webnovel

Swords Of Resistance: Endless War [Indonesia]

Sebuah kisah fantasi di Alam Semesta paralel tentang pertarungan politik dari para Raja dan Penguasa. Dimulai dari peperangan, intrik politik, hingga drama kehidupan. Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama tokoh, tempat, kejadian, dan sebagainya hanyalah kebetulan dan atau terinspirasi dari hal-hal tersebut.

VLADSYARIF · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
99 Chs

Bab 36, Serangan Tiga Orang Vampir

Sesibuk apapun dirimu, kau pasti butuh waktu untuk bersantai dan menjernihkan pikiranmu. Berwisata adalah salah satu cara terbaik untuk menjernihkan pikiran dan juga jiwa, apalagi jika berwisata ke tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi, salah satunya adalah Kota Coburg.

Seorang lelaki berambut lancip berwarna hitam, berbadan tinggi (seratus tujuh puluh satu centimeter), dan berpenampilan rapih dengan kemeja putih lengan panjang yang ditutupi dengan jaket berwarna abu-abu, celana panjang berwarna hitam dengan sepatu kulit berwarna hitam mengkilap berjalan dengan seorang perempuan berambut panjang lurus berwarna pirang coklat yang kepalanya ditutupi dengan topi floppy berwarna biru gelap. Perempuan itu mengenakan kacamata gelap yang menutupi mata birunya yang indah. Tubuhnya yang seksi dibalut dengan kaos lengan putih panjang, mengenakan celana jeans panjang berwarna biru, dan mengenakan sepatu sandal berwarna hitam yang melindungi kakinya.

"Maafkan aku, jika keegoisanku ini merepotkanmu. Aku hanya ingin menenangkan pikiranku, dan aku ingin menjauh dari lingkar atas." Louise Victoria menggenggam erat tangan Ludwig Gustav, "Dan sebagai sahabat dan orang yang aku cintai, aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu." Louise Victoria mencium pipi kanan kekasihnya di hadapan banyak orang.

Mereka berdua diperiksa oleh seorang Petugas Keamanan yang berjaga di pintu masuk Kastil Coburg dan kemudian memasuki Kastil peninggalan klan Saxe-Coburg-Gotha tersebut bersama dengan para wisatawan yang telah diperiksa oleh Petugas Keamanan.

"Sepertinya berat juga yah, menjadi anak pertama dari Menteri Ekonomi Prussia," kata Ludwig Gustav pada kekasihnya.

"Itulah sebabnya aku membutuhkanmu untuk berada di sisiku, sebagai sahabat, dan tempatku mencurahkan isi hatiku," balas Louise Victoria. "Aku merasa sangat nyaman denganmu dan kita ini sahabat di atas segalanya sejak masih kecil," balas Louise Victoria. Perempuan itu berhenti berjalan dan memegang erat tangan kekasihnya, "Maka dari itu, aku ingin kau menemaniku hingga akhir hayat, walaupun permintaanku ini terdengar sangat egois."

Mendengar perkataan Louise Victoria membuat hati Ludwig Gustav sangat tersentuh. Dia tidak menyangka bahwa anak dari seorang Menteri di Prussia, mencintai dirinya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

"Jika itu maumu, aku akan menemanimu hingga akhir hayat karena aku juga mencintaimu, sahabat sekaligus kekasihku." Ludwig Gustav mengecup kening kekasihnya di depan banyak orang.

Louise Victoria memeluk dengan erat tubuh kekasihnya. Ekspresi wajah remaja Perempuan tersebut terlihat sangat bahagia.

Kedua orang Prussia itu berjalan mengelilingi bagian dalam Kastil Coburg yang dipenuhi dengan beberapa peninggalan dari para Bangsawan di sama silam. Mereka berfoto berdua dengan begitu mesranya di beberapa sudut dan tempat di Kastil tersebut.

Setelah menjelajahi bagian dalam dari salah satu Kastil bersejarah tersebut, sambil berpegangan tangan, mereka berdua melangkahkan kaki mereka keluar Kastil Coburg.

"Meskipun nanti malam kita pulang, setidaknya aku merasa senang bisa berduaan denganmu, Louise," kata Ludwig Gustav.

"Yah, aku juga senang, walau mungkin jika aku pulang pasti orang tuaku akan memarahiku yang pergi tanpa memberi kabar," balas Louise Victoria dengan nada pasrah. "Ayah dan ibuku memang dikenal sebagai orang yang keras. Namun aku menyayangi mereka berdua."

"Pada umumnya, orang yang keras terlahir dan menjalani kehidupan di lingkungan yang keras," balas Gustav.

Mereka berdua kemudian menaiki sebuah bis untuk kembali ke Kota Berlin setelah mereka puas selama seharian berlibur dan bermesraan di Coburg.

"Terima kasih mau menemaniku berlibur," kata Lousie Victoria menyenderkan tubuhnya pada tubuh Ludwig Gustav yang tegap.

"Tak masalah, aku juga senang," balas Gustav.

Mereka berdua berpelukan dengan begitu erat dan terlihat sangat romantis.

Baru dua kilometer meninggalkan Kota Coburg, tiga orang Lelaki bersenjata api menodongkan pistol mereka ke arah para penumpang bis.

"Serahkan segala macam barang berharga yang kalian miliki!" ancam salah seorang lelaki bermata biru gelap, dengan telinga yang dipenuhi dengan tindik, dan berambut pirang dengan model rambut spiky hair yang menodongkan pistolnya ke arah para Wisatawan asal Prussia.

Louise Victoria menggenggam erat tangan kekasihnya dan berbisik kepada kekasihnya, "Tenanglah biar aku yang menghadapi mereka, mengingat mereka bertiga adalah vampir."

Lousie Victoria berdiri lalu mengangkat kedua tangannya. Dia berjalan perlahan menuju ke arah salah satu Vampir tersebut. "Daripada kalian menyakiti rakyatku, kenapa kalian tidak menawan anak pertama Menteri Ekonomi Prussia."

"Alexandrine Marie Louise Victoria Artemis von Imhoff. Dia adalah anak dari Fredericka Margareth Victoria Louise von Imhoff," kata salah seorang Vampir berambut mohawk.

"Kita bisa mendapatkan uang banyak dengan menawannya," balas salah satu Vampir berbadan tinggi kekar dan berkepala botak. "Dia juga memiliki tubuh yang seksi."

Louise Victoria secara tiba-tiba menghilang dan dia muncul lalu memberikan sebuah tendangan ke arah vampir berambut spiky hair tersebut sehingga vampir itu terpental jauh dan salah satu penumpang mengambil pistol tersebut.

Louise Victoria membanting vampir berkepala botak dan melempar tubuhnya ke arah vampir berambut mohawk, sehingga tubuh vampir berkepala botak itu menindih tubuh vampir berambut mohawk tersebut. Louise Victoria mengambil pistol yang dia sembunyikan di balik bajunya dan membunuh kedua Vampir tersebut dengan menembaki kepala mereka berdua.

Ludwig Gustav segera berlari ke arah vampir berambut spiky hair tersebut dan memberikan pukulan telak pada wajahnya. Gustav dan vampir bernama Sigismund itu terlibat perkelahian tangan kosong. Salah seorang penumpang melempar pistolnya ke arahnya dan dia mengambil pistol tersebut dan menembak kepala musuhnya.

"Aku terpaksa membunuhnya," kata Louise Victoria. "Dan anggap saja peluru nyasar," balas Louise Victoria dengan santainya. "Keselamatan para wisatawan Prussia lebih penting." Louise Victoria lalu berjalan ke bagian depan Bis, "Kalian semua tenanglah, kita akan kembali ke Berlin dengan selamat."

Para wisatawan terlihat tenang dan bahagia serta merasa bersyukur telah diselamatkan oleh Louise Victoria dan Ludwig Gustav.

"Aku tidak menyangka kita satu nis dengan Nona Louise Victoria," ungkap salah seorang ibu-ibu.

"Terima kasih telah menyelamatkan kami, Nona Louise Victoria," kata salah seorang ibu-ibu yang lainnya. Bis itu berhenti ketika tiba di perbatasan Prussia dan Bavaria. Dengan dibantu oleh para penumpang bis, mereka membawa mayat tiga orang vampir yang telah mereka lumpuhkan untuk diserahkan kepada para Tentara Penjaga Perbatasan Prussia.

Louise Victoria dan Ludwig Gustav menujukkan kartu identitas mereka ke arah seorang Lelaki berkumis coklat yang merupakan salah seorang Komandan Pasukan di Pos Prussia- Bavaria.

"Satu jam yang lalu kami diserang oleh tiga orang vampir dan kami melawan mereka walaupun pada akhirnya peluru nyasar yang mereka tembakan membunuh mereka sendiri," ungkap Louise Victoria memberi keterangan kepada Letnan Kolonel Franz Wilhelm.

"Apakah ada penumpang yang terluka?" tanya sang Letnan Kolonel.

"Kami bersyukur tidak ada penumpang yang terluka, hanya saja mereka ada yang syok," jawab salah seorang Tentara.

"Bawa orang-orang ke unit kesehatan, mereka butuh perawatan," perintah sang Letnan Kolonel kepada Tentaranya untuk membawa para Penduduk yang syok.

"Siap, Letnan Kolonel Franz."

Para Tentara menuntun para penumpang Bis untuk dibawa ke unit kesehatan untuk memberikan sebuah layanan kesehatan.

Louise Victoria saat ini sedang berada di sebuah ruangan dengan sang Letnan Kolonel.

"Apa yang kau lakukan di Coburg bersama dengan lelaki itu?"

"Kami hanya sedang berlibur, tidak melakukan hal-hal yang aneh."

"Sejak kapan kalian diserang oleh para vampir?"

"Sejak kami meninggalkan Kota Coburg sejauh dua kilometer."

"Apakah kau tidak menyadari kehadiran mereka?"

"Aku hanya berpikir positif saja, bahwa semua baik-baik saja, dan tidak ada kekuatan jahat."

Setelah berbincang dengan Louise Victoria, Letnan Kolonel Franz membuka laptopnya, dan mengetikkan sebuah dokumen lalu mengirim email tersebut ke Kementerian Keamanan dan Urusan Dalam Negeri.

.

.

"Pangeran Charlemagne," jeritan penuh rasa cinta dari para Prajurit perempuan menyambut kedatangan salah seorang lelaki tertampan di Prussia.

Charlemagne melambaikan tangannya untuk menjawab para Prajurit perempuan yang histeris melihat kehadirannya. Enam orang Prajurit perempuan yang bertugas di perbatasan menghampirinya seolah-olah dia adalah seorang anggota dari salah satu Boyband ternama.

"Bolehkah aku foto bareng denganmu, Pangeran Charlemagne," kata salah seorang Perempuan berambut pendek sebahu.

"Aku juga ingin foto bareng denganmu, Pangeran Charlemagne," kata salah seorang Prajurit perempuan yang lainnya.

"Aku juga," suara Prajurit perempuan saling bersahut-sahutan ingin berfoto bareng dengan Charlemagne.

"Baiklah, kita akan foto bareng," kata Charlemagne, dia lalu memberikan ponselnya ke Athena. "Foto kami yah, Athena."

"Baiklah," balas Athena.

Charlemagne berdiri di tengah dengan keenam Prajurit perempuan yang berjejer di sampingnya, tiga di samping kanan, dan tiga di samping kiri. Lelaki yang berpenampilan santai dengan sandal, celana jeans, dan pakaian lengan pendek itu berpose dengan gagahnya diapit oleh para gadis-gadis muda yang untuk saat ini bisa disebut haremnya.

Setelah berfoto bareng, para Prajurit perempuan itu minta berfoto sendiri-sendiri dengan Charlemagne. Dia menyuruh keenam perempuan itu untuk mengantri. Charlemagne melayani mereka satu per satu untuk berfoto bareng, hingga akhirnya ada sebuah kejadian yang tidak terduga, di mana seorang perempuan berambut hitam dikepang dua mencium bibirnya Charlemagne. Mereka semua begitu terkejut dengan tindakan dari Elizabeth Sasha yang tidak mereka duga, sedangkan Charlemagne lebih kaget lagi bahwa perempuan yang rambutnya dikepang dua itu akan merebut ciuman pertamanya.

"Maafkan aku," kata perempuan itu, dan Elizabeth Sasha segera kabur meninggalkan mereka.

"Char-le-mag-ne. Aku tak menyangka kau begitu menikmati ciuman itu. Kau benar-benar seorang Pangeran sejati," kata Athena yang terlihat kaget dengan hal liar di hadapannya. "Ayah, Ibu, dan Charla pasti bangga melihatmu."

Charlemagne diam mematung setelah dicium oleh Elizabeth Sasha.

"Perempuan itu telah mencuri ciuman pertamaku di hadapan orang banyak," gumam lelaki berwajah tampan tersebut. Wajah Charlemagne terlihat sangat merah, menahan rasa malu karena menjadi perhatian banyak orang.