Di alun-alun Kota Medan. Maximilian hanya duduk terdiam memerhatikan orang-orang Bumiputera, China, Arab, India, dan Europa yang tengah mengarak beberapa orang China yang terlihat babak belur.
"Ada apa?" tanya Maximilian kepada salah seorang Warga sekitar.
"Orang-orang China daratan yang digerebek oleh Polisi dan KNIL dengan bantuan seorang China Medan. Dalam lokasi penggerebekan ditemukan berbagai macam senjata api dan juga narkoba. Salah satu di antara mereka merupakan agen Guoanbu," jawab orang yang ditanya oleh Maximilian.
Mendengar jawaban dari orang tersebut, Maximilian yakin bahwa lelaki berkulit sawo matang bukan sembarangan orang alias orang yang berwawasan luas. Bagi Maximilian, tidak mungkin seorang Warga bisa tahu kejadian yang mendetail seperti itu.
Lelaki itu menatap Maximilian, "Walaupun kau menutup wajahmu dengan masker. Aku tahu kau, Pangeran Maximilian."
Maximilian terkekeh, "Kau memiliki mata yang tajam, Stasi." Karena tidak tahu namanya, Maximilian menyebut orang itu dengan sebutan Stasi. "Dan tidak perlu bagimu memperkenalkan namamu."
Di depan umum dan ditonton oleh ratusan orang. Sebelas orang China itu dijejali sebuah cairan sianida. Hanya saja, satu di antara kesebelas orang China itu memberikan perlawanan. Ketika kesepuluh rekannya mati keracunan, dia melukai dirinya dengan menggigit lidahnya sendiri sehingga terjadilah sebuah ledakan yang cukup besar, dengan asapnya yang tebal. Dari tengah asap itu, berdiri sesosok titan setinggi lima belas meter. Titan itu mengamuk dan segera berlari meninggalkan alun-alun Kota Medan.
Orang-orang berlarian ketakutan akan munculnya sesosok titan yang tengah berlari. Suara langkah kakinya menimbulkan goncangan dan menyebabkan kerusakan.
Maximilian berlari secepatnya untuk mengejar titan tersebut. Dia melompat ke atas atap bangunan rumah penduduk dan berlari di atas genteng untuk mengejar titan yang kabur.
Titan itu semakin jauh dari pandangannya dan menghilang di tengah keramaian Kota Medan.
Maximilian hanya diam di atas atap sebuah bangunan sambil menatap hamparan bangunan dan gedung yang menjulang tinggi yang dia lihat.
"Hanya masalah waktu aku akan menemukannya."
.
.
Di Kantor Polisi, orang-orang tengah berkumpul di sebuah ruangan sambil melampirkan berbagai macam foto dari seorang berwajah oriental dengan matanya yang sayu serta berkepala botak.
"Ini adalah buronan kita. Namanya Dong Wuying yang merupakan seorang titan shifter dan juga seorang agen Guoanbu yang beroperasi di Medan," jelas Inspektur Khairudin kepada para Polisi. "Dia merupakan otak dari penyelundupun berbagai macam obat-batan terlarang dari China daratan ke Medan dan sekitarnya."
[Guoanbu, Dinas Intelijen Republik Rakyat China.]
"Menurut agen kita di Beijing, serta beberapa informasi yang didapatkan dari Kempeitai, bahwa Dong Wuying merupakan seorang Titan shifter dengan nomor uji coba, TitanHTib076, yang artinya seorang Titan dari etnis Han yang hidup di wilayah Tibet dengan nomor urut tujuh puluh enam," jelas salah seorang perempuan yang merupakan agen AIVD. "Dia adalah satu-satunya produk uji coba senjata titan yang berhasil hidup dari sekian ratus orang dari Provinsi Tibet yang dijadikan sebagai kelinci percobaan. Kebanyakan mereka adalah mantan kriminal." Marielle Bellamy memberikan foto seorang lelaki dengan memegang sebuah plat bernomor, TitanHTib076.
[AIVD, Dinas Intelijen Kerajaan Belanda.]
"Kita akan segera menangkapnya!" tegas Inspektur Khairudin. "Hanya masalah waktu menunggu ajalnya. Kita akan menjemputnya dan mengirimnya ke api yang abadi," sambungnya.
.
.
Dong Wuying tengah menyamar menjadi seorang tukang rongsok yang memungut barang-barang yang terbuat dari plastik atau logam yang dia temukan di jalan atau di tempat sampah. Penampilannya terlihat begitu kotor dengan pakaian dan celananya yang compang-camping serta tidak mengenakan sendal. Dia juga mengenakan sebuah topi yang terlihat kusam agar wajah orientalnya tidak diketahui oleh banyak orang.
Dong Wuying memasuki kawasan komplek Stadion Medan yang dipenuhi oleh orang-orang dan para Pedagang yang sering berkumpul setiap minggu pagi. Dia memungut satu per satu sampah minuman gelas atau botol plastik dan memasukkannya ke dalam waring. Dengan penampilannya yang kotor dan lusuh, membuatnya tidak menjadi perhatian banyak orang, khususnya pihak Kepolisian dan AIVD yang tengah memburunya.
Dong Wuying mampir ke salah satu pedagang kaki lima yang berada di komplek Stadion Medan. Pedagang tersebut menjual bubur ayam tangerang, yang dari aroma buburnya saja tercium aroma yang sangat lezat dan harum.
Dong Wuying menggerak-gerakan tangannya, yang mengisyaratkan dia memesan semangkuk bubur ayam. Dong berkomunikasi dengan pura-pura bisu dan berkomunikasi dengan bahasa isyarat agar dia tidak terlihat begitu mencurigakan, mengingat logat Tibet-nya sangatlah kental.
Sang Tukang Bubur mengangguk dan memahami apa yang diinginkan oleh si pemulung yang sedang pura-pura bisu tersebut. Lelaki tua itu memberikan semangkuk bubur ayam kepada Dong Wuying dan meneriman uang senilai lima puluh sen yang diberikan oleh Dong Wuying.
"Terima kasih," kata Tukang Bubur.
Dong Wuying melanjutkan perjalanannya mengais rejeki.
Tukang Bubur itu membuka ponselnya dan mengabari AIVD dan KNIL, tentang buronan yang tengah diburu. Beberapa orang menerima pesan masuk tentang informasi yang berkaitan dengan Dong Wuying. Mereka segera bergerak untuk segera memburu buronan. Si Tukang Bubur walaupun tidak melihat wajah salah satu pelanggannya, namun dalam lirikannya dia tahu bahwa salah satu orang yang tengah makan bubur tersebut adalah Dong Wuying yang merupakan buronan Kepolisian.
Perburuan akan dimulai dan Dong Wuying telah teledor.
Dong Wuying tengah bersantai di sebuah tempat yang sepi sambil rebahan dan menghisap sebatang rokok. Alam pikirannya berpetualang entah kemana memikirkan rencana selanjutnya yang akan dia jalankan di Medan.
Tanah yang tengah dia jadikan sebagai tempat untuk tidur bergetar. Dia segera melompat dan berubah menjadi titan ketika dari tanah muncul banyak lonjakan batu yang besar namun tidak tajam. Titan itu mendarat dan di hadapannya berdiri titan berwarna putih yang menggenggam sebilah pedang.
"Warhammer titan, Maria Catherine Victoria von Mecklenburg-Schwerin," kata titan itu menatap tajam titan berwarna putih yang ada di hadapannya.
Tanpa banyak bicara, warhammer titan itu segera menyerang Dong Wuyinng. Pedang yang dia ayunkan berhasil dihindari oleh Dong Wuying. Dua titan itu bertarung di tanah lapang di pinggiran Kota Medan.
"Aku tidak pernah menyangka akan bertemu denganmu di sini, Maria," kata Dong Wuying.
Maria menghempaskan palu-nya sehingga dari bawah tanah muncul lonjakan-lonjakan batu yang besar dan tajam. Dong Wuying memiliki gerakan yang gesit walaupun tubuhnya sama saja besar dan tinggi dengan warhammer titan yang tengah dia hadapi. Dia melompat dan menghindari setiap serangan dari titan putih yang ada di hadapan.
Di sebuah tempat yang jauh dan ditutupi oleh rindangnya pohon, Maria tengah bersiaga di dalam kokpit TSF MiG-23 Cheburashka Mecklenburg-Schwerin. Maria mengendalikan titan-nya dari jarak jauh, mengingat itu salah satu kemampuan spesialnya.
"Dia cukup gesit juga dalam menghadapi warhammer titan-ku," ungkap Maria.
TSF berwarna merah darah itu berjalan perlahan menuju ke lokasi pertarungan antar titan tersebut. TSF itu berdiri di salah satu puncak bukit dan mengarahkan senapannya ke arah titan Dong Wuying yang berkepala botak. Dari puncak bukit, peluru ditembakkan, dan menghancurkan leher titan Dong Wuying. Sementara itu warhammer titan Maria membelah tubuh titan Dong Wuying dengan pedang-nya. Titan itu segera musnah dengan jatuhnya tubuh Dong Wuying yang terlihat tidak berdaya di tanah.
Warhammer titan itu menghampirinya dan menginjaknya hingga hancur.
Pertarungan antara dua Titan telah berakhir.
Maria keluar dari dalam kokpitnya, dia melepas seragam militernya dan duduk di samping kepala TSF-nya. Matanya memandang pemandangan Kota Medan yang berada di bawahnya, di mana dari puncak bukit tersebut dia melihat banyak Kapal-kapal yang singgah di Pelabuhan Kota Medan.
.
.
"Dong Wuying telah mati," kata seorang lelaki Sikh bernama Sarwan Chokahi yang berjalan memasuki ruangan Inspektur Sikh bernama Ram Jarah.
"Siapa yang membunuhnya?" tanya Inspektur Ram Jarah yang tengah duduk sambil menonton televisi.
"Aku tidak tahu, hanya saja menurut Warga sekitar ada pertarungan antara dua titan dan salah satu titan-nya berwarna putih juga bersenjata. Dan juga ada sebuah penampakan TSF berwarna merah gelap di antara pepohonan."
Insptektur Ram Jarah mematikan televisi-nya dan beranjak pergi meninggalkan kursinya, "Kalau begini lebih baik kita tidak perlu tahu. Karena ini sudah bukan ranah kita." Dalam hatinya, sang Inspektur bergumam, "Militer Prussia."