Sofia memasuki ke dalam lift. Menuju ke ruang kerjanya. Orang-orang kantor sibuk seperti biasanya. Tampaknya tidak ada yang mengetahui. Pernikahan Sofia dengan Aaron saat ini.
'Syukurlah, mereka semua tidak ada yang tahu' gumam Sofia dalam hati
Ting!
Lift berhenti dan sampai tepat di lantai 9. Pintu lift terbuka, buru-buru Sofia keluar dan berjalan ke ruang kerja teamnya. Sesampainya di dalam sana, Ia melihat Mila yang berubah dari biasanya. Tak lagi menyapa, mungkin saja ia masih marah.
"Pagi, Mil!" Sapa Sofia, berusaha mencairkan suasana. Mila hanya diam tak menjawab. Wajahnya acuh dan tak menoleh sedikit pun menatap Sofia.
'Sepertinya Mila masih marah' pikir Sofia. Ia memilih untuk menghindar dulu. Tak ingin membuat masalah pada pagi ini.
Disisi lain, Aaron sudah berada di ruang kerjanya sedari tadi. Bahkan sebelum Sofia datang pun ia sudah lebih dulu datang. Ivan datang membawa laporan jurnal di tangannya. Menghampiri Bos nya yang sedang mengetik sesuatu di layar laptop kerjanya.
"Tuan, pagi ini pulul 10 pagi, ada jadwal pertemuan dengan klien kita dari perusahaan digital AK. Lalu pukul 14 makan siang bersama dengan dewan direksi dari perusahaan pengembangan makanan AH. Dan... anu.. itu.. Nona Sofia hari ini masuk kerja. A-apa tidak apa-apa, Tuan?" jelas Ivan pada Aaron.
Aaron mengernyitkan dahinya.
'Wanita itu! Kalau anakku kenapa-kenapa bagaimana?! Dasar!' Gumam Aaron dalam hati.
"Berikan ini padanya! Bilang pada Anang, mulai besok dia tidak perlu datang bekerja lagi di perusahaan ini!" ujar Aaron memerintah pada Ivan. Seraya memberikan kartu ATM black card tanpa batas.
"Ba-baik, Tuan. Sesuai perintah!" balas Ivan dan mengambil kartu itu.
Ivan pergi meninggalkan Aaron di ruang kerjanya. Dan mulai memasuki diri ke dalam lift. Jemarinya menekan tombol angka sembilan. Lantai tempat ruang kerja Sofia beserta team nya.
Ting!
Ivan keluar dari dalam lift dengan wajah datar nya. Kakinya melangkah ke dalam ruangan yang berada di bagian ujung lantai itu.
KREK
Tangan nya memutar knop pintu itu. Terlihat sangat sibuk, orang dari team kerja satu. Matanya beralih mencari satu sosok wanita yang ia cari.
Sofia.
"Nona Sofia!" panggil Ivan pada Sofia. Yang tengah mengetik sesuatu di layar monitor kerja nya. Sofia menoleh ke arah sumber suara.
'Sekretaris ini lagi, mau apa dia? Jangan-jangan ada sesuatu' gumam Sofia dalam hati.
"Mohon Anda terima kartu ATM tanpa batas ini. Kartu ini bisa Nona gunakan kapan pun dan dimana pun Nona inginkan." Ujar Ivan seraya memberikan kartu ATM black card itu pada Sofia.
"Untuk apa kamu memberikan ini? Aku tidak butuh kartu itu. Aku masih punya kartu ATM tabunganku sendiri." Tolak Sofia.
Ivan tercengang tanpa sadar. Belum pernah ia melihat orang yang menolak diberikan kartu tanpa batas itu. Terlebih lagi wanita, bukankah wanita sangat senang? Tapi hal itu ternyata kebalikan nya dari Sofia. Dia justru menolaknya mentah-mentah.
"Nona, ini perintah dari Tuan Aaron. Saya berharap, Anda tidak menolaknya lagi. Saya permisi!" Ivan pergi begitu saja. Setelah memberikan kartu ATM itu pada Sofia. Yang masih kebingungan dengan kartu yang sekarang ini ia genggam di tangan nya.
'Kartu? Cih, berani sekali dia menyogokku dengan sebuah kartu! Dasar pria setan!' gumam Sofia dalam hati memaki.
Ivan mencari keberadaan Anang. Manager dari team kerja Sofia. Sampai akhirnya bertemulah dengan lelaki yang setengah lebih dewasa darinya.
"Pak Anang!" Ivan memanggilnya.
"Tu-Tuan Ivan? Aku sudah mengerjakan semua laporannya hari ini. Ti-tinggal.." ucapan Anang terpotong.
"Aku kesini bukan untuk menagih laporan keuangan. Aku punya tugas untukmu!"
Anang menganga.
"Tu-tugas? Tugas apa itu, Tuan?"
"Buatkan surat pemecatan untuk Sofia. Mulai besok, dia tidak perlu datang lagi ke perusahaan ini!"
Manager itu tampak berpikir sesaat.
'Pecat? Sofia dipecat? Waduh, kalau begitu, aku lagi yang harus menggantikan posisinya?' Anang berpikir keras.
"Hei, bagaimana?!" Ivan bertanya lagi.
"A-apakah wanita itu harus dipecat, Tuan? Bukankah kinerja nya selama ini baik-baik saja? A-aku tidak ingin perusahaan kita menyesal bila memecat nya." Balas Anang hati-hati menjawab.
"Kau ingin dipecat juga?"
"Ti-tidak, tidak, tidak, Tuan. Sa-saya masih ingin bekerja di perusahaan ini." Anang menggeleng cepat.
"Diam dan lakukan perintahku!" Gertak Ivan dan pergi meninggalkan Anang yang wajah piasnya. Serta berkeringat dingin bercucuran membasahi kemeja putihnya.
...
"Mulai besok, kamu tidak perlu datang lagi ke perusahaan." Ujar Anang berkata pada Sofia sembari melemparkan sebuah map berwarna cokelat diatas meja kerja Sofia.
"Ma-maksud Pak Anang?" Sofia kebingungan.
"Kamu dipecat! Itu surat pemecatan kamu."
"A-apa? Saya dipecat? Tapi apa salah saya, Pak?" Sofia bertanya-tanya. Kalau ia dipecat, bagaimana dia akan hidup. Dan dari mana ia bisa mendapatkan uang. Karena perusahaan inilah satu-satunya harapan untuknya.
"Ya kamu tanyakan saja pada atasan. Saya hanya menjalankan tugas sesuai perintah." Jawab Anang sembari pergi melenggang meninggalkan map cokelat itu.
Satu team ruangan itu mendengar percakapan antara Sofia dengan sang manager. Begitu juga Mila, ia tak menyangka, Sofia akan benar-benar dipecat hari ini juga.
Mila menghampiri ke tempat Sofia. Terlihat Sofia sedang membereskan semua barang-barangnya.
"Fi, aku dengar kamu dipecat. Benar?" tanya Mila memastikan.
"Iya, aku mau balik cepat. Lagipula, tugasku disini juga sudah selesai." Jawab Sofia sembari memasukkan beberapa berkas dan jurnal ke dalam box.
"Maaf, aku tidak tahu, kalau hari ini adalah hari terakhir kamu bekerja disini. Soal di toilet, aku.." ucapan Mila terpotong.
"Tidak apa-apa, Mil. Aku yang seharusnya minta maaf padamu. Aku begitu menutup diri. Dan tidak mempercayaimu." Mila merasa tidak enak dengan Sofia sekarang. Seharusnya ia tidak bersikap demikian padanya tadi.
"Aku juga minta maaf. Aku tidak memahami kondisimu saat itu. Setiap wanita yang dihamili oleh pria yang bukan Suaminya, pasti akan mengalami syok berat. Dan aku tidak memikirkan hal itu sebelumnya. Aku langsung mengumpatmu dengan kalimat yang kasar. Maaf, aku egois waktu itu." Tutur Mila menjelaskan.
"Tidak apa-apa, Mil. Aku juga sudah memaafkanmu. Dan lagi, aku tidak pernah marah padamu sebelumnya. Ini semua pure memang kesalahan aku. Tidak tahu siapa Ayah dari bayi ini. Aku terjebak pada suatu malam dengan pria itu. Tepat di hari pertunanganku dengan Keenan. Hm.. tapi Tuhan ternyata mempertemukan aku lagi dengan pria itu." Sofia berbicara pelan. Hanya ada dia dan Mila disana. Yang lainnya sedang keluar untuk menyantap makan siang.
"Astaga, kasihan sekali kamu, Fi. Aku tidak bisa membayangkannya kalau itu aku. Pastinya aku akan mencoba segala macam trik untuk bunuh diri."
"Bunuh diri? Itu bukan menyelesaikan masalah, Mil. Karena bayi ini, aku menjadi orang yang kuat. Meskipun aku tidak mengharapkan kehadirannya. Aku bahkan sempat membenci bayi ini. Karena tidak sadar bahwa diriku telah di perkosa oleh pria itu."
"Ya ampun, jahat sekali orang yang menjebakmu. Aku yakin, dalang nya pasti orang yang dekat denganmu. Tidak jauh dari musuh dalam selimut, Fi."
"Iya, kamu benar. Aku akan mencoba menyelidiki setelah anak ini lahir."
"Hm, kamu yang kuat ya!" Sofia mengangguk seraya tersenyum mengembang menatap Mila.
"Kamu udah mau pulang sekarang, ya? Eh, sini aku bantu." Sambung Mila lagi.
"Iya nih, aku mau langsung pulang. Terima kasih, Mil."
"Sama-sama, terus sekarang sepi dong, nggak ada kamu. Eh, tapi kita masih bisa ketemu kan? Aku nggak dekat dengan orang kantor disini, selain kamu."
"Bisa, kamu hubungi ke nomor aku saja." Mila mengangguk paham. Namun tiba-tiba dia menanyakan Ayah dari bayi yang ada di kandungan Sofia.
"Hm.. lalu Fi.. bagaimana dengan bayi itu? Apa kamu yakin, bisa merawatnya sendirian? Kamu nggak pulang ke rumahmu?" Sofia menggeleng pelan.
"Aku sudah di usir dari rumah, Mil. Keluargaku tidak menganggap keberadaanku lagi. Aku paham kok, mereka juga bukan keluarga kandung. Ibuku telah tiada, dan yang tersisa hanya Ayah. Tapi sekarang, beliau pun tidak mau mengakui aku sebagai anaknya." Ujar Sofia sedu. Mila memeluknya seraya mengelus lembut pundaknya.
"Kamu yang sabar ya, Fi. Aku tidak bermaksud ingin menginterogasi kamu. Aku hanya takut, kamu hamil seorang diri tanpa siapa-siapa. Aku tak bisa bantu banyak, aku saja tinggal dengan Bibiku."
"Tidak apa-apa, Mil. Kamu tidak perlu mencemaskan aku. Ayah dari bayi ini pun juga sudah bertanggungjawab."
"Hah, kamu serius? Bagus deh kalau begitu. Aku bisa tenang sekarang." Mila menghela napas panjang.
Sofia tersenyum kecil sembari membawa tas nya dan pamit pergi pada Mila.