang ada hanyalah nada riang yang seperti tidak punya sedikitpun beban dalam hidupnya.

Eden yang mendengar nada Gerry yang seperti itu hanya bisa tersenyum hangat, 'Lagi pula, gerry memang seperti itu', begitu pikirnya.

ya, memang seperti inilah gerry goldbell, seorang optimis yang selalu menganggap semua hal bisa di selesaikan dengan sebuah senyum dan tawa.

Eden sudah berkali-kali mengatakan padanya, bahwa senyuman saja tidak akan bisa menghilangkan Bullyan yang selalu mereka terima setiap hari. tapi...tidak perduli berapa kali pun dia mengatakannya, Gerry selalu tersenyum jika ada kesempatan.

karena itulah dia mulai menyerah, dan malah mulai mengikuti Gerry yang selalu berpikir optimis.

"yahh...kau benar, jika saja bell tadi tidak berbunyi tepat waktu,sudah pasti wajah kita akan di buat sebagai tempat menggambar baru untuk atlan"

Eden menjawab kata-kata Gerry dengan sedikit bercanda. sama seperti Gerry yang selalu berpikir optimis,dia melakukan itu untuk sedikit meringankan pikiran mereka dari bullyan.

"Yup, kau benar, Untung saja dewi keberuntungan masih sedikit berpihak pada kita"

gerry mengatakan itu sambil tertawa terbahak-bahak, Eden hanya bisa tersenyum pahit di sampingnya, 'kurasa...dewi keberuntungan sama sekali tidak berpihak pada kita', begitu pikirnya, tapi Eden tidak mengatakannya keras-keras pada Gerry, untuk menjaga perasaanya.

setelah tawa lepas gerry yang jarang bisa dia keluarkan, eden dan Gerry kembali membersihkan wajah dan baju mereka dari kotoran.

untungnya, masih tersedia sabun di sana, jika tidak, akan sulit untuk membersihkan aroma dari berbagai macam benda yang ada di tubuh mereka, dan dengan sabun itu mereka mengusap semua bagian wajah mereka dan beberapa bagian tubuh yang terasa bau dengan sabun.

dan lalu membasuhnya sambil hati-hati agar tidak membasahi baju mereka.

setelahnya, mereka mengeringkan diri dengan sebuah kain yang mereka bawa dari rumah. ya, karena saking seringnya mereka mendapat bullyan seperti ini, mereka jadi selalu bersiap untuk membawa kain ini untuk membersihkan kotoran di tubuh mereka setelah di bully, ini bukan karena mereka suka lagi pula.

Eden harrison dan Gerry goldbell, dua anak sial yang selalu di bully di dalam maupun di luar sekolah, tidak ada yang peduli, tidak ada yang bersimpati pada mereka, mereka tidak berani memberi tau tentang pembullyan ini pada orang tua mereka karena tidak ingin keluarga mereka terlalu khawatir pada mereka, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika orang tua mereka yang satu-satunya sangat menyayangi mereka mengetahui pembullyan ini.

apa lagi untuk orang tua Gerry goldbell...

setelah kedua orang itu selesai membersihkan diri, mereka masuk dalam sebuah keheningan, mereka tidak saling mengobrol, ataupun saling melirik satu sama lain. mereka hanya menatap ruang kosong di sudut ruangan toilet.

lalu, setelah beberapa saat dalam keheningan, Eden lebih dulu memulai percakapan.

"Hey...gerry.., apa menurutmu..kita akan terus bernasib begini?"

sejenak, Gerry tersentak, tapi tidak ada reaksi lagi selain dari itu, mereka kembali dalam keheningan, Eden tau kalau yang dia tanyakan itu tidak lucu, jadi dia menyerah dan hanya mengikuti alur.

tapi...tiba-tiba suara dari jawaban Gerry keluar.

"Tenang saja!, pasti ada saat di mana kita akan bisa bermain santai seperti anak lain!, kau jangan khawatir!, pasti saat-saat seperti itu akan segera datang!"

Gerry dengan semangat memberi jawaban atas pertanyaan Eden sebelumnya sambil membuat gerakan berlebihan mengekspresikan kalimatnya, Eden yang tiba-tiba saja di kagetkan karena suara keras Gerry tersentak, dan jadi sedikit menegang, tapi setelahnya, dia menatap Gerry yang tersenyum lebar dengan hangat dan lembut.

Eden tau, kata-kata itu tidaklah lebih dari kalimat penenang bagi penderitaan mereka selama ini, walaupun dia mengatakan itu 1000 kalaupun, tidak akan ada satu orang yang cukup baik untuk bisa menolong mereka.

tapi..eden tetap senang, 'Dasar, si bodoh ini...', Eden kali ini benar-benar tersenyum lebar mengikuti Gerry, lalu.

"Yah, kau benar, pasti ada suatu hari, hari bahagia itu datang, aku percaya pada kata-katamu!"

mereka berdua lalu tenggelam dalam suasana persahaban yang hangat, yang jarang mereka bisa nikmati.

***

Suasana setelah jam sekolah selesai, tidak banyak yang berbeda dari tempat lain, hanya banyak anak sekolah yang berjalan pulang dari sekolah menuju kerumahnya, ada yang berlari, berjalan ,dan ada juga yang naik kendaraan ke rumahnya.

tapi...satu yang sama dari mereka adalah, mereka pulang kerumah dengan harapan menemui orang tua mereka yang hangat, dan menyantap makanan buatan ibu mereka yang lezat.

begitu juga untuk anak itu, Eden harrison. dia dengan senyum di wajahnya berjalan menyusuri rute yang selalu dia ambil untuk pulang kerumahnya.

Gerry goldbell sudah lebih dulu pulang, karena memang arah rumah mereka sedikit berbeda. memang terasa sedikit sepi tanpa Gerry yang banyak bicara itu, tapi mau bagaimana lagi, dia punya rumah sendiri. begitu pikir eden.

tanpa sadar, Eden sudah membuat senyum hangat di bibirnya saat mengingat tentang temanya itu, dia berpikir...dia benar-benar beruntung, karena untuk orang seperti dirinya, yang bahkan sebelum masuk ke sekolah SMA Charcoal pun sudah sering di bully dan tidak punya satu orangpun teman, dapat memiliki teman sebaik gerry.

Eden berpikir, Bagaimana jadinya dirinya jika saja dia tidak bertemu dengan Gerry sahabatnya itu. mungkin dia akan jadi tidak kuat menahan semua siksaan dan hinaan yang dia terima selama ini, dan mungkin dia bisa saja mengakhiri hidupnya, ya, mungkin saja hal itu bisa terjadi.

tapi...berkat dia bertemu dengan gerry goldbell, semuanya terlihat jadi berbeda, dunianya jadi sedikit lebih cerah, walaupun bullyan terhadapnya tidak pernah berubah, tapi setidaknya, ada orang yang dapat di jadikanya tempat mengeluh, berbagi kesedihan, dan juga kegembiraan yang dia rasakan.

itu sedikit membuat hatinya hangat. Karena itulah, baginya, Gerry goldbell, adalah orang yang sangat berharga baginya, melebihi seorang teman atau sahabat, dia sudah menganggapnya seperti saudara atau keluarganya sendiri, begitulah pentingnya Gerry bagi Eden.

'Terimakasih, sudah menjadi temanku gerry', dia menggumam kan kalimat yang tidak pernah bisa dia sampaikan dalam hatinya, bukanya dia tidak mau berterimakasih pada Gerry secara langsung, hanya saja, dia terlalu malu untuk mengatakannya.

'yah lagi pula, aku tau gerry pasti akan mengatakan : apa yang kau katakan?, kita ini memang akan selalu jadi teman kan?', ya, pasti itulah yang akan di katakanya'.

begitu gumamnya dalam hati, dan dia pun tersenyum sambil terus berjalan menyusuri rute menuju kerumahnya

di rute yang di ambil Eden ini, tidak terlihat banyak orang lalu lalang, itu karena, Eden sengaja mengambil rute ini agar dia terhindar dari preman yang selalu mengganggunya di rute yang dulu pernah dia ambil.

di rute ini, jalananya sempit, mirip seperti gang gang di perumahan susun, dan hanya ada beberapa toko kelontong tua yang buka di jam segini, menambah kesan suram jalan di sini.

Eden terus berjalan sambil berusaha tanpa memperdulikan sekelilingnya, setelah melewati beberapa toko tua, dan sebuah bengkel, dia akhirnya sampai di depan rumahnya.

rumahnya yang terbilang...cukup kecil bahkan untuk rumah-rumah di sampingnya yang juga berukuran kecil, mungkin seukuran luas

mungkin lebih kecil dari pada rumah tipe 21. dengan bentuk kubus yang dinding-dindingnya dibuat denga papan kayu yang sedikit tipis di bawah standar bangunan, dan juga atapnya yang di bangun dengan jerami dan Alang yang di rajut dengan hati-hati supaya tidak bocor saat hujan.

sebuah rumah sederhana, tapi bagi Eden, ini adalah rumah indah dimana keluarga tercinta nya tinggal bersama dengan dirinya.

eden melangkah masuk kedalam pekarangan di depan rumahnya, mendekat ke pintu dan perlahan membuka pintunya.

ada suara *kreeek* saat dia membuka pintu itu, menandakan bahwa engsel pintu itu sudah cukup tua dan sudah waktunya untuk di ganti, tapi keluarga nya tidak punya cukup uang lebih untuk menggantinya, untuk makan sehari-hari pun mereka masih kekurangan, apalagi selain dirinya, ada dua orang lagi saudaranya yang juga bersekolah. jadi mereka tidak punya uang lebih untuk mengganti engsel pintu dengan yang baru.

lagi pula pintu ini masih bisa di geser, jadi tidak perlu untuk menggantinya jika masih bisa di pakai, begitulah kata ayah Eden sambil tertawa saat mengatakanya.

ya, ayah eden, sama dengan Gerry, orang yang berpikiran positif, dia selalu memikirkan sisi baik dari suatu hal, meskipun itu sudah pasti lebih banyak hal buruknya dari pada baiknya.

memang pemikiran itu kurang baik, tapi...berkat ayah seperti itulah, Eden masih bisa tersenyum saat berada di rumah.

ibunya, adalah tipe wanita yang menenangkan, dengan wajah cantik meskipun di usianya, dia selalu tersenyum lembut dan menatap Eden dengan penuh kasih sayang setiap saat.

baginya, ibunya adalah ibu ideal yang tidak ada tandingannya.

perlahan, Eden mendorong pintu untuk masuk kedalam rumah, dan saat sepenuhnya pintu itu sudah terbuka, di dalamnya terlihat hanya ada satu ruangan yang di gabung.

dapur, tempat tidur, dan juga ruang keluarga. semuanya di lakukan di satu ruangan.

di dalam ruangan itu, kompor yang dinyatakan sudut salah satu ruangan, dan sebuah kasur yang sudah di lipat yang di juga di letakan di sebuah lemari yang terbuka. dan di tengah ruangan itu terdapat sebuah meja bundar tempat keluarga mereka makan bersama.

dan di sekeliling meja itu terdapat empat orang yang sudah duduk mengelilingi mejanya, ke empat orang itu tersenyum saat menyadari pintu yang terbuka dan Eden yang menjulurkan kepalanya dari celah pintu.

dari yang paling kiri adalah ayahnya, Jordan Harrison, yang duduk di sebelahnya adalah adik perempuan nya, jennie Harrison, dan yang duduk di depan mereka berdua di seberang meja adalah ibunya, Marry Harrison, dan saudara perempuannya, Gloria Harrison.

ayah nya adalah pria yang memberikan kesan baik saat kita melihat kearahnya, dengan kumis tipis dan wajah ramahnya, dia merupakan pria yang cukup tampan di masa mudanya.

lalu untuk adik perempuanya, dia adalah gadis kecil manis dengan mata biru dan rambut pirangnya, memang saat ini kecantikannya masihlah belum terlalu terlihat karena dia masihlah kecil, tapi tidak di ragukan lagi, dia akan menjadi gadis yang cantik saat dia besar nanti.

lalu ibunya, marry harrison, adalah wanita yang memberikan kesan hangat, dengan mata sayu dan bibir kecil yang selalu tersenyum itu, di tambah dengan adanya tahi lalat di bawah mulutnya, manambah kesan hangatnya menjadi hangat yang mempesona.

lalu yang terakhir, kakak perempuanya, Gloria Harrison, adalah..wanita yang cantik, memiliki rambut hitam dan biru yang indah, dengan kecantikan yang mungkin bisa di sandingkan dengan seorang model, bahkan tanpa sebuah perawatan.

mereka berempat menoleh ke arah pintu dimana Eden berdiri, mereka dengan senyum di wajahnya menyambut kepulangan eden.

ibu nya yang lebih dulu menyadari kedatangan Eden, memanggilnya dari pintu.

"Ah, Eden kau sudah pulang ternyata, ayo kemarilah, kita makan malam bersama, selagi makanannya masih hangat"

ibunya dengan suara lembut memanggil Eden yang masih berdiri di depan pintu, lalu Eden yang sudah di panggil itu, mengangguk dan masuk setelah melepas sepatunya dan meletakkannya di rak sepatu di dekat pintu masuk.

eden mendekat ke meja makan di mana keempat anggota keluarga nya yang lain menunggu, saat dia berjalan, dia bisa mencium aroma masakan ibunya yang lezat, makanan yang memang tidak bisa di sebut makanan mewah, tapi bagi keluarga eden, bukanlah kemewahan makanannya yang mereka lihat, tapi lebih kepada kebersamaan yang mereka alami selagi menyantap makanan itu.

Eden sudah sampai di meja makan, dia duduk di samping kakak perempuanya, lalu kakak perempuanya mengambilkan piring, di ikuti dengan ibunya yang memberinya nasi pada piring kosongnya.

"Kau bisa pilih lawuknya sesuai keinginan mu ya eden..."

"ayo Eden, semua yang di masakan ibu enak Lo!"

"iya kak, ayo cepat kita makan, aku sudah sangat lapar!"

mereka bertiga, ibunya, kakaknya, dan adiknya dengan semangat berbicara pada Eden, ayahnya yang duduk di depannya hanya tersenyum hangat pada eden.

Eden merasakan hangat dari dalam hatinya, perasaan yang tidak pernah dia dapatkan saat berada di sekolah, kebahagian dimana dia di terima, tempat dimana dia bisa tersenyum selama dia mau.

di sinilah kebahagiaan terbesarnya berada selain bersama dengan Gerry, keluarganya.

Eden tersenyum, lalu mengatakan terimakasih kepada tiga orang itu sebelum memakan makananya.

ke empat orang lainya juga mulai memakan makanan mereka dengan tenang, sesekali mereka bercerita bagaimana keseharian mereka hari ini, bagaimana pekerjaan mereka, dan apa yang tidak mereka senangi hari ini, dan tentu saja, Eden tidak menceritakan yang sebenarnya seperti biasa, dia tidak bisa, dia tidak akan bisa menceritakannya, jika dia menceritakan yang sebenarnya, dia tidak bisa bayangkan sekhawatir dan marah apa keluarganya nanti, jadi dia tetap merahasiakan ya, dan hanya menjawab dengan " Hari ini menyenangkan seperti biasa".

Dan dengan suasana menyenangkan seperti itulah, keluarga Harrison makan malam.

***

malam itu, setelah makan malam di kediaman keluarga Harrison, mereka semua pergi berbaring di atas kasur yang sudah di bentangkan di ruangan sempit itu.

mereka semua lalu pergi tidur bersama di sana. tidak ada kegiatan khusus saat berada di rumah, baik itu ayah, ibu, ataupun kakak dan adiknya, semua merasa lelah dengan keseharian mereka yang berat.

Eden tau itu, jadi dia tidak mengganggu mereka, dan membiarkannya tidur. lagi pula, Eden juga selalu merasa lelah.

berkat bullyan yang selalu dia terima setiap hari, baik mental maupun fisik, dia merasa sangat lelah, karena itulah biasanya dia akan segera terlelap jika sudah berada di atas kasur.

tapi malam ini, dia merasa tidak bisa langsung tertidur, dia merasa gelisah, hatinya tidak bisa tenang, entah apa yang dia rasakan saat ini, dia tidak bisa memastikanya.

berapa kali pun dia mencoba memejamkan matanya, dia tidak bisa tertidur, jadi akhirnya, dia memutuskan untuk menelepon seseorang dengan harapan dapat sedikit tenang setelah sedikit bercerita denganya.

dia merogoh saku celananya, dan mengambil sebuah telepon genggam lipat yang murah, dan masih ketinggalan jaman, tapi baginya, ini adalah barang mewah yang sekali seumur hidup bisa dia dapatkan.

Eden membuka telepon genggam nya, dan membuka menu kontak di dalamnya, di sana tidak banyak terdapat nomor orang lain, hanya ada 4 orang, yang pertama adalah ayahnya, lalu ibunya, dan kakaknya, dan satu lagi kontak orang yang satu-satunya dia anggap teman, Gerry goldbell.

dia menekan pada kontak bernama gerry, dan lanjut menekan tombol Call.

segera, layar telepon berubah menjadi menu sedang memanggil..

Eden menunggu beberapa saat sebelum teleponya tersambung, dan saat telepon itu sudah tersambung, ada suara lembut seseorang yang sudah dia kenal di seberang telepon, berkata "Hallo" padanya.

dia merasa lega, entah kenapa, dia merasa lega, hanya dengan mendengar suara temanya ini, yang satu-satunya memahami penderitaan, dan juga bersama-sama mengalimanya, bisa membuatnya merasa tenang di hatinya.

dia sejenak berpikir, akan jadi apa aku jika tanpa Gerry, dia tidak akan bisa bertahan menahan semua bullyan, dan akan berakhir dengan kemungkinan terburuk, tapi...dia berhenti memikirkan nya, karena dia sadar dia belum menjawab Hallo dari gerry.

"Ah..hallo Gerry, maaf menelepon malam-malam begini, apa aku mengganggumu?"

setelah dengan tergesa-gesa mengatakan itu, Eden bisa mendengar suara pelan Gerry yang terkekeh, dia sedikit memiringkan kepalanya merasa bingung.

tapi setelahnya, Gerry menanggapi dengan suara keras yang riang seperti biasanya.

"yah, tidak masalah, kau bisa menelepon ku kapan saja kau mau, teleponku akan selalu aktif untukmu"

Gerry tidak berada di sini, tapi entah kenapa, Eden bisa tau dengan pasti, kalau Gerry tengah tersenyum lebar dengan dada membusung di seberang telepon.

tanpa sengaja, wajahnya ikut tersenyum mendengar kalimat gerry, hatinya sekali lagi telah merasa hangat, dan kegelisahan yang tadi di alaminya sedikit menghilang.

"Terimakasih, aku tau kau akan berkata seperti itu"

Eden dengan suara pelan menjawab Gerry dari telepon.

lalu, Gerry dengan suara semangat kembali menjawab Eden.

"Ayolah!, suaramu terlalu kecil, apa kau tidak enak badan?, jika iya, kau bisa istirahat, atau kau ingin dokter Gerry datang dan mengobatimu di sana?"

Gerry berbicara seperti senapan mesin, yang tanpa henti mengucapkan kalimtanya pada Eden dari telepon, dan Eden yang mendengar kan itu, tidak tahan untuk tidak tertawa mendengar candaan dari temanya itu.

"Hahahah...kumohon jangan lakukan itu, aku tidak sakit atau apapun, aku hanya sedikit..., yah sedikit merasa tidak tenang"

Eden dengan jujur mengatakan alasan kenapa dia menelepon gerry malam-malam begini, awalnya, dia tidak ingin mengatakan alasanya pada Gerry, tapi karena cara Gerry, dan candaannya, dia menjadi terbawa suasana yang santai dan akhirnya mengatakan alasanya.

"Tidak tenang?, apa maksudnya kau sedang gelisah?, memangnya apa yang terjadi?"

suaranya kali ini terdengar berbeda, tidak terdengar riang atau semangat seperti sebelumya, tapi tampak dengan jelas terdapat rasa kekhawatiran dari suaranya.

Eden diam-diam tersenyum karena sikap perhatian dari temanya itu.

"tidak, tidak. tidak terjadi apapun, tidak ada hal khusus yang terjadi, tapi entah kenapa aku hanya merasa tidak tenang saja"

"Hmmmm..."

Gerry sedikit merenung dari seberang telepon, walaupun dia tidak melihatnya, Eden bisa membayangkan kalau Gerry saat ini sedang memiringkan kepalanya sambil berwajah bingung dan memanyunkan bibirnya seperti ikan, dan menaruh satu tangannya di dagunya.

"Gawat!, apa saat ini kau sedang jatuh cinta!?, oh tidak, jika begini Eden akan mulai meninggalkanku!?!, kumo-"

"sudahlah, aku tidak sedang jatuh cinta, dan tidak mungkin aku mengalaminya!"

Eden dengan suara tegas menghentikan khayalan aneh dari Gerry, suaranya terdengar sedikit marah.

dia bukan marah karena leluconnya yang menganggapnya sedang jatuh cinta, tapi pada kalimatnya yang mengatakan kalau dia akan meninggalkanya.

"Apa yang kau pikirkan?, tidak mungkin aku jatuh cinta kan!?, dan juga pemikiranmu itu sedikit membuatku marah"

walaupun Gerry tidak berkata apapun, Eden bisa tau dari beberapa suara yang di timbulkan nya dari seberang telepon kalau dia saat ini sedang kelabakan karena jawaban Eden yang sedang marah.

Eden merasa ingin sedikit tertawa saat mendengar tingkah Gerry yang seperti ini hanya karena mendengarnya sedikit marah, tapi dia menahanya untuk membuatnya sedikit pelajaran agar Gerry tidak lagi berpikir seperti itu.

"Ma-maaf, kumohon maafkan aku Eden!!, aku janji tidak akan mengatakan atau berpikir hal seperti itu lagi, jadi kumohon maafkan aku kali ini saja!!"

"apa kau berjanji?!"

"Ya!, aku berjanji!"

setelah nya, mereka tertawa bersama dalam telepon itu, dan keduanya pun melanjutkan telepon mereka dengan obrolan santai antara dua orang sahabat yang hangat.

lalu setelah beberapa percakapan santai, Eden mulai membicarakan hal yang dia juga ingin katakan pada Gerry sejak tadi.

"Hey...gerry, apa menurutmu...kita benar-benar harus pergi besok?"

"Hm?, apa maksudmu?"

yang Eden maksud sebenarnya bukan hanya pergi ke sekolah seperti biasa, tapi ke hal lain. seharunya Gerry sudah tau apa maksud Eden, tapi entah kenapa dia pura-pura bingung dan berusaha mengalihkan topiknya...

mungkin dia tau, kalau ini bukanlah topik yang menyenangkan untuk di bahas.

"maksudku tentang pergi kunjungan wisata besok"

"hoohhh"

Gerry pura-pura merasa tersadar dari kalimatnya, tapi Eden tau kalai Gerry sedang berpura-pura.

"tentu saja kita akan berangkat kan?, lagi pula ini adalah kesempatan sekali selama kita SMA, jadi kita tidak boleh melewatkanya!"

seperti biasa, Gerry selalu optimis seperti biasanya. begitu pikir Eden dalam hantinya, alasan sebenarnya Eden ingin membicarakan hal ini pada Gerry adalah, karena dia tau kalau pergi ke kunjungan wisata tidak akan baik untuk mereka berdua.

dia tau kalau nantinya mereka akan di jadikan seperti pembantu selama kunjungan wisata, jadi dengan membicarakan hal ini pada Gerry, dia berharap agar bisa mengajak gerry untuk tidak berangkat, dan hanya diam dirumah, dengan begitu, mereka akan sementara akan terbebas dari bullyan.

tapi sebelum Eden bisa mengutarakan pikirannya, Gerry sudah menyela dengan semua pikiran positifnya, dan membuat Eden tidak bisa terus membicarakan hal ini.

"Yah, kurasa kau benar, kalau begitu kita akan berangkat bersama besok, dan...ah sudahlah, kurasa kita sudah terlalu lama saling menelepon, jadi kurasa kita harus berhenti di sini"

"ya, kurasa kau benar, saat bicara denganmu entah kenapa waktu jadi berlalu dengan cepat"

keduanya sekali lagi tertawa bersama, tawa mereka benar-benar lepas, seperti telah menjatuhkan beban dari tubuh mereka dari keseharian mereka yang seperti neraka.

lalu sejenak semuanya menjadi hening, mereka berhenti tertawa, baik Gerry maupun Eden tidak ada yang berbicara.

dan detik selanjutnya, mereka tenggelam dalam suasana hening di antara mereka berdua, merenungkan semua yang terjadi hari ini, tidak, tapi mereka merenungka apa yang terjadi selama ini.

apa yang mereka alami saat masuk SMA, apa yang mereka rasakan bersama, apa yang selalu mereka alami.

mereka seperti mengingat semua kenangan buruk itu, dan lalu dari dalam diri mereka merasakan sakit dari dasar hati mereka, rasanya seperti mereka akan menangis bersama, tapi..

mereka tidak melakukan hal itu.

karena dalam semua pengalaman pahit yang seperti neraka itu, terdapat kenangan manis bersama teman mereka yang selalu ada di setiap mereka menderita, yang selalu ada saat mereka membutuhkan, dan selalu ada saat mereka merasa dunia telah melupakannya, dan selalu memberinya dukungan untuk melanjutkan hidup yang seperti neraka ini.

lalu, dalam suasana itu, Eden mulai berbicara memecah kesunyian.

"Gerry..."

"Ya....?"

Eden sejenak berhenti.

"Terima kasih sudah menjadi temanku"

"..."

Gerry tidak menjawab, atau lebih tepatnya, dia tidak bisa menjawabnya. dia tidak tau apa yang harus dia katakan.

dari seberang telepon, Eden bisa mendengar suara Gerry yang sesenggukan seperti menahan tangis, dan tanpa sadar dia juga meneteskan air mata.

"Apa kau menangis?"

"Haah?, apa maksudmu?, a-aku tidak mungkin menangis!"

walaupun Gerry menyangkalnya, bahkan seorang idiot pun akan tau dari suaranya yang gemetar dan suara sesenggukanya itu.

Eden tersenyum lembut, lalu dia kembali berbicara.

"Baiklah, aku tau kau tidak akan menangis, kalau begitu, ini sudah malam, kita akan kesiangan besok, jadi selamat malam"

"Y-yah..."

saat Eden akan menutup teleponya, Gerry menghentikanya dari seberang telepon, dan lalu, dia mengucapkan kalimat yang dia tahan.

"Kau juga Eden!, terimakasih karena telah menjadi temanku!"

Eden sedikit terkejut saat mendengar jawaban Gerry yang tiba-tiba, lalu...dia tidak tahan lagi, dia tidak sanggup lagi menahan air mata yang sudah di tahan dari tadi.

dengan deras, air mata meluncur dari matanya membasahi pipi di wajahnya, dia terisak dan sesenggukan menangis sambil terus menelepon gerry.

"Haahh...tadi kau mengataiku menangis, tapi sekarang kau sendiri yang menangis"

"hahahah.....siapa yang menangis, aku tidak menangis, itu hanya perasaanmu saja!"

"ya, ya..."

lalu setelahnya, keduanya larut dalam suasana yang tenang malam itu.

***