Novel ini hanya ada di aplikasi WebNovel kalau ada di aplikasi lain berarti dibajak
Saya kasih catatan karena udah banyaknya kasus novel dibajak, dan saya kena, ga dapet royalti
Jadi bagi pembaca belum tahu apa itu aplikasi WebNovel, kalian bisa download aplikasi bertuliskan WebNovel di playstore
Di WebNovel koinnya lebih murah dan ada voucher baca gratis sampai 3 loh
Terima kasih,
Nona_ge
***
"Hm ...." Faye terbangun dari tidurnya begitu hidungnya mencium aroma kopi hangat yang memberikan reaksi perutnya berbunyi ingin dipenuhi kopi dan beberapa makanan ringan.
"Selamat pagi, sayang~"
Suara berat lelaki menyadarkan Faye seketika, langsung terduduk dari tidur begitu cepat gerakannya sehingga selimut yang menutupi tubuh atasnya terjatuh lemas ke bawah pinggangnya. Ia terkesikap menyadari diri tidak memakai atasan memperlihatkan buah dadanya yang putih bersih ternoda satu noda merah bulat yang dikiranya dari gigitan nyamuk meskipun kemerahan itu terlalu besar buat bekas nyamuk, otaknya tidak banyak memikirkan dari mana asalnya memilih menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya.
Terdengar tawa kecil dari suara berat itu lagi.
Mata Faye mencari arah suara berat itu, seorang pria muda berambut cokelat dengan mata berwarna sama tengah duduk bersandar di kursi samping jendela, tubuhnya hanya berbalut jubah mandi putih menampilkan sedikit dada bidang yang terkena cahaya matahari pagi, "Apa yang terjadi?" tanyanya kebingungan.
Kenapa Faye ada di sini? Dengan lelaki seksi dan tampan sedang santainya menikmati satu cangkir kopi?
"Kau tidak ingat?" tanya pria itu berjalan mendekati Faye, "haruskah aku ingatkan mu, hm~ sayang~?" lanjutnya dengan nada yang menggoda di telinga Faye.
"Huh ...?" Faye bergumam kebingungan, di saat itu juga tangan pria asing itu menyentuh bibirnya yang bersih dari lipstik merah yang dipakainya.
"Aku ini Sugar Baby yang kau sewa," kata pria itu memainkan lembut bibir Faye penuh sensual, tersirat rasa keinginan mencicipi lagi, "ingat?" tanyanya lagi dengan sedikit harapan.
Di tengah sentuhan jari pria itu di bibir Faye yang mengejutkannya tidak mengganggu. Ia mencoba mengingat.
Blank.
Faye seharusnya ingat, 'kan? Apalagi pria ini tampan.
"Denis," Denis akhirnya memperkenalkan dirinya setelah Faye terdiam cukup lama.
"Denis ...," Faye mencoba mengingat nama itu, "Denis ...."
***
Flash back
***
Faye meneguk minumannya, memainkan jari tangan di gelas gugup akan pengalaman pertama menyewa Sugar Baby dikarenakan kalah bermain dart bersama Mia.
Mata Faye berputar, mengingat kekalahannya yang menurutnya tidak adil karena bukan ahli seperti Mia, tapi Mia cuma nyengir kuda memamerkan kemenangan padanya.
Setelah itu Faye dan Mia mencari daftar Sugar Baby lewat aplikasi di ponsel Mia.
Faye sendiri heran kenapa Mia punya aplikasi seperti itu bahkan baru tahu ada aplikasinya, yang ternyata Mia pernah menyewa beberapa kali di sana.
Sugar Baby memiliki banyak kriteria bahkan umur mereka juga ditulis di sana.
Faye merasakan kursi di seberangnya berdecit pelan, seorang pria muda berkemeja hitam dengan celana jeans biru tua duduk di sana.
"Hay, selamat malam." Dengan penuh percaya diri pria itu menyapa.
Faye menaikan sebelah alisnya, instingnya mengatakan untuk berhati-hati dengan orang asing, "Siapa kau?"
Pria itu mengenakan masker serta kacamata hitam, bagaimana bisa Faye mengenali? Bila hanya dari suara begitu sulit karena teredam oleh masker hitam yang dipakai pria itu.
'Kalau dia seorang penguntit akan kuberi pelajaran.'
"Oh, maaf," Nampaknya pria itu menyadari masih menggunakan masker, jadi dibukanya perlahan, "perkenalkan aku Denis."
Faye menyambut uluran tangan Denis setelah masker tersebut berbuka memperlihatkan wajah yang dipilihnya sebagai sugar Baby di website tadi. Di luar dugaan Denis jauh lebih tampan dari pada foto profilnya, "Faye Grace."
"Faye Grace, hm, hm ...."
Entah kenapa ketika Denis menyebut nama Faye terdengar seperti sebuah desahan. Apakah seorang Sugar Baby memang seperti ini?
Faye buang pikiran aneh tersebut dengan bertanya, "Jadi apa kelebihan mu, 'Aku lelaki idaman dari segala idaman'?" katanya sedikit menekan kata terakhir.
Denis tertawa, "Tante Faye—"
"Tidak!" Faye memotong cepat, "jangan panggil aku Tante, aku ini tiga tahun lebih tua darimu dan aku masih lajang," Apakah di mata Denis wajahnya terlihat tua sampai dipanggil Tante? Ini sebuah penghinaan.
Denis berpikir sesaat, "Faye ...?" Ia bergumam yang lagi-lagi terdengar seperti desahan yang menggoda. Ada apa dengan Faye? "Sayang~?" Ia mengedipkan matanya jahil.
"Panggil aku Fay," Faye menepuk keningnya, "apakah kau selalu bersikap seperti ini?"
Denis tampak terkejut seakan apa yang dikatakan Faye itu hal yang terlarang, "Aku selalu bersikap seperti ini, Sugar Mama-ku sebelumnya suka jadi kupikir kau juga, Fay."
"Tetapi aku tidak, jadilah dirimu sendiri, Denis," kata Faye tenang.
Denis tampak ragu seperti berkelahi sesuatu di pikirannya.
Faye menyewa Sugar Baby bukan untuk bermain-main apalagi melakukan kontak fisik hanya mau memenuhi taruhan saja.
Bukan, bukan karena Denis tidak menarik hanya sial saja Faye memilih secara acak di website Sugar Baby dari keterangan Denis yang menarik perhatiannya: Aku lelaki idaman dari segala idaman—? Kekanakan sekali di umur Denis yang menginjak 21 tahun, dari keterangan di website tentu saja, atau mungkin aslinya lebih muda lagi?
"Umurmu berapa Denis?" tanya Faye penasaran.
"Dua puluh satu tahun," jawab Denis kalem.
Mungkin Denis memang jujur menulis profil Sugar Baby karena Faye tidak melihat adanya gerakan mencurigakan maupun mata Denis yang lurus memandangnya.
"Apakah kita hanya akan di sini saja? Minum dan mengobrol?" tanya Denis sambil menguap menunjukan betapa membosankan bersama Faye di kafe.
Figures, Sugar Baby seperti Denis jelas lebih tertarik dengan jalan-jalan yang menghabiskan banyak uang Sugar Mama-nya.
"Kenapa memangnya?" Faye bertanya balik, memancing perasaan Denis keluar ingin tahu alasan mengapa mau menerima tawarannya selain uang tentunya.
"Bersenang-senang," Denis menjawab dengan tenang.
Faye tak begitu puas dengan jawaban tersebut, bersenang-senang bukan jawaban yang tepat, ada banyak definisi dari kata bersenang-senang, "Kau mau belanja?"
"Oh."
Faye menyeringai kecil, pada akhirnya tujuan Denis memang hanyalah uang. Ia juga tidak masalah, ingin cepat-cepat menyelesaikan ini, "Ayo."
Denis menghabiskan minumannya agar tidak tersia-siakan sebelum mengikuti Faye keluar.
***
Flashback Selesai
***
"Jadi?" Denis bertanya penuh harapan.
"Iya, aku ingat sekarang," kata Faye menyingkirkan tangan Denis yang masih berada di bibirnya perlahan bangkit dari kasur, "kenapa kau masih di sini? Apakah aku belum membayarmu?" tanyanya, ingatannya masih samar-samar jadi ada kemungkinan lupa belum memberikan uang.
"Kau sudah," kata Denis, "tapi ... mungkin aku bisa mendapat lagi hari ini," Ia melangkah maju yang membuat tubuh Faye terduduk ke ranjang.
Jantung Faye berdebar lebih cepat ketika Denis mendekatkan wajahnya padanya, tapi berubah kebingungan saat Denis langsung menjauh, duduk di kursi dekat jendela tadi, padahal dipikirannya Denis bakal merayunya lagi seperti semalam ....
***
Flashback
***
Faye tidak mengerti kenapa harus memesan kamar hotel, niat hanya membuntuti pacar teman Denis yang selingkuh dengan om-om, yang dikiranya teman pacar Denis ini Sugar Baby juga malah ikutan di kamar. Otaknya berpikir negatif bahwa Denis sebetulnya mau berduaan dengannya.
Lihat saja, Denis sampai memesan sampanye ke kamar agar Faye tidak bosan, tidak bosan, iya ampun, alasan norak macam apa itu?
Faye sudah dewasa tentu bisa membedakan mana yang modus mana yang tidak.
Meskipun Denis sejak tadi sama sekali tidak melihat Faye, sibuk mencoba mendengar apa yang diucapkan oleh pacar temannya yang berada di kamar sebelah.
Faye meletakkan gelas kosong yang baru diminumnya di meja, berjalan menghampiri, "Kau sekolah tidak? Tembok ini tebal, mana bisa mendengar obrolan mereka."
"Aku pengangguran, baru lulus kuliah," sahut Denis sama sekali tidak tersinggung akan ucapan Faye.
"Kau sudah melamar di mana?" tanya Faye penasaran.
Wajah Denis seketika berubah drastis menyatukan alis hitam tebalnya kesal membuat Faye bingung akan pertanyaan biasa mengenai pekerjaan yang diinginkan Denis bukan kehidupan pribadi, atau cita-cita merupakan kehidupan pribadi bagi Denis?
"Dari pada membicarakan hal yang tidak penting," Denis mendekati dan memeluk Faye erat, "lebih baik kita melakukan hal yang seharusnya sudah kita lakukan seja tadi," Ia berkata dengan nada se-menggoda mungkin, matanya memancarkan sebuah gelora yang Faye tahu apa itu.
Mata Faye melebar, sudah diduganya Denis merencanakan ini, "Kita ke sini membuntuti temanmu bukan bersenang-senang!"
"Dan menyiakan uang kamar? Aku diajarkan untuk tidak menyiakan apa pun," kata Denis menggoda sambil membelai lembut pipi putih yang berhiaskan blush on pink memberikan kesan imut di matanya,"Faye santai saja. Aku yang bekerja, kau akan menyukainya."
Bukan itu yang Faye maksud!
Denis memegang pipi Faye supaya tidak bisa mengalihkan pandangan dari mata cokelat hangat yang begitu menenangkan seakan ia ini wanita yang paling berharga, "Aku ...."
Denis meletakan jarinya telunjuknya di bibir berlapis lipstik merah mawar Faye, "Sssttt ..., jangan menurunkan momen ini," katanya pelan, "Faye ... percayalah padaku ...," Ia berkata dengan wajah yang serius sekali seolah ini pertaruhan antara menang atau kalah di sebuah perang.
Mungkin karena pengaruh alkohol, dan rasa kesepian Faye sudah lama tak memiliki pacar, ketika Denis mendaratkan kecupan singkat di bibirnya yang tidak ada perlawanan, berhenti sejenak untuk melihat reaksinya, karena tak marah atau semacamnya, Denis mendaratkan lagi yang kali ini ciuman dalam dan intens membuat tubuhnya mulai panas karenanya.
Tanpa sadar Faye mendesah ketika Denis mengakhiri ciuman panas mereka, tapi tanpa perlu waktu yang lama, Denis memberi ciuman panas lagi dan juga membaringkan tubuhnya perlahan ke ranjang.
Memulai sesuatu yang tidak Faye rencanakan awalnya.
Tangan Denis yang cekatan menanggalkan pakaian Faye satu per satu, menyisakan hanya menggunakan celana dalam saja, yang kemudian saling beradu pandang menunjukan gelora panas di mata mereka.
Denis mencium lagi lebih agresif dari sebelumnya, menggigiti bibir Faye agar mau membuka mulut membawa mereka lebih dalam lagi gelombang kenikmatan.
***
Flashback Selesai
***
Faye terbatuk tidak percaya telah menyerahkan diri karena kesepian.
Denis pasti mengira Faye wanita gampangan, terlihat dari betapa santainya minum kopi sambil memandang keluar lalu memandang Faye dengan sedikit rona merah atau efek sinar matahari di pipinya.
Emosi serta malu membakar hati Faye, "Kau sedang apa?" tanyanya ketus.
Denis meletakkan cangkir kopinya, sambil bertopang dagu berkata santai, "Aku hanya memandangi dua keindahan dari sini."
Faye memutar bola matanya, pemandangan hotel di sini memang bagus, jendela langsung memberikan pandangan sungai hudson, "Kelihatan enak sepertinya," katanya ikutan melirik keluar, sungainya benar bersih berwarna biru tua, mentari pagi memberikan kilauan emas di sana menjadi lebih indah di pandang, "dua keindahan."
"Uh-oh, tentu saja jika kau tidur lagi," kata Denis tenang.
"Maksudmu?" Faye tidak mengerti jalan pikir Denis.
"Aku memandang dua keindahan, matahari pagi dan kau, Faye~" kata Denis menggoda.
Faye terkesiap seketika degup jantungnya berdebar cepat.
Mulai lagi Denis dengan ucapan yang menggoda, kenapa juga ia mudah tersanjung akan kata-kata Denis? Padahal sudah sering dipuji lelaki, kenapa hanya kata Denis yang berpengaruh?
Ada yang salah dengan Faye.
Drrt! Drrt! Drrt!
"Oh." Ponsel lipat Faye yang tergeletak meja tidur berbunyi, tanpa memperdulikan diri yang masih telanjang dilihat mata Denis yang lapar akan dirinya segera mengambil baju secara asal dan memakainya, baru diambil ponselnya melihat layarnya tertulis video call dari Claudia, mamanya.