webnovel

Silver Dynasty | Dinasti Perak

Pangeran Akasha. Jelmaan Pasyu. Pasukan Hitam. Entitas tak tampak : Mandhakarma yang keji. Tetiba dunia jungkir balik di hadapan Silva yang sedang berjuang mengatasi hidupnya yang kacau balau. Setelah 11.000 ribu tahun dunia dihancurkan tiga wangsa yang berseteru, hanya dua bulan waktu yang tersisa memecahkan mantra kuno milik Wangsa Akasha dan Pasyu! ______ Ribuan tahun silam, dunia dipimpin empat Wangsa Akasha yang sakti dan empat Wangsa Pasyu yang perkasa. Milind, panglima muda yang tampan dan ulung dari Akasha, mengawal kejayaan wangsa bersama tujuh pemimpin lainnya. Kehidupan damai penuh pesona, limpahan kekayaan dan kehidupan penuh martabat. Kecuali, bagi Wangsa Ketiga, budak Nistalit yang terpaksa menghamba. Kehidupan tetiba berdiri di jurang kemusnahan ketika Mandhakarma, kekuatan Gelombang Hitam, menyapu wilayah Akasha dan Pasyu dengan ganas. Satu-satunya penyelamat kejayaan para wangsa adalah unsur perak yang hanya dapat ditambang oleh para Nistalit. Nami, seorang budak perempuan Nistalit, menjadi tumpuan wangsa ketika keahliannya diperlukan untuk menemukan unsur perak. Hanya ada dua pilihan : memperbaiki hubungan dengan Nistalit ataukah membiarkan dunia dikuasai Mandhakarma. Ketika sebagian Akasha dan Pasyu terpaksa menjalin kerjasama dengan Nistalit, mereka memelajari hal-hal indah yang belum pernah dikenal sebelumnya : cinta dan harapan di tengah-tengah derita dan pengorbanan. Mandhakarma dan sekutunya, tak ingin membiarkan ketiga wangsa menguasai dunia; tidak di masa dahulu, tidak juga di masa kini. Perak, sebagai senjata pamungkas, tetiba menyusut dengan cepat justru ketika manusia sangat membutuhkannya. Sekali lagi, ketiga wangsa diuji untuk mempertahankan dunia dengan cara yang pernah mereka lakukan ratusan abad yang silam. ______ Cara membaca : ●Judul : kisah ribuan tahun silam Judul ( tanpa tanda ● di depan) : kisah di masa kini

lux_aeterna2022 · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
279 Chs

Bayangan Salaka (9) : Asrama Kuno

"Lari, Bhum!"

Itu tak dilakukan Bhumi. Teringat bagaimana cerita Sonna, adiknya, berusaha memukul dengan akuarium bola tapi makhluk itu lolos. Bhumi mengelilingkan pandangan, mencari barang yang tepat.

"Jangan gunplaku!" teriak Rasi dengan suara tertahan.

"Raaas, alihkan dia! Dia ngeliat aku kayak gitu!" bisik Bhumi seram. Otaknya berusaha bekerja.

Makhluk itu merayap masuk, mulut menjulurkan lidah. Menatap berkeliling, melihat-lihat, mendapati dua korban di depannya setengah mematung ketakutan. Kepalanya mulai terangkat, berniat menerkam. Bhumi meraih kesadarannya kembali sembari melompat ke belakang, melihat satu kardus berat tempatnya biasa menyimpan buku-buku. Berpacu dengan waktu, ia mengangkat kardus.

"Tekan lehernya dengan tongkat pramuka!" teriak Bhumi.

"Dia gak punya leher! Semua badannya gilig!"

Bhumi menatap Rasi jengkel, "Pokoknya bagian bawah kepala!"

Hati-hati dan ragu, Rasi melakukan yang diperintahkan Bhumi.

Meleset. Si gilig semakin marah.

"Cepat! Cepat!" perintah Bhumi panik.

Rasi, yang terbiasa presisi merakit gunpla, menarik sedikit tongkat dan memicingkan mata. Makhluk itu beringas akan menyerang lagi, sesaat berikut ia bergerak, Rasi hampir meleset namun berhasil menekan bawah kepala. Bersamaan Bhumi membanting kardus buku-bukunya ke arah bagian atas makhluk malang tersebut. Keduanya sekuat tenaga menjejak kaki, menginjak-injak kardus.

"Mati?" bisik Rasi ragu.

"Sepertinya," balas Bhumi. "Ayo, kita ke luar cari Salaka! Kamar kita juga gak aman lagi!"

Di ujung gang asrama putra, beberapa lelaki tegap berbaju hitam mengawasi Bhumi dan Rasi. Mata mereka berkilat, tampak buas. Bahkan Bhumi tak mengerti atas alasan apa mereka bergerak lincah mengejar.

"Lari, Bhuuuum!"

🔅🔆🔅

Awalnya berpencar.

"Rasi! Kita ke bangunan berhantu!"

Rasi, yang awalnya lari tak beraturan, segera mengatur langkah cepatnya menghindari pengejar. Mereka sengaja bergerak terpisah namun sepakat untuk segera menuju titip sebelum Nirvana. Bangunan tua yang tampak agak terbengkalai itu menjulang di antara pepohonan rindang; rumput-rumput dan perdu terpangkas rapi, suasana terlihat senyap. Dalam keadaan biasa, rasa ngeri tentu membuat enggan mendekati. Namun dikejar orang-orang berbaju hitam yang tampak beringas membuat Bhumi dan Rasi tak berpikir panjang.

Bangunan itu memang memiliki ruang bawah tanah. Bagian atasnya sebagai asrama putra untuk siswa senior, sementara ruang bawahnya tak banyak terpakai. Sebuah tangga tetap difungsikan sebagai penghubung ruang atas dan bawah karena Javadiva memiliki banyak properti barang yang harus disimpan. Dengan ancaman ular, gedung asrama senior putra tampak senyap. Seperti kata Gayani dan Nagina, gedung tua seperti itu rawan hewan berbahaya.

Bhumi dan Rasi terengah. Para pengejar semakin dekat dan mengumpat keras.

"Salaka!" teriak Bhumi, entah mengapa ia merasa perlu meminta pertolongan.

Tak ada jawaban.

"Salakaaa!" teriak Rasi.

Keduanya yakin menemukan tempat yang dicari, namun tak ada jawaban.

Empat pengejar mulai berjarak dekat dan menarik kuat-kuat ransel di punggung Bhumi. Rasi pun nyaris terjengkang, jika dia tak melepaskan tasnya. Bhumi mencoba memukul, namun tangannya tak cukup kuat untuk melawan para peringkus. Lengan-lengan kokoh meraih tubuh Bhumi, mendekapnya dari belakang, menahan lehernya untuk tak bergerak. Rasi sejenak membalikkan badan, ingin menolong Bhumi tapi urung dan terus berlari menggedor pintu.

"Salaka! Kami butuh bantuanmu!!"

Entah pintu ajaib mana yang telah dipukul Rasi baik di ruang atas ataukah bawah. Yang jelas, sesosok tubuh muncul segera dari balik pintu. Rasi hampir menubruknya.

"Sal…Candina?!" wajah Rasi terlihat panik. Dua orang pengejar berada tepat dua langkah di belakangnya.

Candina menyuruh Rasi bergeser ke belakang.

Rasi menurut, walau akhirnya merasa malu. Cowok berlindung kepada cewek?

Candina mengeluarkan jam bandul peraknya bersiap menghadapi serangan. Lawan tak perlu menggunakan senjata saat kelima jarinya dilengkapi kuku panjang yang tampak setajam pisau cukur. Lincah gadis itu menghindar, menggunakan dinding-dinding sebagai tiang penopang tubuhnya melenting.

Pukulan dan tendangan terlepas ke arah Candina. Dengan lengan yang lentur dan kuat, gadis itu menahan serangan sembari mengayunkan bandul perak. Rantai perak berubah sekuat tongkat baja yang dapat direntangkan kuat menahan ayunan lengan.

Hup.

Hup.

Hup.

Rasi mundur menjauh, ragu dan ketakutan. Ingin membantu, tanpa tahu harus melakukan apa. Pertarungan tampak imbang. Candina berusaha tenang menghadapi situasi, sementara musuh dipengaruhi kemurkaan. Beberapa menit berjalan seperti bumi beringsut pelan. Perkelahian menimbulkan teriakan dan suara berdebam di udara.

Suara berisik menyeruak masuk, mengalihkan perhatian sesaat.

Bhumi bergerak meronta minta dilepaskan. Melihat dua temannya menyerang Candina gencar, dua orang lelaki berpakaian hitam yang mencengkram Bhumi melepaskan hingga pemuda itu terjerembab. Gagah berani, Candina menghadapi empat lawan bagai mengepung dari penjuru mata angin. Mereka serentak maju, mengayunkan cakar. Candina merunduk, bergulingan, menendang kaki; hingga musuh terbanting. Bangkit lagi. Berkelit, menahan,menghindar; hingga musuh semakin geram. Bandul Candina sesekali mengenai punggung atau kepala lawan yang mengakibatkan mereka tersentak, menggeleng-gelengkan kepala menghalau pening. Lalu menggeram, menyeringai, menyerang makin bernafsu.

"Hei, kalian!" teriak Candina. "Apa cuma bisa lihat perempuan berkelahi seperti ini?? Kalian laki-laki! Harusnya berani, bukan malah lari!"

Rasi menggerutu, "Kok jadi seksis, sih?"

Bhumi, yang masih terbengong, merangkak menjauhi pertarungan. Tetiba tersadar mendengar teriakan Candina.

"Rasi! Bhumi!" teriak Candina marah. "Kalian tidak bisa bantu aku, heh?!"

Gadis itu berusaha sekuat tenaga melawan empat lelaki berbaju hitam. Satu kali kesempatan, Candina lengah hingga tendangan kaki membuat ia terjatuh. Makhluk baju hitam terkikik, berusaha menubruk tubuh yang tengah berusaha untuk bangkit.

Braaaakkkk!

Si penyerang terhuyung, kehilangan keseimbangan hingga Candina punya kesempatan bangkit berdiri dan melayangkan bandul ke tengah dahi. Terdengar bunyi retak diiringi suara teriakan. Lelaki berbaju hitam menyudut, terpaksa berdiri dengan satu kaki terlipat menopang.

Braaakkk!

Satu pukulan membuat musuh yang sempoyongan benar-benar terkapar tak bangun.

Bhumi memandangi laptop yang tampaknya tak lagi bisa digunakan.

Tiga sosok yang masih berdiri mengitari Candina, seketika mengalihkan pandangan ke arah Bhumi. Di film-film laga, seorang pemuda yang menyelamatkan gadis akan tampil gagah berani dan semakin maju menggunakan senjata yang dimiliki. Pada kenyataannya, Bhumi merasakan nyalinya kecut. Bertanya-tanya dalam hati apakah ia melakukan kesalahan karena memukul seseorang! Demi dilihatnya Candina yang kerepotan, hatinya tak bisa tinggal diam. Apalagi kelelakiannya terusik ketika Candina meneriaki mereka.

Satu lelaki berbaju hitam mendekati Bhumi. Mengayunkan lengan kuat-kuat yang dapat ditangkis dengan laptop. Bhumi meringis, ingin menangis sebetulnya. Laptopnya benar-benar tak berfungsi sekarang! Cakar menancap kuat, melubangi layar hingga seluruh motherboard-nya dipastikan rusak. Sentakan kedua kali si cakar masih bisa ditepis dengan ayunan laptop. Kekuatan Bhumi tak sebanding hingga benda segi empat itu terlempar, terbanting, retak berkeping. Kali ketika serangan, sebuah goresan cakar menancap di paha hingga pemuda itu berteriak kesakitan.

Bhumi hampir saja merasakan kematian menjemput saat lengan bercakar terayun ke udara, mengarah ke dadanya. Lengan itu menggantung, tak sampai ke tubuh Bhumi. Sebuah benda menancap kuat di bagian pinggangnya.

Clap.

Clap.

Rasi menyerang dengan pisau pengikir gunpla yang sering dibawanya ke mana-mana. Pisau itu kecil, seukuran pulpen bertutup, namun sangat runcing dan tajam. Serangan Rasi berkali kali ke punggung lawan membuatnya terhuyung dan jatuh ke tanah. Rasi berusaha membantu Bhumi yang tak bisa bangun, celana jins biru berubah menghitam dipenuhi cairan.

Candina berdiri di hadapan Rasi dan Bhumi, berusaha melindungi keduanya. Tinggal tersisa dua sosok yang tampak menyeringai dan buas, terlihat ingin menghabisi tiga sekawan yang berusaha saling menopang karena Bhumi terluka.

Satu tubuh bergerak cepat, tak terlihat, mengayunkan benda logam berkelok. Seketika dua lelaki hitam bercakar tumbang, mencium tanah.

"Salaka?" bisik Candina cemas. "Tak seharusnya kau gunakan kerismu!"

"Tak ada waktu lagi! Masuk ke kamarku! Sebarkan serbuk perak ke tubuh mereka agar hancur!"

🔅🔆🔅