webnovel

Part 4

"Lo itu nggak sedang olahraga, nggak sedang main, Nath. Tapi lo itu sedang mempermainkan anak orang!" kata Dinda tak mau kalah.

"Eh cewek cakep! Minggir deh lo! Gangguin kita aja! Emangnya lo pikir, lo ini siapa? Pakai sok jadi pahlawan segala! Lo nggak tahu, lo ini sedang berhadapan ama siapa? Pilar merah!" bentak Regar. Dia benar-benar tak habis pikir, jika cewek yang sedang dipermainkan oleh sahabatnya ini, kini semakin hari tampak semakin ngelunjak. Sok kuasa, dan sok tak takut dengan siapa pun di sekolah ini. Bahkan, pilar merah yang menjadi raja di sekolah ini sok-sokan dia lawan dengan cara yang sangat menyebalkan. Nathan, bisa saja nendang cewek ini dengan mudah. Tapi, Regar pun tak tahu, kenapa sampai detik ini sahabatnya itu tak melakukan apa pun.

"Diem lo bencong! Gue nggak ngomong ama elo, ya! Gue ngomong ama Nathan!" bentak Dinda, karena dia benar-benar sudah merasa risih dengan celotehan Regar. Sudah berapa kali cowok itu menjadi sok kuasa, sok yang paling dekat dengan Nathan dan seolah menjadi juru bicara Nathan.

Dan, entah kenapa, mendengar hal itu malah membuat Nathan tersenyum dibuatnya. Bahkan kekesalan yang tadi sempat terlintas di otaknya langsung menguap begitu saja. Dia benar-benar tak menyangka, jika Dinda bisa segalak itu kepada Regar. Seorang Dinda, benar-benar cewek yang berbeda dari pada cewek-cewek lainnya.

"Elo udah kayak Nenek gue, Din. Cerewet," celetuk Nathan pada akhirnya. Berjalan mengitari tubuh Dinda, kemudian dia berhenti tepat di depan Dinda lagi sambil menarik sebelah alisnya. Senyumnya tersungging, membuat Dinda tampak sangat jengkel dengan gaya sok cool Nathan.

"Diem lo! Elo itu semalem sakit, kan? Jadi, balik ayo! Nggak usah bully-bullyan, Nath!" kata Dinda, menarik tangan Nathan hendak membawanya pergi dari sana. Tapi, Nathan menolak. Nathan tak tahu, jika larangan ini bukan hanya karena dia ingin membully seseorang, tapi ternyata karena Dinda mengkhawatirkannya? Apa benar Dinda mengkhawatirkannya? Hati Nathan tiba-tiba menghangat, ada getaran aneh yang terus-terusan bergema dalam hati Nathan, terlebih saat Dinda menggenggam tangannya seerat ini. Tapi, dia tak mau menunjukkan langsung, dia harus menutupi semua rasa aneh yang ada di dalam dadanya ini.

"Ini bukan urusan elo, Din. Udah deh, elo pergi dulu sana!" bantah Nathan yang tampak mulai jengkel.

"Jadi gini ya aslinya elo. Yang katanya gue ini temen elo, Nath? Elo tahu nggak, cowok itu... cowok yang sedang lo kerjain, dan lo permainkan itu? Di rumah sana, ada Mama yang menunggu kedatangannya, Nath. Di rumah sana, ada Mama yang saat ini berharap jika anaknya akan belajar dengan tenang di sekolah. Dan elo... sama temen-temen banci lo ini, ngerjain dia, Nath! Elo jahat!" marah Dinda.

"Woy, cewek sok kecakepan!"

Dinda langsung terhuyung, saat tangan Gisel mendorong tubuhnya. Tapi, Nathan buru-buru pasang badan agar Dinda tidak jatuh tersungkur.

"Lo pikir, elo itu siapa, hah! Sok ngelarang Nathan! Nggak usah sok kePDan deh lo! Lo pikir hanya karena Nathan baik ama elo terus lo bisa ngatur-ngatur Nathan, gitu? Siapa elo! Cuih!"

"Gis, jaga ucapan elo! Ini bukan urusan elo, ya!" bentak Nathan pada Gisel. Dengan tatapan tajam yang berhasil membuat Gisel semakin emosi.

"Jadi elo belain Dinda? Nath, gue ini si pilar kuning. Gue ini seharusnya—"

"Diem, nggak! Pergi lo dari sini!" bentak Nathan lagi.

Gisel langsung lari, setelah melirik ke arah Dinda dengan dendam yang semakin membara di dalam bola matanya.

Sementara Dinda, sudah mengabaikan kepergian Gisel. Kemudian dia berkacak pinggang memandang Nathan lurus-lurus.

"Oke, Nath. Kalau lo nggak mau lepasin cowok ini, gue juga nggak bakal mundur. Lo bertiga mempermainkannya, kan? Jadi, biarkan gue jadi tim cowok ini buat ngelawan tim lo!"

"Setuju!!!!" teriak siswa-siswa lainnya.

Nathan menebarkan pandangannya, melihat bagaimana para cowok-cowok memandang Dinda dengan antusias. Kemudian, Nathan beralih memandang ke arah rok Dinda.

Berengsek!

Umpat Nathan, dia tahu betul apa yang hendak dilihat oleh siswa-siwa itu bukanlah permainan basket ini sendiri. Namun, bagaimana rok Dinda akan bertahan ketika ia bermain basket.

Nathan melempar bola basket kepada Regar, kemudian dia menarik tangan Dinda menepi lapangan. Namun, Dinda kini yang menolak.

"Ayo balik, kata lo kan lo ngajak balik. Ayok!" katanya. Yang berhasil mendapat sorakan oleh siswa-siswa yang ada di sana.

"Enggak! Gue nggak mau balik! Ayo kita tanding, Nath! Dan jika gue menang, lo harus lepasin cowok itu dari tanda elo!" kata Dinda semakin menantang.

Nathan menghela napasnya, kemudian mengacak rambut cokelatnya frustasi. Mau diapakan cewek yang ada di depannya ini? Faktanya, Dinda benar-benar tidak bisa ia atur sama sekali.

"Oke, gue kalah. Ayo balik," kata Nathan ingin menyudahi perdebatannya dengan Dinda. Menarik tangan Dinda, tapi lagi-lagi ditepis oleh Dinda.

"Nath, apaan sih? Elo ngalah? Nggak ada dalam sejarahnya raja ngalah ama cewek, Nath!" teriak Benny mulai emosi. Baginya, semenjak kenal Dinda, Nathan berubah. Nathan tak seasik dulu.

Dinda meraih bola basket dari tangan Regar, kemudian dia mengoperkan bola itu kepada Nathan.

"Ayo, Nath! Jangan malu-maluin gue!" kata Dinda.

"Ah, berengsek!" umpat Nathan.

Dinda langsung mencuri bolah basket dari tangan Nathan, kemudian dia berlari dan saling oper dengan cowok berambut klimis menuju ring yang ada di ujung barat.

Regar, dan Benny mencoba membayang-bayangi Dinda, tapi ditarik menjauh oleh Nathan. Nathan tak mau siapa pun cowok itu dekat-dekat dengan Dinda.

"Nath, apaan sih!" teriak Benny tak terima.

Tapi, Nathan mengabaikannya. Dia langsung berdiri tepat di samping Dinda dan membiarkan cewek itu memasukkan bolanya ke dalam ring. Yang menjadi fokus Nathan adalah, agar rok Dinda tak naik ke atas. Meski banyak sorakan kecewa anak-anak cowok melihat tingkah Nathan yang terkesan begitu jelas.

"Nath! Ah, payah lo!" timpal regar.

"Din, lo udah masukin bolanya, kan? Jadi, gue kalah. Ayo balik!" bujuk Nathan yang sudah mulai hilang sabar. "Hey, Aska... mulai sekarang gue lepas tanda merah pada lo. Jadi, lo bebas! Jangan pernah muncul di radius lima meter dari gue, atau gue bakal bunuh lo saat itu juga. Ngerti, lo!" katanya.

"M... makasih, Nath! Terimakasih!" cowok bernama Aska itu pun langsung lari, membuat anak-anak menyorakinya. Tapi, Dinda masih enggan pergi dari sana.

"Tapi, kan.... Nath! Nathan!" teriak Dinda pada akhirnya. Setelah Nathan menggendong paksa Dinda agar dia mau masuk ke dalam kelas, dan tidak menjadi tontonan anak-anak cowok lagi.

Nathan bersumpah dalam hatinya, siapa pun yang memiliki niatan kotor kepada Dinda akan benar-benar dia hilangkan dari sekolah ini.

"Nath! Turunin gue, Nathan!"

"Enggak! Ngapain gue nurunin nenek-nenek bawel kayak elo!"

"Nathan, ih! Nggak lucu! Gue malu!"

"Bodo amat!"

"Nathan!"

"Apaan sih bawel!"