2 Salah Paham ⭐

Novel ini hanya ada di aplikasi WebNovel kalau ada di aplikasi lain berarti dibajak

Saya kasih catatan karena udah banyaknya kasus novel dibajak, dan saya kena, ga dapet royalti

Jadi bagi pembaca belum tahu apa itu aplikasi WebNovel, kalian bisa download aplikasi bertuliskan WebNovel di playstore

Di WebNovel koinnya lebih murah dan ada voucher baca gratis sampai 3 loh

Terima kasih,

Nona_ge

***

Faye baru mau menekan tombol terima tiba-tiba merasakan udara hangat di bahunya yang ternyata dari Denis yang mengintip ingin tahu, "Menjauhlah Denis."

"Aw ... kau melukai hatiku yang rapuh ini, sayang," kata Denis sedih sambil meletakkan tangan di dadanya.

Faye memutar bola matanya, mungkin habis menerima telepon, ia akan memberi masukan bahwa Denis bagus masuki dunia seni peran. Ia berjalan menjauh dari Denis setelahnya baru mengangkat video call itu, "Pagi, Ma."

[Pagi, kenapa lama sekali mengangkatnya?] tanya Claudia.

Faye terbatuk, "Aku baru bangun tidur Ma, maklum habis minum dengan Mia," jelasnya memilih bermain aman daripada jujur bakal bikin panik mamanya mengetahui dirinya bersama lelaki di kamar.

[Kau harus kurangi minum, Fay,] Claudia menasihati, [tidak bagus buat kesehatanmu.]

"Iya, Ma," kata Faye yang memiliki kebiasaan buruk suka minum alkohol kerja untuk melepas lelah meskipun terkadang main boling, "Jadi ada apa video call-an?"

Memang jarang sekali Claudia melakukan video call lebih sering telepon biasa, Faye menebak bila ini menyangkut pekerjaan.

[Oh, Mama hanya ingin melihat wajah anak kesayangan Mama, apakah salah?] kata Claudia sedikit bergurau, [sejujurnya sih Mama ingin tahu bagaimana kesiapan restoran barumu, Fay.]

"Sudah semua dong Ma! Anak Mama kan luar biasa," sahut Faye menepuk dada penuh rasa bangga.

[Oh, apakah benar yang Mama lihat!?] seru Claudia semangat.

"Lihat apa Ma?" tanya Faye kebingungan, tidak tahu apa yang Claudia lihat karena hanya lewat ponsel.

[Kau memakai cincin!? Kau dilamar?]

Pertanyaan Claudia sontak membuat Faye terkejut bukan main, segera mengecek jari tangannya dan terkejut lagi ada sebuah cincin perak melingkar di jari manisnya, "Bukan Ma—"

[Ah! Apakah dia yang melamarmu!?] Claudia menyela ucapan Faye.

Faye menoleh cepat dan menemukan Denis melambaikan tangan ke Claudia di belakangnya dengan senyum polos yang ingin dimusnahkannya sekarang juga.

"Ma, apa pun yang Mama pikirkan tidak—" Tetapi sebelum Faye bisa berkata lagi, Claudia sudah menyela lagi.

[Sudah dulu, iya Fay. Ada klien Mama yang menelepon, kita bicarakan ini nanti lagi,] kata Claudia dan tanpa menunggu Faye menjawab atau sekedar meluruskan salah paham sudah dimatikan sambungan telepon mereka.

Faye menepuk keningnya. Habislah dirinya, selama ini Claudia suka menjodohkannya dengan salah satu anak klien atau teman mamanya.

Claudia bilang ingin melihat Faye menikah karena teman seangkatannya mulai banyak yang menikah bahkan pernah mengeluh selalu mendapatkan undangan menikah bukan menyebar undangan nikahannya.

Bagi Faye umur segini masihlah muda, belum berpikir menikah, masih ingin bersenang-senang dan memperluas cabang restoran yang ditekuninya selama empat tahun.

Claudia tentu mengerti situasi Faye hanya memang terkadang suka mengeluh jika menggendong bayi atau menerima undangan nikah.

"Tuh lihat, si Rani, dia baru 18 tahun tapi mau menikah. Kau harus mulai mencari juga, Fay." Begitulah nasihat Claudia.

Faye menanggapinya santai toh jodoh sudah diatur takkan tertukar hanya kebetulan temannya jodohnya lebih cepat darinya, itu saja.

Faye yakin Tuhan sudah menyiapkan jodoh untuknya hanya memang mereka saja belum bertemu dan jatuh cinta.

"Mama-mu orangnya bersemangat sekali," komentar Denis menyadarkan Faye dan kini amarah mulai memenuhi tubuh wanita itu.

Faye tidak percaya Denis dengan berani mengintip di bahunya lagi hingga membuat kesalahpahaman ini.

"Kau mau apa sih Denis!?" seru Faye tak bisa menahan emosinya.

"Whoa ...," Denis mundur selangkah, sedikit takut akan emosi Faye yang tiba-tiba, "aku hanya menyapa Mama-mu tidak lebih, Faye," belanya, "aku tak mengerti kenapa Mamamu langsung mengira kau bertunangan."

Faye memamerkan cincin perak yang melingkar di jari manis kirinya tepat di wajah Denis, "Sudah mengerti?"

"Oh!" Denis terkesikap akan cincin emas putih bulat melingkar di jari Faye, "kau pasti bertanya-tanya kenapa bisa memakai cincin itu?" tanyanya gugup.

Faye mengangguk jelas butuh jawaban kenapa bisa sebuah cincin melingkar di jari manisnya.

Apakah karena semalam juga?

"Kau sendiri yang meminta cincinku, Fay. Ingat?" kata Denis.

Mata Faye melebar, "Aku!?" serunya menunjuk diri sendiri dengan polosnya.

Denis mengangguk kecil, "Sewaktu kita main boling ...," Ia memberikan petunjuk.

Faye mencoba berpikir mengingat kejadian tersebut, "Bermain boling ... boling ...."

***

Flashback

***

Denis mengambil bola lalu mulai melempar lagi, lalu tertawa kikuk lemparannya hanya berhasil menjatuhkan beberapa saja.

Faye tertawa penuh kemenangan, "Katanya lelaki idaman dari segala idaman tapi tidak bisa bermain boling. Kau mengecewakanku Tuan Denis~" godanya lalu tertawa lagi.

Sebelum mereka bermain, Faye menawarkan diri mengajarkan caranya, tapi dengan gagah Denis menolak memilih mempermalukan diri sendiri.

Siapa yang tidak puas melihatnya?

Walaupun Faye sedikit bersimpati juga melihat Denis frustrasi tidak mendapat skor sempurna. Ia tahu Denis berusaha terlihat keren di matanya, tetapi baginya mengakui kelemahan diri sendiri justru lebih manis.

'Dasar.'

Faye menghampiri Denis yang mulai bersiap-siap melempar bola lagi. Segera tepuknya tangan Denis yang memegang bola boling, "Jangan ditekuk tanganmu, luruskan, terus pilih berat bola yang menurutmu pas buatmu."

Denis menggerakan bolanya ke atas dan ke bawah tak memiliki masalah dengan berat bola yang hampir mencapai lima kilo itu, "Ini pas, Fay~"

Faye mengerti, "Kau tidak bisa asal melempar, perhatikan dulu ke mana targetmu, terus juga ada langkahnya juga, empat langkah, tidak boleh melebihi garis karena di sana licin oleh minyak, kau bisa terjatuh, Denis."

Pipi Denis merona merah mendengarkan suara merdu Faye yang begitu dewasa sekali memberitahu caranya, "Terima kasih, Fay."

"Tentu," kata Faye tenang, "coba lagi sekarang."

Denis mengangguk, kali ini mengikuti saran Faye, melirik pin boling lalu melirik wanita itu, bergantian begitu terus tidak kunjung melempar.

Faye yang ditatap pun bertanya, "Ada apa?"

Denis berdiri tegak lalu terbatuk, "Aku tidak bisa konsentrasi jika kau berada di dekatku~" katanya menggoda, "kau mengalihkan perhatianku~"

Faye terkejut mendengarnya, seketika pipinya memanas, "Tentu," Ia kembali duduk lagi, terheran-heran dengan diri sendiri yang dengan mudahnya berbunga-bunga oleh rayuan biasa seperti itu. Dilihatnya Denis yang mundur mengambil langkah yang nyaman baru maju untuk melempar bola, "Wah ...." Ia terkesima lemparan kali ini lebih banyak pin boling yang jatuh.

Denis menghampiri Faye setelah tidak ada lagi pin boling yang terjatuh, "Ajaran Guru Faye memang mantap," pujinya dengan senyum lebar di bibirnya. Ekspresi wajah yang cocok bagi Faye.

Faye memutuskan balik menggodanya, "Ajaran tadi tidak gratis loh, kau harus membayarnya~"

Denis berpikir sesaat, "Baiklah, apa yang kau mau, Fay?" tanyanya serius.

"Hm~ hm~" Faye berpikir memperhatikan Denis dari bawah hingga ke atas, sekarang tersadar bila Denis begitu tinggi dengan dada yang tegap, diikuti ujung dagu yang panjang, diakhiri wajahnya yang rupawan, lucunya ia merasa tidak asing dengan wajahnya padahal mereka baru pertama kali bertemu.

Apakah orang tua Denis seorang pebisnis?

Mata Faye tertuju pada tangan Denis yang terlipat di dadanya, dua buah cincin perak melingkar di jari manis kiri Denis terlihat aneh sekali. Biasanya orang hanya memakai satu kenapa Denis justru dua? "Aku mau cincinmu."

Denis nampak terkejut akan permintaan Faye, "Kau mau cincinku?"

"Hm," Faye mengamati wajah Denis berubah gugup membuatnya berpikir apakah ada kisah di balik cincin tersebut ataukah Denis telah menikah? "Kau tidak mau memberikannya padaku?" tanyanya berpura-pura sedih.

Denis tampak tidak terpengaruh akan kesedihan Faye malah ekspresi wajahnya terlihat ragu-ragu.

Faye semakin yakin cincin tersebut begitu penting dan mana tega mengambil hal sepenting itu, "Lupakan Denis, kau traktir minum aku sudah cukup."

Denis mengembuskan napasnya, melepaskan satu cincin di tangannya lalu meletakkannya di telapak tangan Faye, "Ini."

"Ah ...," Faye tidak menyangka Denis benar-benar memberikan cincin itu.

"Dijaga, iya?" pinta Denis pelan.

Faye tersanjung sesaat, seharian ini Denis selalu kekanakan atau merayu, melihat pria itu serius begitu membuat jantungnya sedikit berdebar, "Iya," sahutnya serius juga.

Denis tersenyum kecil, senyum yang terlihat manis sekali di mata Faye memberikan getaran aneh di hatinya sebelum kemudian kata-kata Denis menghancurkan mood Faye.

"Jadi ... tujuan kita selanjutnya apa? Hotel, sayang~?"

Faye memutar bola matanya.

Lelaki tetaplah lelaki, huh?

***

Flashback selesai

***

Faye akhirnya ingat bahwa benar dirinya yang meminta cincin tersebut jadi merasa tidak enak karena mengumpat soal cincin Denis yang berharga itu.

"Kalau kau mau mengembalikan—"

"Tidak!" Faye memotong ucapan Denis cepat, "aku takkan mengembalikannya, aku sudah janji akan menjaganya."

Sebuah senyuman lebar muncul di bibir Denis, "Sayang, kau memang yang terbaik~" pujinya menggoda.

Faye menepuk keningnya lega Denis sudah kembali seperti Denis yang dikenalnya, sekarang tinggal meluruskan masalah soal Claudia.

Kuatkanlah Faye untuk mematahkan harapan Claudia.

avataravatar
Next chapter