Sofia berjalan keluar dari dalam ruang kerja nya. Rasanya bingung sekarang, apa yang harus ia lakukan. Kakinya melangkah masuk ke dalam lift.
Ting!
Pintu lift terbuka, Aaron dan Ivan rupanya juga ada di lift itu. Mata Sofia menunduk menatap lantai. Tak ingin melihat Aaron sedikit pun. Baginya, pria itu tidak lebih dari mantan direkturnya.
Sofia tak ingin menaruh harapan apa-apa pada Aaron. Hidupnya sudah begitu banyak mengalami penderitaan. Untuk menaruh harapan besar pada Aaron, Sofia rasa itu hal yang tak pantas.
'Sofia, kamu hannyalah Istri diatas kertas. Pernikahan ini bukan nyata. Setelah bayi ini lahir, kau akan di buang dan di asingkan' gumam Sofia dalam hati meringis.
Beberapa detik kemudian, lift itu terbuka di lantai dasar. Sofia buru-buru mempercepat langkah kakinya berjalan menjauhi Aaron serta Sekretarisnya. Selama di dalam lift, Sofia bahkan tak ditanya apa-apa. Aaron sama sekali tak menganggap keberadaan nya disana. Ivan juga hanya diam tak menegurnya.
Sofia berjalan dengan santai ke depan gedung perkantoran Mahesa. Menunggu taxi online yang sudah ia pesan sebelum turun ke lift tadi. Tidak lama kemudian, sebuah mobil hitam berhenti di depan nya.
Sofia kebingungan, mengapa mobil itu berhenti? Dalam hati, mana mungkin mobil mewah itu sopir dari taxi online yang ia pesan tadi? Tidak mungkin, bukan?
Tapi...
"Nona Sofia?" ujar seorang pria berwajah tampan memanggil Sofia dari dalam mobil mewah itu. Seraya membuka kaca jendela mobil nya. Sofia mengangguk pelan, matanya tercengang menatap pria itu.
'Hah? Serius? Cowok ganteng itu sopir taxi ini? Pakai mobil mewah? Alamak, apa aku bermimpi? Pembaca, tolong cubit aku' gumam Sofia dalam hati.
"Nona Sofia?" panggil pria itu lagi. Suaranya membuyarkan lamunan Sofia. Yang tercengang dengan apa yang ia lihat di depan matanya.
Pria tampan bermobil mewah, tapi jadi sopir taxi online?
"Eh.. m-maaf." Balas Sofia. Lalu masuk ke dalam mobil taxi itu.
Selama di perjalanan menuju pulang, Sofia menatap ke luar kaca jendela mobil. Memandangi Bangunan gedung-gedung bertingkat serta ramai nya jalan raya di Ibu Kota. Hatinya mendadak berubah sedu. Matanya berkaca-kaca meratapi nasib nya yang begitu menyedihkan.
Tangannya mengusap lembut ke bagian perutnya yang masih rata.
'Di saat hamil, setiap wanita biasanya sangat diperhatikan oleh Suaminya. Lalu Ayahnya datang mengucapkan kata selamat atas kehamilan putrinya. Bahkan aku tak mendapatkan keduanya. Ibu telah tiada, tak ada lagi yang bisa menyayangiku setulus cinta Ibu. Bu, Sofia ingin pergi bersama Ibu. Sofia rindu Ibu' gumam Sofia dalam hati.
Air matanya luruh dari kedua sudut mata Sofia. Sesekali di usap menggunakan lengan bajunya. Membuat kain pada baju itu basah.
Tanpa Sofia sadari, seseorang tengah memperhatikan Sofia sejak tadi. Pria itu memandanginya dari kaca spion.
Pria itu mengambil sesuatu dari dalam laci mobilnya. Dan ia berikan itu pada Sofia.
"Nona.. pakai ini." Ucapnya seraya menyodorkan sebuah sapu tangan.
"Untukku?" tanya Sofia. Pria itu mengangguk cepat sembari tersenyum dari kaca spion.
"Terima kasih." Ujar Sofia.
"Sama-sama, Nona cantik." Balasnya. Sofia tersenyum kecil.
"Nona cantik jangan menangis lagi." Sambungnya lagi. Sofia terkekeh pelan mendengarnya.
"Aku tidak menangis." Sofia mengelak, tak ingin terlihat sedih di depan orang lain.
"Nona menangis kok, barusan aku lihat."
"Bapak nya berarti sedari tadi memperhatikan saya, ya?"
"He he he, maaf. Eh kok, panggil nya Bapak? Saya masih 27 tahun, Nona."
"Hm, masih muda ya.." gumam Sofia.
"Iya dong, kalau Nona berapa usianya?"
"Saya 25 tahun."
"Hm, usiamu sama seperti Adik perempuanku." Balas nya.
"Benarkah? Kakak punya Adik?" tanya Sofia. Pria itu mengangguk.
"Tapi dia sedang berada di Paris sekarang." Balasnya. Sofi terkejut mendengarnya.
'Paris? Berarti dia orang kaya, dong? Lalu untuk apa dia menjadi sopir taxi online?' gumam Sofia dalam hati bertanya-tanya.
"Nona tidak perlu terkejut, ini pertama kalinya aku berkata jujur pada penumpang. Sebenarnya aku bukan sopir taxi ini." Fakta baru keluar dari dalam mulut pria itu.
Lalu sebenarnya siapa sopir yang asli?
"Hah? Terus.. a-aku salah naik mobil driver dong?" Tanya Sofia dengan mata yang tergelak kaget.
"Tidak, Nona tidak salah naik. Mobil ini memang untuk driver."
"Lalu? Aku masih tidak mengerti." Kata Sofia bingung.
"Kalau aku ceritakan detail nya, Nona pasti tidak percaya."
"Kenapa tidak percaya?"
"Ya mungkin saja Nona menganggapku sebagai penipu atau apa."
"Hm, bisa jadi."
"Tuh kan, benar. Eh, sudah sampai ya? Ini benar kan, alamatnya?" pria itu memastikan.
"Benar, ini alamatnya." Sofia membalas.
"Maaf, apa Nona tidak salah?"
"Hah, kenapa memangnya? Ini benar kok, aku tinggal disini."
Pria itu seketika terdiam cukup lama. Lalu ia mulai berkata lagi.
"Ini rumah kediaman Mahesa. Nona benaran tinggal disini?" tanyanya sekali lagi. Sofia begitu jengah dengan pertanyaan nya yang berulang kali.
"Ya ampun, iya. Aku benaran tinggal disini. Tapi, tadi kamu menyebut nama Mahesa? Aku tidak salah dengar, kan?" Sofia bertanya-tanya.
"Iya, aku kenal dekat dengan keluarga rumah ini."
Sofia lagi-lagi dikejutkan fakta baru kedua. Dahi nya mengernyit dan memicikkan kedua mata nya.
"Kamu serius? Aku tidak menyangka, ya." Balas Sofia.
"Aku lebih tidak menyangka, Nona. Kamu tinggal di tempat ini. Karena semua keluarga Mahesa, aku sangat mengenal mereka." Ujar pria itu.
"Hm, itu wajar. Aku pun baru tinggal disini." Sofia menjawab pelan.
"Lalu, Nona itu siapa nya keluarga Mahesa? Kerabat? Atau keponakan jauh? Atau sepupu?" tanya pria itu seolah menginterogasi.
"Lupakanlah.. aku turun dulu. Pembayaran melalui aplikasi, ya." Balas Sofia seraya membuka pintu mobil itu.
"Nona tunggu!" pria itu menghentikan Sofia.
"Apa ada yang kurang? Aku bayar menggunakan aplikasi, Kak."
"Tidak, bukan itu. Bolehkah aku meminta nomor ponselmu?" pinta pria itu pada Sofia.
***
Pov Sofia
Aneh sekali orang tadi, baru kenal tapi sudah meminta nomor ponsel. Aku bahkan tidak tahu dia siapa. Mengenai dirinya yang mengenal jelas keluarga rumah ini, aku sedikit tidak yakin.
Bisa saja dia mencoba menipu dan merayuku. Hm, tapi untuk apa?
Hidupku sudah mumet, kenapa juga aku harus memikirkan pria itu. Tadi namanya kalau tidak salah itu... Bryan ya? Benar tidak sih? Aku lupa.
Ah lupakan!
Pov end.
Sofia menghamburkan tubuhnya diatas kasur empuk milik Aaron. Selagi orang nya tidak ada, ia bebas menggunakan sesuka nya. Seharian ini Sofia berada di dalam kamar itu. Setelah pulang dari kantor Mahesa dengan wajah kusutnya.
Orang-orang dirumah utama Mahesa sibuk dengan urusan nya masing-masing. Benar-benar aneh untuk Sofia. Mereka bertemu hanya pada saat makan saja. Itu pun di saat pagi dan malam.
Saat Sofia masih tinggal dirumah lamanya, ia terus bertemu dengan Ibu dan Adik tirinya. Bahkan sudah sangat muak. Sofia selalu di ganggu dan di hantui oleh kedua wanita itu.
Ayahnya tak pernah tahu, keburukan apa yang dilakukan Anak tiri perempuan dan Istri kedua nya. Bila mengingat itu, Sofia hanya bisa meringis pedih. Dan napas sesak dengan tangisan air mata.
Tubuh Sofia di miringkan ke samping. Meringkuk dengan suara yang bergetar. Nasibnya sudah begitu berat. Padahal ia baru berusia 25 tahun. Belum pernah Sofia merasakan kebahagiaan dalam hidupnya.
Tak pernah makan enak. Bahkan memakai barang usang dan jelek sejak kecil. Sofia terasingkan dan dibedakan oleh Ayahnya. Kasih sayang Liam Xiao hanya tertuju pada Amara, anak tiri perempuan nya.
"Hiks... hiks... Ibu... Sofia rindu Ibu.." gumam Sofia dengan mata terpejam. Namun kedua matanya tampak basah sejak tadi.
Lipatan bawah matanya terlihat begitu sembab dan bengkak.
Sejak pulang dari perusahaan Mahesa, Sofia belum memakan apa pun lagi. Terakhir kali ia makan saat pagi. Itu pun tidak banyak. Tak begitu bernafsu di saat sedang stres.
Sofia melupakan satu nyawa yang masih ada di dalam perutnya, bayi itu.