Suasana di ruang makan berubah sunyi. Sofia berusaha fokus pada makanan nya sendiri. Sesekali ia menatap ke arah Aaron. Pria yang begitu ia benci, kini telah jadi Suaminya. Meskipun hanya sebatas kontrak diatas kertas.
"Nak, hari ini kau akan melakukan apa? Bersantai sambil minum teh di halaman belakang, atau ingin pergi jalan-jalan ke mall. Lalu berbelanja baju bayi?" Tanya Ayah mertua. Sofia mendelik kaget.
'Apa? Ba-bagaimana Ayah mertua tahu, kalau aku hamil? Apa si Aaron sialan itu yang membocorkan semuanya? Astaga!! Sofia, kenapa kau tidak memikirkan itu' gumam Sofia dalam hati. Wajahnya tertunduk malu.
Imaged nya sebagai wanita baik-baik sudah hancur. Kini keluarga Aaron mengetahui. Alasan pernikahan dadakan yang di gelar tempo hari lalu. Itu karena Sofia telah hamil di luar nikah dengan putranya, Aaron Mahesa.
"Nak, kau melamun, ya?" Tanyanya lagi.
"Eh, ti-tidak Ayah mertua. A-aku hari ini ingin kembali bekerja." Jawab Sofia terbata.
"Apa? Kau mau bekerja lagi? Nak, kau kan sedang hamil. Sebaiknya dirumah saja. Lagi pula, uang keluarga ini pun takkan habis begitu saja. Bila memberikan padamu setiap bulannya." Balas Ayah mertua. Namun Istrinya mendelik tajam menatapnya.
"Enak saja, dia hamil pun belum tentu bayi itu darah dagingnya Aaaron. Kita belum melakukan tes DNA pada bayinya." Sambung Ibu mertua. Mendengar itu, Sofia tertunduk sedu. Tangannya meremas kain baju yang ia pakai di tubuhnya.
Tidak menyangka bahwa kenyataannya semua keluarga Aaron mengetahui semuanya. Bahkan Ibu mertuanya pun tidak percaya dengan bayi yang dikandungnya bukanlah darah daging putranya sendiri. Perkataannya begitu menusuk ke dalam hati Sofia. Mendadak nafsu makannya hilang. Sofia menghentikan makannya.
"Beraninya kau menghina anak perempuanku! Apa aku pernah tidak mengakui anakmu ketika kau hamil, hah?! Aku bahkan bertanggungjawab pada bayimu!" Ujar Ayah mertua pada Ibu mertua Sofia.
"Hei, bisa-bisanya kau menyamaiku dengan dia?! Mahesa, apa kau buta? Aaron dan Gerald adalah anakmu! Dia, tiba-tiba hamil lalu meminta putraku menikahinya. Aih, dasar tidak tahu malu! Pasti dia yang telah menggoda Aaron."
"Hei, Fina! Kebiasaan burukmu itu mulai lagi, panggil aku Suamiku! Kau menganggapku apa hah?! Koki masakmu?! Aku Suamimu! Sofia juga anakku, dia memang hamil anaknya Aaron. Berani sekali kamu memfitnahnya, uang bulananmu akan ku potong, kalau kau berani menghina Sofia lagi!"
"Suamiku sudah mati, dia dengan teganya membela wanita lain dibandingkan Istrinya sendiri!"
"Fina, apa kau gila? Kau bilang aku mati hah?! Awas kau ya!"
"CUKUP!!! Apa kalian bisa diam?! Aku sudah tidak bernafsu makan!" Tutur Aaron dengan suara lantang. Menghentikan perdebatan antara kedua orang tuanya.
Aaron pergi dari ruang makan. Sofia hanya diam terpaku duduk. Tak sedikit pun ia menyentuh lagi makanan yang ada di piringnya. Matanya berkaca-kaca, tapi tak ada seorang pun yang tahu wajah sedunya itu. Karena sedari tadi, Sofia terus mendudukkan wajahnya. Rambut cokelatnya menutupi sebagian wajahnya.
"A-ayah mertua, apa aku sudah boleh pergi? Aku akan kembali bekerja hari." Ragu-ragu Sofia berucap. Ia bosan, bila harus berdiam diri dirumah besar itu. Apalagi, hanya diam dikamar. Kalau bekerja, mungkin saja perasaan bosannya akan hilang. Karena bisa bertemu dengan orang-orang kantor. Juga dengan Mila, rekan kerja teamnya.
'Ah, aku lupa meminta maaf pada Mila. Apa dia masih marah padaku? Hm, sebaiknya hari ini harus aku selesaikan dengannya' gumam Sofia dalam hati.
"Nak, kau yakin? Akan bekerja lagi? Tapi kau sedang hamil muda. Dan itu sangat rentan akan keguguran." Perkataan Ayah mertuanya membuat Sofia cemas seketika.
"A-aku yakin Ayah, aku tidak akan terlalu capek, kok. Lagi pula, bila diam dirumah saja, aku akan bosan. Kalau di kantor, aku bisa banyak bertemu teman-teman kantor." Balas Sofia seraya tersenyum mengembang.
"Berhentilah memasang wajah ceriamu! Senyummu tak ada yang melihat! Urusan kau bekerja atau tidaknya, itu bukan urusanku! Lagipula, kalau pun kau keguguran, itu akan lebih bagus lagi untuk Aaron. Agar dia bisa lebih mudah terbebas darimu!" Ujar Nyonya Fina. Membuat Sofia kembali diam.
'Oh Tuhan, aku ingin bebas dari rumah neraka ini' gumam Sofia dalam hati.
"Fina! Tingkahmu itu sudah kelewat batas! Ayo ikut aku!!" Ayah mertua Sofia menarik paksa Istrinya pergi dari ruang makan itu.
Tersisalah Sofia dengan Gerald sekarang. Tampaknya Gerald juga tidak peduli.
"A-aku permisi!" Pamit Sofia pada Adik iparnya.
Tak ada jawaban dari Gerald. Ia hanya diam dan terus menghabiskan makanannya. Sofia pergi menaiki tangga. Kembali ke kamarnya untuk berganti baju.
"Ternyata begini, rasanya menikah. Huffftt! Aku pikir menikah itu enak. Punya Suami yang baik dan perhatian. Punya Ibu mertua yang baik, serta ipar yang baik. Meskipun Ayah mertua baik, tapi tetap saja. Ibu mertua tidak menerimaku dirumah ini." Celoteh Sofia bergumam pada diri sendiri. Seraya berganti baju.
Selesai berganti pakaian, Sofia berdandan sedikit. Memoles makeup se-natural mungkin. Tak lupa ia mencatok rambutnya menjadi curly di bagian ujung rambutnya.
Sofia berkaca sebentar di depan cermin besar. Yang ada di depannya saat ini. Melihat setiap inci dari wajah dan penampilannya. Wajah cerianya tersenyum menatap dirinya di depan cermin.
'Sofia, bertahanlah. Setelah bayi ini lahir, kau akan kembali bebas dari pria itu. Kau juga akan bebas dari rumah ini. Dan kau juga tidak akan pernah bertemu lagi pada Ibu mertuamu' gumam Sofia dalam hati.
Sofia berjalan keluar rumah ini. Sesampainya ia di depan pintu. Ada kepala pelayan tengah berdiri menghadangnya.
"Nona Sofia, apa ojek online itu pesanan Nona?" Tanyanya. Sofia menoleh sesaat. Lalu mengangguk pelan.
"Benar, itu ojek yang aku pesan." Jawab Sofia sembari tersenyum ceria.
Ya, seperti biasanya ia harus memasang wajah ceria di depan semua orang. Walau sebenarnya dalam hati ia meringis ketakutan, serta kesedihan.
"Itu, sudah ditunggu Non."
"Iya, terima kasih Pak John. Kalau begitu, aku permisi!" Pamit Sofia sembari memakai helm yang diberikan oleh driver itu.
"Hati-hati, Non!" Tutur Pak John. Sofia mengangguk paham.
"Nona Sofia, kan?" Tanya Pak ojek online.
"Iya, benar. Memangnya kenapa, Pak?"
"Aneh saja buat saya, rumah seperti istana, mobilnya mewah dan banyak. Kok ya malah milih naik ojek?" Sofia tersenyum kecut. Mendengar penuturan dari Bapak ojek online itu.
"Ini arahnya ke kantor Mahesa Corporation, kan?" Tanyanya lagi pada Sofia.
"Iya benar, Pak." Jawab Sofia. Pak ojek itu mengangguk paham.
...
Beberapa menit kemudian, Sofia sampai tepat di depan gedung bertingkat itu. Bangunannya begitu kokoh dan menjulang tinggi ke atas.
"Berapa ongkosnya, Pak?" Ujar Sofia bertanya. Seraya turun dari motor driver itu.
"Dua puluh ribu, Non." Jawabnya. Sofia mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu dari tas nya.
"Ini, Pak." Setelah memberikan uang itu, Sofia bergegas pergi. Tapi...
"Non, kembaliannya?" Pak ojek itu menghentikan langkah kaki Sofia dan menoleh.
"Buat Bapak saja." Tutur Sofia sembari tersenyum mengembang. Lalu kembali melanjutkan jalannya.
"Terima kasih, Nona Sofia! Semoga rezekinya terus bertambah dan mendapatkan jodoh yang baik pula!" Teriak Bapak ojek online itu pada Sofia. Yang sudah jauh dari pandangannya. Sofia yang mendengar dari kejauhan tersenyum kecil.
'Jodohku tak tahu siapa. Yang jelas, saat ini aku sudah berstatus sebagai Istri orang. Dari pernikahan kontrak yang sudah di tuliskan' gumam Sofia dalam hati.