webnovel

THE ORDER OF TWO RED EYES

Romance + Criminal (25+) : : : Mereka berdua sangat berbahaya untuk orang lain. Tapi, tidak untuk keduanya ketika saling bertemu. Memiliki kekuasaan luas, sangat dipuja, dan… mereka adalah pasangan psikopat yang sebenarnya. Tapi, tak ada yang menyadarinya. “Mungkin tau memang belum merasakan seutuhnya apa yang selama ini kuberikan kepadamu. Tapi … suatu saat nanti, ketika hal yang tidalkperah kita harapkan terjadi tiba-tiba, di saat itulah kau akan memikirkanku. Memikirkan semua yang pernah kuberikan kepadamu dan … tau akan memahami benar bagaimana diriku pernah sangat berkorban besar untuk membuatmu selalu tidak kekurangan apa pun. Dan kau … dan di hari itu juga, kau akan langsung mencintaiku seperti yang Selma ini aku lakukan kepadamu.” —Mark Corbin— “Bukankah sudah berkali-kali aku katakan, jangan terlalu banyak berharap kepadaku? Kau bahkan tidak pernah mendengarnya sekali pun!” — Annabeth Heller — --Cerita ini sudah dibukukan. yuk teman teman silahkan order dan cek di Link di bawah ini-- Shopee : https://shopee.co.id/Stiletto-Indie-Book-The-Order-of-Two-Red-Eyes-Nia-Diniyah-Novel-Romansa-Criminal-Dewasa-i.22869177.21234547532 Tokopedia: https://www.tokopedia.com/penerbitstiletto/sib-the-order-of-two-red-eyes-nia-diniyah-novel-romansa-dewasa Google Play Book: https://play.google.com/store/books/details/The_Order_of_Two_Red_Eyes?id=8GuBEAAAQBAJ&hl=en&gl=AU

Niadynn · Urbain
Pas assez d’évaluations
34 Chs

FANS VS MANAGER

-This World by Selah Sue-

Siang hari.

Bandung, Indonesia.

Annabeth tampak sangat cantik ketika berada di panggung hiburan saat menyanyikan satu lagu miliknya. Dengan senyuman menawan nan anggun yang selalu dia tunjukkan di depan mereka yang hadir, tentu semuanya tidak mungkin tidak merasa kagum dengan penampilannya hari ini. Apalagi, dia juga selalu menunjukkan sikap diri yang baik selama ada ratusan penggemar dan kamera yang hidup di hadapannya.

Lalu, ketika lagu yang dilantunkannya telah berakhir, dan digantikan oleh penyanyi lainnya yang ikut mendukung acara, dia langsung meninggalkan tempat dengan merautkan langsung senyum terbaiknya yang selalu bisa dia pancarkan dengan sangat mudah di depan para penggemarnya.

Ya, seperti itulah wanita itu kenyataannya. Bahkan, mereka yang hanya mengenalnya sebagai seorang public figure, tidak pernah tahu kenyataan menyeramkan di balik keanggunan seorang Annabeth.

Sambil melangkah menuju ke arah belakang panggung, bertemu juga dengan beberapa wajah-wajah terkenal lainnya di sana, Annabeth mengarahkan langsung dirinya ke sisi tempat yang lebih sedikit orangnya. Setidaknya, dia tidak terlihat seorang diri saja di sana. Tapi—

"N-Nona. Nona Annabeth."

Seseorang menyahut memanggil namanya. Annabeth pun menoleh. Yang memanggilnya ternyata adalah seorang pria. Berkumis tipis, berambut klimis, juga berpostur tubuh cukup kurus tapi tinggi. Dia tersenyum lebar ke arah Annabeth juga, dan cukup jelas juga jika raut yang disampaikannya ini terkesan malu-malu.

Seperti itukah?

Setidaknya, Annabeth masih bisa memberikan respons ramahnya sambil— memandang menetap ke arah pria itu. Bahkan, dari pandangannya saja, tidak tertebak juga apa yang dipikirkan wanita itu saat ini.

"E-eh … Eh, aku …"

"Ya, ada apa?" tanya Annabeth dengan senyumannya.

"A-ak … aku penggemar beratmu, No … Nona. Nona Annabeth." Dia gugup.

"Oh, ya?"

"Y-ya. Aku. Aku sangat mengagumimu. Ak-aku sangat mengagumimu sampai-sampai aku memiliki banyak fotomu di kamarku." Dan dia menelan cepat ludahnya ketika dirinya sudah cukup tampak bodoh di hadapan idolanya sendiri.

"Oh, senang bisa bertemu denganmu."

Saat itu juga Annabeth langsung mengulurkan satu tangannya untuk memberikan jabatan kecil kepada pria itu. Si pria merasa sangat terhormat bisa mendapatkan uluran tangan itu. Dengan gerakan cepatnya juga langsung menerima uluran itu dan menggoyangkannya dengan kekehan bahagia.

Setidaknya, Annabeth tidak henti-hentinya juga memandang lekat pria itu dalam—bahasa pikirannya saat ini. Dan jabatan tangan itu pun terlepas dengan sendirinya kemudian.

"Tadi aku melihatmu menyanyi di atas panggung. Kau memang sangat berbakat, Nona. Ak-aku sendiri saja tidak bisa berkata apa-apa lagi ketika kau menyanyikan lagumu dengan—"

"Kau menyukainya?"

"Sangat!"

"Terima kasih,"

"Ta-tapi. Tapi bukan hanya itu yang ingin aku sampaikan, Nona."

Annabeth memang masih terkesan tenang selama ada pria asing itu di hadapannya. Tapi lambat laun, yang dipikirkan wanita itu mulai terjadi.

Yang tadinya pria itu bersikap malu-malu di hadapannya, sepertinya mulai terlihat mengambil kesempatan.

Entahlah. Kesempatan apa yang sebenarnya dimaksud ini. Tapi yang jelas, sikap malu-malunya tadi mulai menghilang dalam beberapa detik saja.

Dan yang dikatakannya adalah—

"Aku menyukaimu. Eh, maksudku … aku … aku mencintaimu, Nona Annabeth."

Sepertinya, orang itu terkesan mulai mencari gara-gara saat ini. Dan sepertinya juga—dia sangat awam untuk mengenal siapa itu Annabeth yang sebenarnya.

"A-apa kau marah aku mengatakan itu kepadamu, Nona?"

Bukannya merasa dirinya ada dalam bahaya, justru Annabeth malah terlihat tertawa kecil. Bahkan, dia juga berani untuk tidak dikawal oleh siapa pun di sekitarnya. Dan yang jelas, kesempatan itu benar-benar tidak disia-siakan begitu saja oleh pria asing itu.

Mengarahkan langsung pandangannya ke kiri dan ke kanan dengan tatapan berhati hati, lalu—

"Aku juga sangat menggilaimu sejak pertama kali kau debut, Nona. Kau bahkan terlihat lebih cantik aslinya daripada di ribuan foto yang kupunya selama ini." Dan dia juga terkekeh langsung setelahnya.

Annabeth langsung melipat kedua tangannya di dada. Membiarkan pria itu berkata yang terus terdengar berlebihan dari detik ke detik juga, dan— pria itu mulai menunjukkan keagresifannya.

Dengan cepat dia mengeluarkan ponsel dari kantung celananya dan langsung mengacungkan ponsel itu ketika dia berdiri sejajar dengan Annabeth. Kedua bahu mereka pada akhirnya juga langsung bertemu. Dan dengan upaya sangat tak sopannya itu, tanpa mengucap izin apa pun sebelumnya, satu tangan nakalnya langsung dilingkarkan di pinggang Annabeth.

Lucunya, Annabeth bahkan tak terlihat melawan sedikit pun. Membiarkan saja pria itu bersikap kurang ajar kepadanya seperti itu hingga ponsel itu mulai membidik wajah mereka secara langsung. Pria itu tetap tersenyum lebar di depan kamera tanpa merasa bersalah sama sekali.

"Ini adalah hari yang sangat spesial untukku karena bisa bertemu denganmu langsung, Nona Annabeth." kekehnya.

Lalu semakin merapatkan dirinya dengan Annabeth, hingga kedua pipi mereka juga hampir saling melekat satu sama lain.

Annabeth juga ikut tersenyum di depan kameranya sambil berkata,

"Kau memang telah berada di hari yang sangat special, handsome,"

Handsome?

Mendengar dirinya dipanggil seperti itu membuat pria itu mulai ingin menunjukkan kegilaan lainnya. Namun sayangnya, hal itu belum terjadi karena harus terhenti ketika ada sapaan lain yang terdengar menyahut di antara mereka.

"Kau dengan siapa, Nona Annabeth?"

Ternyata sang manajernya, Tasya Gandes Nayaka. Berkulit sedikit gelap dengan rambut panjang hitam sepinggang dan berponi miring. Dia juga wanita yang cantik, tapi selalu tampak tak friendly kepada orang asing.

Galak? Yah … tergantung situasi. Seperti itulah dia.

"Siapa dia, Nona Annabeth? Kau mengenalnya?" tanya wanita itu sekali lagi.

Tentu saja kedatangan wanita itu membuat pria aneh nan sinting itu harus menghentikan kelakuan anehnya juga. Menatap tidak suka wanita itu kemudian dan menurunkan acungan ponselnya hingga dimasukkannya kembali ke dalam saku celananya.

"Ehm. Pengganggu." keluh kesal pria itu dengan berpura-pura berdeham.

"Hei, hei. Aku masih bisa mendengar ucapanmu, orang asing." sambar Tasya sekenanya ketika dia telah berada di antara mereka.

"Ada masalah? Apa aku mengatakan sesuatu kepadamu?"

Tasya memang cukup mudah terpancing oleh orang aneh semacam pria itu. Apalagi pria itu juga bukanlah pria pertama yang menggoda Annabeth seperti itu. Lalu, dengan memasang badan tak sukanya kepada orang tersebut, Tasya kembali berkata—

"Sebaiknya kau berhati-hatilah dengan sikapmu ini sebelum …"

"Apa kau sedang mengancamku saat ini?" Pria itu memotong ucapannya langsung, dan sepertinya juga mulai terpancing.

"Ya, jelas. Kau bisa merasakannya, bukan?"

"Cih. Kau ini sebenarnya siapa? Tiba-tiba datang dan mengatur begitu saja. Dasar tak tahu malu!" sindirnya kemudian.

"Tak tahu malu? Gosh. Apa kau sekarang sedang menyindir dirimu sendiri, orang asing?"

Annabeth hanya menonton kedua orang itu. Memandang santai keduanya juga secara bergantian, hingga—

"Nona Annabeth. Kau bahkan juga sudah tahu orang macam apa dia ini, bukan? Aku tahu. Hanya dalam sekali melihat kau sudah menyadarinya,"

Annabeth hanya berpura-pura tak mengerti tanpa argumen apa pun.

"Oh … come on! Orang ini benar-benar terlihat seperti seekor babi yang tidak bisa menahan dirinya. Lihat saja mulutnya. Dalam hitungan detik saja, mulut itu akan meneteskan air liur jika dia berlama-lama denganmu," sindir keras wanita itu sambil menunjuk-nunjuk kasar pria itu.

"Heeei! Jaga ucapanmu. Kau bilang aku seekor babi?"

"Ya, itu kau. Kau ingin bercermin? Aku membawa cermin di tasku saat ini." Dia menepuk kecil tas tentengnya kemudian.

"Wanita gila! Siapa sebenarnya kau ini? Jangan membuatku buruk di hadapan Nona Annabeth. Apa kau tidak mengerti?"

Tasya langsung menyemburkan sedikit kekehan kecilnya. Memandang rendah pria itu juga, dan langsung berdiri membelakangi Annabeth yang masih betah memandang keduanya dengan santai. Bahkan, dia juga terlihat sedikit menguap karena perdebatan yang tak penting itu.

"Aku manager-nya dan dia tanggung jawabku." jawabnya.

Langsung saja pria aneh itu membalas tawa mengejek yang diberikan Tasya tadi. Bertolak pinggang kemudian, dengan dada yang dibusungkan dan—inilah respons yang akhirnya dia berikan.

"Hanya manager?"

"Apa sekarang kau sedang mencoba meremehkanku?"

Lalu, dengan manisnya kemudian, dia menghadapkan pandangannya kepada Annabeth seperti mengabaikan wanita itu tiba-tiba. Berkata manis juga, dan—yah. Sangat terdengar manis seperti habis menelan satu ton gula.

"Nona Annabeth, wanita favoritku … aku minta maaf jika aku telah menyinggungmu. Sejujurnya aku bukan orang yang seperti ini di hari-hariku. Aku baik dan selalu penuh dengan perhatian kepada siapa saja. Tapi—aku harus seperti ini karena pendekatan kita diganggu oleh wanita aneh ini. Yah … tidak ada salahnya bukan jika aku memberikan sedikit saja pelajaran kepadanya? Apa kau marah?"

Mendengar ucapan itu, Tasya seperti ingin memuntahkan semua makanan yang telah dimakannya di hari ini. Gombalan bodoh pria itu benar-benar telah membuat dirinya ingin melemparnya dengan sesuatu yang sangat berat. Namun, justru dia menahannya karena Annabeth menyandarkan dagunya di bahu wanita itu. Tapi, hanya sesaat saja. Itulah yang dilakukannya.

"Kau tidak marah, kan, Nona Annabeth?" tanya sekali lagi pria itu.

"Shut … up!" tekan Tasya dengan gemasnya kemudian.

Annabeth hanya tersenyum saja.

"Setidaknya, kau harus tahu di mana posisimu." ucap pria itu kembali yang langsung terarah kepada Tasya. "Kau hanya seorang manajer. Bahkan, orang sepertimu ada di mana-mana."

"K-kau …!"

"Aku bekerja di sini, dan cukup mengenal banyak orang yang lebih berpotensi dalam bidangmu. Pengaruhku juga cukup dikatakan besar di tempat ini. Jadi, dengan keadaanku yang kumiliki ini, bisa saja aku membuatmu kehilangan pekerjaanmu dan—"

"Kau sudah mulai keluar dari jalurmu, orang asing. Aku sedang memperingatimu saat ini."

"Hufh … ancaman bodoh. Kau itu punya apa selain— yah … hitung-hitung harga dirimu. Itu pun jika memang masih ada."

Saat itu juga Tasya langsung ingin menyerangnya. Namun, Annabeth langsung menahannya dengan melingkarkan penuh kedua tangannya di pinggang wanita itu. Terdiam juga karena sentuhan itu dan pada akhirnya Annabeth membuka mulutnya.

"Hmm … He is my favorite. Apa boleh kau membiarkannya datang ke apartment-ku? Aku menyukainya dan—ingin bermain dengannya di sana."

Saat mengucapkannya dengan manja Annabeth melekatkan dagunya di bahu wanita itu kembali. Bahkan, pria asing itu juga bisa jelas mendengar apa yang dikatakan Annabeth tadi.

"See? Sudah jelas bukan?" sindir pria itu kemudian dengan penuh kemenangan.

Tapi, Tasya kali ini tidak tersinggung. Justru dia malah merautkan wajah tersenyum kepada pria itu dengan sunggingan miring di bibir. Sepertinya, Tasya juga tahu benar apa yang dimaksud oleh Annabeth tadi. Dan—dia justru terkesan mengalah kali ini.

"Baiklah. Kau menang. Dan aku—angkat tangan." Dan dia benar-benar mengangkat kedua tangannya ke samping.

Setidaknya, pria berambut klimis itu semakin membusungkan dadanya.

"Istimewakanlah dia, Selah Exeter." ucap kembali Annabeth kepada Tasya. "Dia adalah tamu spesialku hari ini." lanjutnya, dan langsung melepaskan kedua tangannya dari pinggang sang manajer.

"Dengan senang hati, Nona Annabeth." jawab Tasya tanpa ragu.

"Kau sudah dengar, kan, apa yang dikatakannya? Bersikap baiklah kepadaku. Dan lihatlah. Lihatlah siapa yang menjadi seekor babi saat ini."

Karena sudah tak terpancing lagi, Tasya membiarkan saja pria aneh itu menyinggungnya dengan ucapan yang seperti itu. Membalas tatapannya juga dengan tatapan senyum menerkam dan langsung pergi dari tempat dengan menggandeng lengan Annabeth untuk ikut dengannya kali ini.

Namun, sebelum dia benar-benar meninggalkan tempat, Tasya menghadap penuh pria itu. Mendongak menantang kepada pria itu juga dan berkata—

"Kelinci yang pintar tidak akan pernah membuat dirinya berada di sarang serigala. Dan kelinci yang bodoh akan dengan sangat mudah terbujuk rayuan oleh serigala yang berjubah kelinci. Entahlah. Kau mengerti atau tidak, kuharap kau jauh lebih beruntung dari yang kukatakan tadi. Itu saja yang bisa kusampaikan kepadamu."

Setelah kepergian keduanya, pria aneh itu memang terkesan terus memikirkan ucapan itu. Namun, belum sempat dia berpindah, ada dua orang pria bertubuh besar dengan pakaian formal rapi, datang kepadanya dengan raut tak terbaca. Pria itu memang cukup terkejut pada awalnya. Namun, kedua pria itu memperkenalkan sedikit diri kepadanya dan mereka terlihat melangkah bersama.