webnovel

Swords Of Resistance: Endless War [Indonesia]

Sebuah kisah fantasi di Alam Semesta paralel tentang pertarungan politik dari para Raja dan Penguasa. Dimulai dari peperangan, intrik politik, hingga drama kehidupan. Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama tokoh, tempat, kejadian, dan sebagainya hanyalah kebetulan dan atau terinspirasi dari hal-hal tersebut.

VLADSYARIF · Fantasy
Not enough ratings
96 Chs

Bab 35, Pertempuran Di Tengah Badai

Di tengah gelapnya malam yang dingin, puluhan Tentara tengah berlari melewati jalanan yang berbatu, dan bersalju.

"Ada gua di sana," tunjuk sang Komandan. "Ayo masuk ke sana." Sekitar tiga puluh Tentara segera memasuki sebuah gua di saat badai salju semakin kencang.

"Apakah di sini kita akan aman sementara?" tanya salah seorang Tentara perempuan yang wajahnya mengekspresikan kekhawatiran.

"Tenanglah semuanya," jawab sang Komandan berwajah Mongoloid yang tegas. "Kita akan istirahat di sini untuk memulihkan kekuatan kita," sambung Letnan Yeltsin Gennadiyevich.

Baru saja mereka tiba di dalam gua, berondongan peluru menghujani mulut gua di mana mereka tengan beristirahat. Dari balik badai salju yang kencang, puluhan milisi bersenjata berjalan menuju ke arah gua tersebut.

"Sepertinya kita akan mati di sini," ucap salah seorang Tentara dengan nada putus asa dan ekspresi wajahnya yang depresi.

"Kalau tidak ingin mati, maka angkat senjata kalian. Jika peluru habis, tarik pedang kalian. Kita akan berjuang hingga titik darah penghabisan!" tegas Letnan Yeltsin. "Setelah membunuh mereka, kita akan melanjutkan perjalanan kita. Ayo berjuang untuk hidup!"

Para Tentara terlihat semangat setelah mendengarkan kalimat yang begitu membakar. Wajah-wajah penuh keyakinan dan optimis terpampang jelas. Rasa takut yang sempat menghantui, kini telah pergi. Hanya ada semangat untuk bertahan hidup di tengah badai salju.

Para Tentara Russia segera membalas serangan dari para milisi bersenjata yang mengejar mereka. Baku tembak terjadi begitu sengit. Para milisi meluncurkan sebuah rudal dengan harapan mengubur mereka di dalam gua tersebut. Namun peluncur roketnya membeku sehingga roket tersebut tidak bisa meluncur. Milisi bersenjatakan peluncur rudal itu meregang nyawanya ketika sebuah peluru mengenai rudalnya dan meledak. Sekitar tiga orang milisi tewas dan dua orang terluka akibat ledakan tersebut.

Para Tentara Russia yang lainnya tengah berjalan keluar dari mulut gua tersebut dengan dilindungi oleh beberapa rekan mereka. Salah satu di antara mereka ada yang tertembak sehingga dia terjatuh. Beruntungnya tembakan itu hanya menembus kedua kakinya. Kedua rekannya segera membopong tubuhnya ketika dia terjatuh, sementara rekna-rekan yang lainnya tengah bertahan melindungi mereka yang tengah keluar dari mulut gua.

Di kedua belah pihak para Tentara saling berjatuhan tertembus oleh timah panas.

Para Tentara Russia yang masih hidup dan tersisa tengah berlari menembus badai salju. Bisa saja mereka melawan para milisi, tetapi saat ini kemungkinannya sangat kecil karena mereka tengah diburu oleh satu batalyon Daesh.

Para milisi Daesh itu bukan sembaranga Orang, mengingat sebagian besar dari mereka di bawah pengaruh obat-obatan dopping sehingga menyebabkan mereka memiliki stamina yang di luar batas normal.

Para Tentara itu terus berlari sambil menembak para milisi Daesh yang mengejar mereka.

Berlari dan menembak di tengah badai salju, di mana darah mereka mengotori tumpukan salju yang putih, dan mayat mereka segera membeku akibat hawa yang dingin dan tumpukan salju. Para Tentara Russia menaiki sebuah bukit karang yang ada di depan mereka. Dari atas bukit batu karang tersebut mereka bertahan dan menembaki para milisi Daesh yang mengejar mereka.

Dari tiga puluh Tentara Russia yang ada, hanya tersisa empat belas Tentara yang tengah berada di atas sebuah bukit batu karang. Keempat belas Tentara tersebut bersiaga dalam posisi bertahan dengan moncong senjata yang mereka arahkan ke arah timur, tepatnya ke arah di mana para milisi Daesh mengejar mereka.

Ini adalah sebuah misi berani mati yang diperintahkan kepada Pleton pimpinan Letnan Yeltsin Gennadiyevich. Walaupun awalnya menolak, tetapi Letnan Yeltsin tidak bisa berbuat banyak, dan menerima misi berani mati ini.

Meskipun mereka telah membunuh beberapa orang top pimpinan Daesh, tetapi para milisi berbendera hitam itu tidak kunjung menyerah. Bahkan mereka mengerahkan satu batalion berkekuatan seribu dua ratus orang untuk mengejar pleton pimpinan Letnan Yeltsin.

Sekitar seribu lebih anggota Daesh berlari menuju ke bukit batu karang tersebut mengikuti rekan-rekan mereka yang terlebih dahulu.

Letnan Yeltsin menatap rekan-rekannya, meskipun dalam keadaan di tepi jurang, tetapi mereka tidak menunjukkan rasa takut sama sekali.

"Tidak ada rasa takut pada diri kami Letnan, jadi jangan khawatirkan kami," sahut salah seorang Tentara perempuan.

"Kami juga tidak takut lagi," balas rekan Lelaki-nya yang lain.

Letnan Yeltsin tersenyum mendengarkan kalimat dengan nada optimis dan penuh keberanian yang dilontarkan oleh para anggota pletonnya, "Baiklah. Mari kita berjuang hingga titik darah penghabisan."

Para milisi Daesh berlari mengejar mereka, ketika para milisi tersebut telah mencapai jarak tembak yang cukup. Letnan Yeltsin memerintahkan pletonnya untuk menembak.

"Tembak!"

Berondongan peluru menghujani para milisi Daesh yang mendekati bukit karang tersebut. Ketika mereka membalas serangan Tentara Russia tersebut, para Tentara Russia bersembunyi di balik batu karang tersebut. Banyak milisi Daesh yang berjatuhan sehingga membuat para milisi Daesh memilih mundur dari bukit batu karang tersebut.

"Mundur! Mundur!" teriak salah satu Komandan milisi tersebut.

Untuk saat ini Tentara Russia bersuka cita karena mereka telah selamat dari kematian.

"Syukurlah, mereka mundur," ungkap salah seorang Tentara penuh rasa syukur.

"Yeah!" teriak salah seorang Tentara yang lainnya.

"Bagaimana dengan magazine kalian? Apakah masih cukup? Kalau aku masih memiliki tiga magazine," tanya Letnan Yeltsin kepada rekan-rekannya.

"Aku tiga."

"Aku dua."

"Aku hanya satu."

Letnan Yeltsin memasang ekspresi wajah serius dan terdiam. "Sepertinya rata-rata dari kita memliki dua magazine. Meskipun begitu, kita masih memiliki pedang dan belati. Jadi jika kita kehabisan peluru, masih ada pedang, dan belati untuk berperang."

Lima belas menit telah berlalu, badai salju yang awalnya menerjang kawasan tersebut kini telah berakhir. Suasana terasa begitu hening dan suara lolongan serigala memecah keheningan malam sehingga membuat suasana terasa semakin menyeramkan.

Keempat belas Tentara tersebut dalam posisi bersiaga dan memperhatikan hamparan salju yang begitu tebal dari balik batu karang tersebut. Orang-orang berbendera hitam tengah berlari menembus salju yang tebal. Beberapa di antara milisi tersebut menembakkan rudal-rudal untuk menghancurkan benteng alami tersebut dan juga untuk menghancurkan mental dan moril para Tentara Russia.

"Kalian semua. Janganlah takut!" seru Letnan Yeltsin kepada rekan-rekannya yang bersembunyi di balik batu.

"Kami tidak takut, Letnan," jawab para Tentara meskipun di antara mereka ada yang terluka akibat reruntuhan dan serpihan batu karang yang terlontar.

Letnan Yeltsin tersenyum lebar mendengar kalimat penuh optimisme yang dilontarkan oleh rekan-rekannya dan diapun tertawa pelan, dan tawanya semakin mengeras diiringi dengan rekan-rekannya yang juga ikut tertawa. Tawa itu semakin pelan dan mereka memberondong para milisi musuh ketika telah memauski jarak tembak mereka.

Para milisi Daesh berdatangan layaknya gelombang yang menerjang batu karang di pantai.

Kalimat takbir dilontarkan oleh para milisi Daesh, seraya mereka menyelipkan kalimat-kalimat bernada penuh kebencian terhadap orang-orang beragama Kristen walaupun tidak semua Tentara Russia yang tengah dikejar oleh Daesh beragama Kristen.

Beberapa granat dilemparkan untuk melumpuhkan para milisi Daesh yang datang menyerbu layaknya gelombang. Ledakan dari beberapa granat yang dilempar membunuh sekitar belasan milisi Daesh dan melukai cukup banyak di antara mereka.

Dua Tentara Russia terjatuh ketika peluru menembus tubuh mereka.

Mereka sebenarnya sadar dan tahu bahwa baru saja rekan-rekan mereka meregang nyawa di tangan musuh. Namun ini adalah perang di mana hanya ada dua pilihan, yaitu membunuh atau dibunuh, bukan membuat 'story' pada akun media sosial.

Ketika peluru kedua belas Tentara pimpinan Letnan Yeltsin habis, mereka segera keluar dari balik bebatuan, menarik pedangnya, dan berlari menerjang para milisi Daesh. Dengan penuh keberanian dan tidak mengenal rasa takut, pedang mereka menebas, dan mencabut nyawa para milisi Daesh.

Pertarungan antara mereka terjadi begitu sengit, walaupun pada akhirnya seluruh anggota Pleton tersebut telah gugur. Dari seribu dua ratus milisi Al-Qaeda sekitar dua ratus delapan puluh satunya telah tewas, yang artinya rata-rata Pleton Tentara Russia membunuh sekitar tujuh Tentara Al-Qaeda.

Seorang Lelaki berjenggot tebal dan berwajah Persia dengan kulit putihnya yang mulus berjalan menghampiri jasad dari para Tentara Russia yang telah mereka bunuh dalam pertempuran barusan. Keempat puluh jasad dari Tentara Russia itu dijejer rapih dalam keadaan telanjang bulat tanpa sehelai kain yang menutupinya.

"Kalian terlalu berani untuk mati di sini dan kalian juga hebat bisa membunuh sekitar tujuh orang dari setiap Pasukanku. Kalian terlalu cepat untuk mati."

Para milisi Daesh lalu menyiram jasad-jasad tersbeut dengan bensin dan membakar mereka.

"Selamat jalan, wahai penghuni neraka. Setidaknya dengan begini kalian telah merasakan neraka di dunia sebelum neraka sebenarnya."