Sofia melihat banyak sekali barang mewah dan antik yang ada di dalam rumah itu. Tangannya tidak sadar telah menyentuhnya satu persatu. Namun, hal itu rupanya telah diketahui oleh salah satu bagian dari orang dirumah itu.
"Hei, singkirkan tangan murahmu! Guci itu harganya sangat mahal! Apa kau tahu? Berapa harga dari guci itu?!" Tanya seorang wanita paruh baya memaki Sofia. Yang mungkin saja usianya berkisar 47 tahun. Sofia menggeleng pelan.
"Cih, mengapa bisa putraku mau menikahi anak buangan sepertimu?! Bahkan dirimu tidak dianggap oleh keluargamu sendiri!" Ucapnya lagi.
Dengan kata-kata yang begitu menyayat hati. Sofia diam tak membalas. Hanya bisa tertunduk sedu. Merasa dirinya begitu hina dimata semua orang. Tidak dipedulikan, apalagi dianggap.
'Benar, aku memang tidak pantas dipedulikan oleh siapapun. Aku juga tidak pantas untuk dicintai. Bahkan Ayahku sendiri begitu sangat membenciku.' Gumam Sofia dalam hati seraya memikirkan perkataan Ibu mertuanya.
Tiba-tiba datang seorang lelaki paruh baya. Berjalan menghampiri keduanya.
"Hei, Nak! Apa kau Sofia?" Tanyanya. Sofia mengangguk paham dengan wajah yang gusar.
"Kemarilah, wajahmu sangat cantik! Ayo Nak, kemari!" Ucapnya lagi pada Sofia. Dengan ragu, Sofia menghampiri pria paruh baya itu.
"Tak apa, kemarilah!"
"Cih, untuk apa peduli pada wanita buangan ini?!" Sambung Ibu mertua.
"DIAM! Kalau kau bicara lagi, akan ku kirim kau ke luar negeri!"
"Bahkan kau lebih peduli pada wanita ini dibandingkan aku Istrimu!" Ibu mertua pergi melenggang begitu saja. Sontak hal itu membuat Sofia merasa tidak enak. Dengan situasi sekarang ini.
"Kau pasti sudah banyak menderita, Nak. Aku sudah mengetahui semuanya. Kalau Aaron menyakitimu, bilang saja aku." Tuturnya seraya mengelus lembut rambut cokelat Sofia. Diperlakukan layaknya seorang Ayah dan anak. Sofia tiba-tiba murung. Mengingat kejadian lampau yang sudah begitu lama tidak dia rasakan hal ini pada Ayahnya. Tiba-tiba air matanya luruh begitu saja.
Tes!
"Nak, apa kau menangis? Sungguh malang nasibmu. Tenang, sekarang sudah ada aku yang akan melindungimu. Anggap saja aku ini seperti Ayah kandungmu sendiri. Kebetulan, aku juga tidak mempunyai anak perempuan. Kedua anakku semuanya laki-laki. Jadi, jangan sungkan untuk menyebutku sebagai Ayah. Apa kau mengerti?" Sofia mengangguk paham.
Terenyuh dengan perkataan dari sang Ayah mertua. Tidak menyangka bahwa dirinya akan diterima baik oleh Ayah mertuanya. Meskipun Ibu mertua belum menerima kehadirannya. Namun, baginya ini saja sudah lebih dari cukup.
"Pak John!" Panggil Ayah mertua pada seseorang. Tidak berapa lama kemudian. Muncul seorang pria paruh baya yang juga sama sepertinya. Namun tampaknya dia seorang koki dirumah ini. Karena ia juga memakai bib apron. Celemek yang biasa digunakan oleh para chef saat memasak.
"Tuan besar memanggil saya?" Tanyanya.
"Ya, antar menantuku ke kamarnya." Dia pasti sudah kelelahan karena acara pernikahannya tadi dengan putraku."
"Baik, Tuan besar. Kemarilah, Nona. Dan Ikuti saya!" Ucap Pak John mengajak Sofia pergi. Sofia mengangguk paham seraya berjalan mengekor dibelakang Pak John.
Keduanya menaiki tangga, untuk menuju ke lantai dua dirumah besar ini. Sofia tampak celingukan kesana-kesini matanya melihat ke segala arah. Begitu takjub dengan isi dari dalam rumah mewah ini. Yang beberapa hari kedepan, akan jadi rumahnya juga.
"Nona, ini kamarnya. Selamat beristirahat, semua baju-bajunya sudah tersedia di dalam. Nona bisa langsung memakainya. Saya permisi!" Jelas Pak John sembari pergi meninggalkan Sofia di depan pintu kamar. Dengan hati-hati, Sofia membuka knop pintu kamar itu.
Krek
Kamar yang begitu mewah baginya. Bahkan ini lebih mewah dibandingkan kamar apartemennya. Yang baru saja ia beli beberapa waktu lalu.
Perasaan senangnya memasuki kamar itu seketika berubah suram. Saat pandangannya tak sengaja beralih melihat sebuah bingkai foto berwajah Aaron. Yang terpajang disisi tempat tidur itu.
"Huh, jadi ini kamar si pria iblis itu? Oh Tuhan, bagaimana aku akan tidur? Badanku juga sudah begitu bau dan berkeringat. Lalu, bagaimana kalau aku mandi? Apa dia akan datang tiba-tiba dan memaki lagi?" Gundah Sofia, merasa bimbang dengan hatinya.
Namun, tubuhnya sudah tidak nyaman. Ingin segera mengguyurnya dengan air hangat. Membersihkan sekujur tubuhnya yang sudah peluh dengan keringat.
Sofia memberanikan diri memasuki ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar itu. Lagi-lagi ia dikejutkan dengan kemewahan yang ia lihat.
"Kamar mandi saja pun, begitu mewah. Dasar orang kaya! Aih, kapan aku akan begini, ya? Hm, entahlah, mungkin saja sekarang. Ha ha ha ha!" Sofia terkekeh sendiri dengan ucapannya. Tubuhnya mulai memasuki ke dalam bak mandi. Beberapa sabun dan shampo yang begitu banyak dan bermacam-macam merk. Tersusun rapi di sisi sebelahnya.
"Ternyata pria iblis itu sangat suka mengoleksi shampo dan sabun mandi. Eh, bukankah ini harganya sangat mahal?" Sofi terkejut ketika melihat harganya yang masih tertulis jelas dibagian belakang produk itu.
"Bahkan dirumah Ayah dulu pun, belum pernah aku melihat harga sabun dan shampo semahal ini." Gumam Sofia.
**
Setelah selesai mandi, buru-buru Sofia membuka lemari pakaian dengan hati-hati. Mencari-cari pakaian yang bisa ia kenakan sekarang. Karena tidak mungkin baginya untuk kembali memakai gaun putih itu.
"Oh tidak! Apa ini? Kenapa ada baju-baju lingerie dikamar ini? Jadi benar rupanya, gosip yang beredar mengenai pria setan itu!" Sofia terkejut melihat ada banyak lingerie berbagai macam jenis di dalam lemari yang saat ini ia buka. Bahkan sampai berlusin-lusin. Dan lagi, ada juga baju-baju formal lain. Sofia terlalih pada satu dress yang ia pilih.
Dress yang mungkin tidak begitu terbuka dan seksi menurutnya. Ia ambil dan pakai ke tubuhnya. Bisa dibilang seperti daster yang digunakan oleh Ibu-Ibu saat dirumah.
Selesai mandi dan berganti baju. Sofia menghamburkan tubuhnya ke atas ranjang besar milik Tuan Aaron. Tak peduli dengan pria yang ia anggap sebagai iblis itu. Sofia hanya menginginkan tidur dengan perasaan tenang sekarang. Tak ingin memikirkan apapun.
Tak terasa, matanya sudah terpejam kuat. Embusan napasnya terdengar halus. Tangannya memeluk erat bantal guling yang ada di sisinya sekarang. Sofia tertidur lelap, hanya dalam waktu beberapa detik. Karena beberapa hari belakangan, ia memang kurang tidur nyenyak.
Aaron yang terus menerus mengerjainya. Di kantor maupun saat ia sudah kembali ke apartemen. Sofia begitu dituntut untuk melakukan banyak pekerjaan. Bahkan Aaron tidak segan memberinya tugas yang seharusnya dikerjakan oleh karyawan lain.
Namun, semua tugasnya ditumpahkan pada Sofia. Karena hal itu, membuat Sofia jatuh pingsan saat di kantor. Tak menyadari, bahwa dirinya telah hamil. Tapi kini, Sofia sudah tak lagi khawatir. Ia mungkin akan lebih menjaga dirinya.
Meskipun hanya sampai anak ini lahir. Dan Sofia akan hidup bebas dengan tenang. Tanpa harus terlibat lagi pada Aaron. Pria yang sudah merenggut masa depannya.