Yoongi benar-benar tidak habis pikir dengan orang tuanya. Bagaimana mungkin mereka membiarkan anak satu-satunya tinggal serumah dengan seorang perempuan? Yoongi kan seorang laki-laki tulen. Seharusnya, para orang tua biasanya khawatir jika anak laki-laki dan perempuan ditinggal berduaan.
"Hei, kau kenapa?" tanya Namjoon saat melihat sahabatnya hanya mengaduk-aduk minuman sambil melamun.
Jungkook yang duduk di sebelahnya pun langsung menoleh. "Kau sakit?"
"Tidak, aku baik-baik saja," jawab Yoongi, tidak bersemangat. Lelaki itu menghela napas setelahnya.
"Sepertinya ada yang sedang kau pikirkan dari tadi. Apa itu?" Hoseok ikut penasaran. Pasalnya baru kali ini ia melihat sosok Min Yoongi terlihat galau seakan memiliki banyak beban di kepala.
"Aku tidak memikirkan apa pun." Yoongi memasukkan sedotan ke dalam mulut, menghabiskan minumannya dengan sekali minum.
Ketiga sahabatnya hanya saling memandang.
"Baiklah. Kalau begitu, bagaimana kalau setelah ini kita bolos saja ke rooftop?" ajak Namjoon dengan kedua alis yang naik turun seraya menatap satu per satu rekannya. Lelaki itu menyeringai tipis.
"Ide bagus. Cuacanya mendukung untuk tidur siang." Yoongi memag paling senang jika diajak membolos kelas, jadi sudah dipastikan kalau ia akan ikut dengan ajakan sesat teman-temannya.
"Kurasa aku tidak bisa ikut. Setelah ini aku ada ulangan Matematika. Seonsaengnim bisa membunuhku jika bolos lagi. Aku ketahuan sudah dua kali bolos di jamnya," ucap Jungkook. Padahal ia ingin sekali ikut tidur siang dan bergabung bersama temannya yang lain.
"Kurasa kau akan tetap dihukum meskipun kau masuk kelas," ledek Hoseok.Jungkook langsung menatapnya kesal. Ingin sekali rasanya meninju temannya itu, tapi mood buruk Yoongi seakan menahannya. Mereka berdua selalu saja seperti anak SD, gemar ribut hanya karena hal sepele.
***
"Baiklah, cukup untuk materi hari ini. Kita akan melanjutkannya di pertemuan yang berikutnya," ucap sang guru mengakhiri kelas terakhir, lalu beranjak keluar kelas usai menerima ucapan salam yang dipimpin oleh ketua kelas.
"Hei, Hyunjin, bangunlah. Sudah waktunya pulang. Kelas sudah mulai sepi." Minji mengguncangkan tubuh sahabatnya, berusaha membangunkan. Namun, gadis itu masih bergeming pada posisinya.
"Cho Hyunjin! Bangun atau aku akan meninggalkanmu di sini!" ancam gadis bermarga Lee itu.
Mendengar lengkingan suara Minji, Hyunjin menggeliat pelan. "Mmmhhh ... lima menit lagi, Eomma."
Orang yang berdiri tepat di samping kursinya itu rupanya mulai habis kesabaran. Ia menatap Hyunjin kesal sembari melipat kedua tangan di depan dada.
"Sejak kapan aku jadi ibumu? Heh, berhentilah mengingau atau aku benar-benar akan meninggalkanmu!" ancam Minji lagi. Namun, Hyunjin hanya menjawabnya dengan suara dengkuran halus. Gadis itu terlihat begitu pulas.
"Ck! Baiklah. Kau yang memintanya. Aku akan pulang. Bye!" Minji yang kesal segera pergi meninggalkan Hyunjin seorang diri di dalam kelas.
Beberapa lama kemudian, gadis itu kembali menggeliat dan segera bangun dari tidurnya. Ia mereggangkan otot-ototnya sembari menatap ke sekitar. Sepi, pikirnya. Ia mengerjapkan mata berulang kali, memastikan benar-benar tidak ada siapa pun di dalam kelas.
"Ke mana semua orang?" gumamnya dengan mata masih menyipit.
Hyunjin melirik jam dinding yang terpajang di atas papan tulis. Matanya seketika membulat saat menyadari jarum jam hampir menunjuk ke angka lima.
"Sial! Sekolah sudah tidak ada kehidupan lagi. Aku harus cepat-cepat pulang. Kenapa Minji tidak membangunkanku?" Hyunjin memasukkan satu per satu peralatan tulisnya ke dalam tas seraya sesekali menatapke sekeliling.
Gadis itu terburu-buru memakai tasnya, lalu beranjak keluar kelas. Nahas, baru mencapai jendela kelas, tali sepatu alana lepas dan tidak sengaja terinjak sendiri. Tubuh gadis itu langsung jatuh tersungkur ke depan.
"Awhhh ...." Hyunjin mengerang sembari memegangi lututnya yang berdenyut sebelum akhirnya mencoba berusaha berdiri.
Tap! Tap! Tap!
Tiba-tiba telinganya mendengar suara derap langkah kaki. Seketika detak jantungnya bertalu-talu. Wajahnya juga mendadak memucat. Siapa itu? Kemudian, dengan terburu-buru gadis itu mencoba mengikat kembali tali sepatunya sebelum bergegas keluar.
"Ya Tuhan, kenapa mengikat tali sepatu saja menjadi sesulit ini?" Tangan Hyunjin mendadak gemetar. Perasaan was-was menyelimuti dirinya. Pikiran-pikiran aneh mulai bergentayangan di dalam kepala.
Tap! Tap! Tap!
Suara langkah kaki itu semakin mendekat. Film thriller yang ditontonnya semalam mendadak terngiang dalam kepala. Dengan asal, ia mengikat tali sepatunya dan langsung berlari keluar. Baru saja satu langkah ia melewati pintu, tiba-tiba matanya menangkap sosok bayangan hitam di ujung koridor. Hyunjin menelan ludahnya kasar. Keringat langsung bercucuran di dahi. Namun bukannya segera berlari, ia justru kembali ke dalam kelas dan langsung menutup pintu serapat mungkin. Kemudian, gadis itu bersembunyi di bawah salah satu meja.
Suara langkah kaki itu semakin dekat. Suasana sekolah yang sepi membuat derap langkah itu menggema di sepanjang koridor dan itu terdengar menyeramkan. Ia merasa seperti menjadi karakter utama dalam sebuah film horor.
"Bagaimana jika itu hantu?" lirih Hyunjin. Detik berikutnya, ia menggeleng cepat. "Ah, tidak, tidak! Hantu tidak menimbulkan suara langkah kaki." Ia berusaha menghibur diri sendiri, lalu tertawa renyah. Namun, keringat tak kunjung berhenti membasahi permukaan dahinya.
Hyunjin menelan ludah. Pikirannya sudah sangat kacau. "Bagaimana jika itu zombi? Ya Tuhan, bagaimana jika zombi itu membunuhku di sini kemudian memakanku?" Ia menggigit kukunya. "Awas kau Lee Minji sialan. Kau akan menjadi orang pertama yang kugentayangi jika aku mati sekarang! Huaaa ... Eomma, aku tidak mau mati dimakan zombi."
Suara itu terdengar berhenti tepat di depan pintu kelasnya. Panik, Hyunjin menggigit bibir bawahnya dengan kuat.
'Ada zombi, zombi ke sini, zombi akan memakanku, dan aku akan mati, lalu arwahku bergentayangan di sekolah ini.' Pikiran-pikiran seperti itu terus berputar dalam kepala Hyunjin.
Ia memejamkan matanya rapat. Keringat semakin membasahi wajahnya, namun, suara langkah kaki itu mendadak hilang dan tak terdengar lagi. Dengan ragu Hyunjin membuka kedua matanya perlahan.
"A-apa dia sudah pergi?"
BRAKKK!
Tiba-tiba pintu kelasnya terbuka. Gadis itu tersentak dan jantungnya spontan seperti akan meloncat keluar. Bahkan ia sendiri pun dapat mendengar debarannya. Ia tidak sanggup melihat dan kembali memejamkan matanya rapat-rapat.
"Eomma ... tolong aku," lirihnya sembari terisak pelan. Gadis itu mulai menangis.
Samar-samar suara langkah kaki itu kembali terdengar, semakin mendekatinya yang tengah meringkuk ketakutan. Beberapa detik berikutnya, suara itu berhenti tepat di dekatnya. Tidak dapat digambarkan lagi degup jantung milik Hyunjin yang semakin tidak terkontrol. Ia tersentak saat merasakan sesuatu menyentuh pundaknya. Tubuhnya semakin bergetar hebat. Ia berkali-kali merapalkan doa dalam batinnya.
"Ku-kumohon ... ja-jangan membunuhku," mohonnya pelan tanpa membuka mata. Gadis itu terlalu takut melihat sosok mengerikan di depannya.
- TBC