webnovel

Bab 3. Tawaran gila

"Nanti malam Tuan bakalan kedatangan tamu. Mungkin waktu itu bisa Non pakai untuk kabur." Sebenarnya Mbok Sumi dalam dilema besar saat mengatakan itu. Bukan takut akan mendapat hukuman karena membantu Briana kabur, tetapi wanita itu khawatir dengan nasib Briana di luaran sana. Namun, membiarkan gadis ini tetap di rumah juga tidak akan bagus untuk mental Briana di kemudian hari.

"Tamu?" Briana mulai menyusun cara bagaimana caranya dia bisa kabur.

"Mbok nggak tahu siapa, tapi sepertinya orang penting. Nanti Mbok atur gimana caranya, Non, bisa keluar dari rumah tanpa ketahuan." Mbok Sumi adalah ART senior, sudah bekerja semenjak Briana belum lahir ke dunia. Bisa dikatakan wanita tua ini menjadi kepala ART sekarang.

Briana mengembus napas lega, digenggamnya jemari Mbok Sumi yang selama ini begitu baik padanya. "Makasih, ya, Mbok. Aku nggak tahu gimana nasib aku kalau nggak ada Mbok yang jagain aku selama ini."

"Sudah menjadi tugas, Mbok, untuk menjaga Non Brian. Dulu sebelum nyonya meninggal, nyonya selalu mewanti-wanti Mbok buat terus ngelindungi Non." Wanita itu tulus menyayangi Briana. Sudah menganggap anak majikannya ini seperti anaknya sendiri. Apalagi semenjak istri majikannya meninggal, dia merawat Briana dengan kasih sayang penuh agar Briana tumbuh tanpa kekurangan kasih sayang.

"Tapi, Non, harus janji untuk jaga diri di luaran sana."

Briana mengangguk, lalu memeluk tubuh Mbok Sumi. Berharap aksi kaburnya malam ini bisa lancar dan dia bisa bebas dari neraka buatan yang terbangun di rumahnya sendiri.

*

Briana sudah siap dengan ransel yang berisi beberapa baju. Juga uang yang diam-diam dia kumpulkan untuk urusan mendesak. Gadis itu sudah menduga waktu seperti ini akan tiba dan dia harus menyiapkan uang untuk kondisi genting.

Briana bukan tidak tahu maksud dan tujuan ibu tiri serta saudara tirinya sering menganggunya setiap hari. Apalagi jika bukan untuk membuatnya tidak betah dan meninggalkan rumah. Kali ini Briana sedang memuluskan rencana dua wanita ular itu agar mereka merasa sudah menang. Nanti, ada saatnya dia akan membalikkan keadaan. Di luaran sana, saat pikirannya sudah jernih, dia akan memikirkan cara menyingkirkan dua wanita itu dari rumahnya.

"Non."

Briana segera menyandang ranselnya saat suara Mbok Sumi terdengar. Dia pun segera keluar dan mengikuti wanita tua itu memilih jalan untuk bisa kabur sementara semua orang sedang berada di ruang tamu. Briana mengendap-endap berjalan keluar melalui pintu dapur. Ada dua ART yang sedang bekerja dan Mbok Sumi berhasil mengalihkan perhatian keduanya.

Briana mampu mengembus napas lega saat dia berhasil melalui rintangan pertama. Sekarang, dia harus bisa menyelinap keluar. Bagaimana caranya melewati dua security yang sekarang berjaga di pintu gerbang? Andai saja tembok rumahnya tidak dipasang pecahan beling pasti Briana sudah memanjat dan melompat dari sana.

Gadis yang menguncir rambut panjangnya menjadi satu ke belakang itu bersembunyi di samping mobil milik tamu papanya. Berdiam diri untuk mencari celah, tetapi sial karena beberapa orang tampak keluar dari rumah. Ada papanya dan dua orang laki-laki. Jika mobil yang ada di sampingnya ini pergi, maka dia akan langsung tertangkap. Maka saat sang pemilik mobil membuka kuncinya, Briana segera masuk ke dalam mobil tanpa pikir panjang. Yang terpenting saat ini adalah dia bisa keluar dari rumah. Untuk cara bisa keluar dari mobil ini bisa dia pikirkan nanti.

Briana sudah takut salah satu dari dua orang itu akan duduk di bangku belakang, tetapi dia mampu mengembus napas lega saat keduanya duduk di bangku depan. Keadaan mobil gelap, dan semoga keberadaannya benar-benar tidak terlihat. Misalkan terlihat dia bisa langsung keluar setelah mobil ini meninggalkan pekarangan rumahnya.

"Gadis tadi tidak bisa saya ajak kerja sama," ujar salah satu laki-laki dengan suara berat. Briana tidak bisa melihat wajah keduanya karena kini dalam posisi meringkuk di bawah jok mobil.

"Setahu saya Pak Wildan punya dua putri. Yang satu anak tiri, dan yang satu anak kandung." Yang satu ini memiliki suara sedikit lembut.

"Jadi yang tadi itu menurut kamu?" Suara berat kembali bersuara.

"Anak tiri," jawab si suara lembut tegas.

"Kamu—" Kalimat itu tertahan entah karena apa, tetapi kemudian mobil terasa melambat. Briana pikir dia sudah ketahuan, ternyata tidak. Dua laki-laki itu terdengar kembali mengobrol, tetapi mengganti topik.

*

Waktu yang Briana tunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah menahan tubuhnya yang terasa sakit di beberapa bagian, akhirnya dia mampu keluar dari tempat persembunyiaannya. Dua orang itu Briana yakini sudah keluar dari mobil karena kondisi senyap setelah pintu mobil terdengar terbuka, lalu tertutup dua kali di sisi yang berbeda. Namun, gadis itu tidak bisa menahan keterkejutannya saat seorang dari dua laki-laki itu kini duduk di bangku depan dengan mata mengarah padanya.

Laki-laki itu tampak mengangkat alis, mengisyaratkan Briana untuk menjelaskan kenapa bisa berada di mobilnya.

"Sa-saya." Briana sungguh tidak memiliki satu alasan masuk akal yang bisa dikatakannya.

"Keluar." Laki-laki dengan kemeja putih serta jas biru itu mengedikkan dagu, memerintahkan Briana untuk turun. Karena tidak ada yang bisa gadis itu lakukan selain turun dari mobil, maka Briana pun segera membuka pintu. Berharap bisa bernegosiasi agar laki-laki ini mau melepaskannya.

"Coba jelaskan kenapa kamu bisa berada di mobil saya." Laki-laki itu melipat kedua tangannya di depan dada. Matanya menatap awas wajah Briana yang tampak kebingungan mencari alasan.

"Sa-saya salah masuk mobil." Alasan konyol yang sungguh tidak masuk akal. Briana sadar dirinya sedang bertindak bodoh, tetapi apa yang bisa dilakukannya sekarang?

Terdengar dengkusan sinis, wajah datar laki-laki itu menunjukkan ekspresi dingin yang cukup mengintimidasi. Bahkan Briana yang terkenal tidak pernah takut dengan apa pun sampai menciut seperti sekarang.

Laki-laki itu menelengkan kepalanya sembari menyipitkan mata. "Salah masuk mobil?"

Briana memilih mengangguk karena tidak memiliki alasan masuk akal lainnya. "Ya, saya pikir itu tadi mobil temen saya, dan saya bermaksud untuk memberi kejutan." Briana tertawa hambar, terlihat sangat menyedihkan, dia sadar itu.

Laki-laki di depannya tampak mengangguk-anggukan kepalanya, lalu memindai penampilan Briana dari ujung kaki hingga kepala. Lalu mata itu berakhir di ransel yang gadis itu sandang. Ada senyuman aneh yang laki-laki itu tunjukkan membuat tingkat kewaspadaan Briana langsung meningkat.

"Boleh saya bantu jabarkan alasan yang sebenarnya?"

Briana tampak melebarkan matanya sembari menelan salivanya dengan susah payah.

"Kamu sedang berusaha kabur, dan kira-kira bagaimana reaksi Pak Wildan kalau tahu putrinya ada di sini sekarang?"

Briana langsung menggeleng cepat, tanpa sadar mengikis jarak mereka dan memegang lengan laki-laki itu. "Saya mohon jangan! Saya udah susah payah keluar dari rumah. Masak harus balik lagi."

"Kalau gitu saya punya satu syarat."

Briana mengangguk cepat, tidak berpikir laki-laki ini akan mengajukan syarat gila yang bahkan dalam mimpi pun tidak terpikirkan olehnya.

"Menikah dengan saya."

Satu kalimat gila yang langsung membuat mata Briana melebar saat itu juga, tangannya yang sejak tadi bertengger di lengan laki-laki itu segera terlepas dengan tatapan ngeri.