webnovel

The Brother Love

21+ Apa yang akan terjadi saat boy band paling sukses di dunia ini bubar? Bagaimana dengan puluhan ribu penggemar yang meneriakkan nama Harry. Tapi harga ketenaran datang dengan peningkatan risiko untuk keselamatan Harry. Harry telah menghindari kata B yang ditakuti selama dia bisa, tetapi setelah panggilan dekat dengan penggemar yang tengah ribut, Harry tidak bisa melakukannya lagi. Sudah waktunya untuk menyerah. Harry perlu menyewa pengawal penuh waktu. Dan ketika dia muncul, dia tidak hanya berteriak dengan keras, dia adalah kata B lain yang dia coba hindari. Melindungi orang bukanlah hal yang biasanya dilakukan perusahaan Bryan, tetapi bos tahu dia membutuhkan uang, dan Harry si bintang pop yang menawarkan jumlah yang sangat gila untuk tinggal bersamanya dan memastikan tidak ada lagi penggemar gila yang masuk ke rumahnya. Bryan melakukannya untuk uang, tidak ada yang lain. Harry mungkin pria tertampan yang pernah Bryan lihat, dan Bryan mungkin merasa kasihan dengan kehidupan selebritas yang dia jalani sejak dia masih remaja, tapi itu tidak berarti apa-apa. Hanya karena Harry membuat Bryan terpesona, bukan berarti Bryan menyukainya. Tidak. Profesionalisme. Bryan akan menjalaninya. "Bernapaslah. Terapkan semua itu..." Bagaimana kisah lengkapnya? Jangan ketinggalan setiap Bab nya.

Richard_Raff28 · LGBT+
Pas assez d’évaluations
311 Chs

TAK BISA MENGERTI

Hari yang sangat melelahkan di bengkel. Syukurlah bengkelku sangat rame pengunjung. Aku selalu memberikan yang terbaik pada pelanggan. Hari ini aku pulang dengan Rain. Dia tampak bermenung dan diam seribu bahasa. Yah, mungkin karena Angel. Aku juga tidak tahu kenapa dia tidak suka dengan Angel. Padahal pacarku itu wanita baik dan selalu berusaha untuk akrab dengan Rain.

"Rain." Seruku mengajak adikku ngobrol.

"Hmmm..." Sahut Rain.

"Kenapa lu diam saja dari tadi, lu lapar?" Tanyaku tetap fokus menyetir. Rain hanya menggelengkan kepalanya. "Beneran lu gak lapar, nasi goreng yang dibawa Angel aja gak lu makan."

"Nanti aja di rumah. Gua hanya mau makan masakan lu." Sahut Rain dengan lesu.

Kadang gua merasa kasihan melihat Rain, kadang juga kesal karena sifatnya. Kenapa harus menahan lapar kalau ada makanan yang bisa dimakan. Marah pun percuma, yang ada dia akan terus diam. Banyak hal lain juga yang harus aku kerjakan. Aku juga tidak bisa 24 jam bersama adikku.

Waktu bersama Angel, waktu bersama teman-temanku dan waktu untuk urusan lainnya. Itulah yang membuat aku kesal kepada adikku, aku tak tahu apa sebenarnya yang dia mau.

Sesampai di rumah aku langsung menuju dapur mau masak nasi goreng untuk Rain. Baru saja kami sampai di dapur, ternyata tante Hanny sedang masak. Sejak kapan dia pulang aku tak tahu. Dia menatap kami dengan penuh kemarahan. Akupun menatap balik nenek sihir itu dengan mata yang tajam. Sedangkan Rain malah cuek, dia mengeluarkan HPnya lalu bermain game.

Lama juga kami menunggu si nenek sihir selesai masak. Sudah setengah jam belum juga selesai. Sepertinya si nenek sihir berlama-lama agar kami telat makan.

HPku berbunyi, ada panggilan dari Angel. Aku langsung berjalan ke luar rumah sambil melirik Rain. Rain pun melirikku, saat dia tahu aku melihatnya dia kembali fokus ke game nya.

"Ya sayang" Seruku mengangkat telpon Angel.

"Sayang di mana? Gua kangen...!" Sahut Angel dengan manja.

"Baru saja sampai di rumah. Masa tadi kita baru bertemu sudah kangen lagi?" Tanyaku.

"Tadi kan ada Rain dan banyak pelanggan lu, gua ingin berdua saja sayang." Jawab Angel.

"Ya udah tapi tunggu ya. Gua mau masak nasi goreng dulu buat Rain." Seruku.

"Lu lebih sayang Rain ketimbang gua...." Sahut Angel sedikit merajuk.

"Lho gua sayang kok sama lu, tapi Rain kan adik gua. Ya bedalah sayangnya, jangan cemburu sama Rain dong." Seruku.

"Ya udah cepat ya, gua tunggu di tempat biasa." Sahut Angel.

Aku kembali ke dapur, ku lihat Rain masih sibuk dengan gamenya. Tapi si nenek sihir masih saja belum selesai masak hingga membuatku kesal.

"Lama sekali masaknya, cepatlah kami juga mau makan." Teriakku kesal.

"Eeeeeh, kenapa lu yang sewot, kalau lu mau makan beli aja keluar, lu kan banyak duit." Ejek Tante Henny membuatku tambah kesal.

"Jangan bertele-tele, gua mau masak. Kalau dalam 2 menit belum juga selesai...."

"Mau apa? Mau apa lu?" Sela tante Henny.

Aku langsung berdiri menghampiri tante Henny yang terus mengoceh. Ku angkat semua yang dimasak tante Henny lalu kubuang ke tempat cuci piring hingga membuatnya marah-marah dan memukulku. Tidak sampai disitu, aku segera menuju kamar nenek sihir tersebut mengambil semua pakaian yang ada di dalam lemarinya lalu ku lempar ke luar rumah.

"Apa yang kau lakukan bajingan, bangsat, anjing, babi.....!" Teriak Tante Henny marah sambil menarik-narik pakaiannya.

"Sekarang kau keluar dari rumah ini. Gak ada gunanya kau di rumah ini." Seruku marah sambil menunjuk-nunjuk wajah tante Henny.

"Dasar anak tak tau diuntung, ini rumahku kenapa kau mengusirku?"

"Ini rumahku, jangan sembarangan ngomong kau. Apa kau masih ingat waktu pengacara orang tuaku membacakan surat wasiat? Jangan pura-pura lupa, kau hanya numpang di sini." Teriakku meninggalkan tante Henny dan mengunci pintu rumah.

"Buka pintunya, aku minta maaf.... Radit...., Heiiii, Bukaaaaa!" Teriak tante Henny menggedor-gedor pintu.

Kemarahanku memuncak jika nenek sihir itu mulai mencari gara-gara. Sudah numpang di rumah kami, malah dia sok berkuasa. Dia kira kami ini masih anak kecil yang masih menurutin semua keinginannya.

Jantungku terasa sesak dan berdetak kencang. Aku tak bisa berfikir jernih, kepalaku sakit mendengar ocehan nenek sihir itu menggedor-gedor pintu rumah. Tiba-tiba bahuku di pijit oleh Rain dari belakang.

"Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Nenek sihir itu kan sudah lu usir." Seru Rain Memijit bahuku terasa enak sekali.

"Masalahnya dia bikin ribut, nanti tetangga datang dibilang kita anak yang tak tau berterima kasih." Sahutku menikmati pijitan Rain. Kebetulan badanku terasa capek sekali.

"Ya....., tetangga kan tidak tahu bagaimana kejadian sebenarnya. Dia hanya bisa menghambur-hamburkan uang kita."

"Ya sudah, gua mau masak dulu." Seruku berdiri lalu menuju dapur. Tapi Rain malah memelukku dari belakang dan bergelantungan di punggungku. "Heiii, turun. Gua gak mau main-main."

Tiba-tiba Rain mencium pipiku lalu dia langsung turun dan berlari ke kamar. Aku terkejut melihat apa yang dia lakukan kepadaku. Apa pikiranku selama ini tentang dia itu benar, kalau dia gay? Aku jadi curiga dengan Rain yang belakangan ini bersikap aneh. Apa karena dia jarang bergaul dengan perempuan, bahkan dia membenci Angel.

"Ahhhh...., tidak mungkin adikku seperti itu. Mungkin itu rasa sayang yang ditunjukkan kepada kakaknya." Gumamku.

Aku segera memasak nasi goreng untuk Rain. Seharian tadi dia hanya makan bubur, apa gak sakit itu perutnya. Udah dewasa tapi kelakuan masih kayak anak-anak. Makan pun malas meskipun dia sudah lapar.

Selesai juga akhirnya masak nasi goreng. Aku melihat jam yang melekat pada pergelangan tangan kiriku. Ternyata sudah pukul 20.00, Angel pasti sudah lama menungguku. Aku bergegas naik menuju kamar membawa nasi goreng untuk Rain.

"Nih, makanlah cepat nanti lu sakit. Jangan kebiasaan telat makan, kalau lapar itu langsung makan." Tegasku seraya memberikan nasi goreng kepada Rain.

"Jangan marah-marah terus, nanti lu cepat tua." Seru Rain menyuap nasi goreng yang ku masak tadi.

"Ya sudah lu jaga rumah sebentar, gua mau keluar ada keperluan sama teman-teman gua." Seruku buru-buru sambil melihat jam.

"Sama teman apa sama Angel?" Tanya Rain dengan raut wajah yang tiba-tiba berubah.

"Ya sama teman-temanlah, ada Alex juga. Lu ingatkan si Alex?" Sahutku langsung mengganti pakaianku.

"Kalau gitu gua ikut, gua gak mau tinggal sendirian di rumah." Ketus Rain yang berhenti menyuap makanannya.

"Jangan ikut, ini urusan penting. Lu di rumah saja, kan baru sembuh." Seruku memakai celana panjang dan langsung mengenakan ikat pinggang.

Rain memperhatikanku dengan tatapan mata yang sangat tajam. Wajahnya yang tadinya tenang, sekarang berubah kesal. Aku tidak mengerti dengan adikku ini, kemana-mana harus ikut. Aku kan juga butuh privacy. Saat aku melihat ke arah Rain, dia langsung membuang muka kesal. Nasi goreng yang tadi ku buat pun tak jadi di makannya. Aku benar-benar pusing melihat tingkahnya.

"Sudahlah, wajah lu jangan seperti itu terus. Gua gak mau berantem lagi gara-gara masalah sepele. Lu udah dewasa, jangan bersikap seperti anak-anak terus. Gua juga punya privacy yang gak mungkin semua orang harus tahu termasuk lu. Jadi cobalah untuk mengerti kali ini aja." Seruku lembut dengan wajah penuh harap.

Tapi Rain tetap kesal dengan wajah cemberutnya. Berulang kali aku berbicara lembut agar dia mau mengerti. Tapi hasilnya tetap sia-sia, dia tidak mau tinggal di rumah dan harus ikut denganku. Sedangkan aku tidak mungkin mengajaknya melihatku kencan dengan Angel.

Menghabiskan waktu membujuk Ray adalah hal yang sia-sia. Emosiku semakin naik, tapi aku tetap berusaha untuk menahannya, hingga akhirnya aku pergi meninggalkan Rain.