webnovel

Silver Dynasty | Dinasti Perak

Pangeran Akasha. Jelmaan Pasyu. Pasukan Hitam. Entitas tak tampak : Mandhakarma yang keji. Tetiba dunia jungkir balik di hadapan Silva yang sedang berjuang mengatasi hidupnya yang kacau balau. Setelah 11.000 ribu tahun dunia dihancurkan tiga wangsa yang berseteru, hanya dua bulan waktu yang tersisa memecahkan mantra kuno milik Wangsa Akasha dan Pasyu! ______ Ribuan tahun silam, dunia dipimpin empat Wangsa Akasha yang sakti dan empat Wangsa Pasyu yang perkasa. Milind, panglima muda yang tampan dan ulung dari Akasha, mengawal kejayaan wangsa bersama tujuh pemimpin lainnya. Kehidupan damai penuh pesona, limpahan kekayaan dan kehidupan penuh martabat. Kecuali, bagi Wangsa Ketiga, budak Nistalit yang terpaksa menghamba. Kehidupan tetiba berdiri di jurang kemusnahan ketika Mandhakarma, kekuatan Gelombang Hitam, menyapu wilayah Akasha dan Pasyu dengan ganas. Satu-satunya penyelamat kejayaan para wangsa adalah unsur perak yang hanya dapat ditambang oleh para Nistalit. Nami, seorang budak perempuan Nistalit, menjadi tumpuan wangsa ketika keahliannya diperlukan untuk menemukan unsur perak. Hanya ada dua pilihan : memperbaiki hubungan dengan Nistalit ataukah membiarkan dunia dikuasai Mandhakarma. Ketika sebagian Akasha dan Pasyu terpaksa menjalin kerjasama dengan Nistalit, mereka memelajari hal-hal indah yang belum pernah dikenal sebelumnya : cinta dan harapan di tengah-tengah derita dan pengorbanan. Mandhakarma dan sekutunya, tak ingin membiarkan ketiga wangsa menguasai dunia; tidak di masa dahulu, tidak juga di masa kini. Perak, sebagai senjata pamungkas, tetiba menyusut dengan cepat justru ketika manusia sangat membutuhkannya. Sekali lagi, ketiga wangsa diuji untuk mempertahankan dunia dengan cara yang pernah mereka lakukan ratusan abad yang silam. ______ Cara membaca : ●Judul : kisah ribuan tahun silam Judul ( tanpa tanda ● di depan) : kisah di masa kini

lux_aeterna2022 · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
279 Chs

●Mandhakarma (4)

Akasha Wanawa, dengan wilayah luas di daratan, seharusnya memiliki benteng sekokoh dan sebanyak Pasyu Aswa. Pada kenyataannya, tidaklah demikian. Dengan sekutu di bumi, Giriya dan Gangika, yang lebih berpihak pada Vasuki; Wanawa benar-benar sendiri.

Kerajaan Akasha Jaladhi di laut sepenuhnya berpihak pada Wanawa. Tapi tak mungkin bergantung pada sekutu jauh!

Bukankah sekutu terkuat adalah tetangga sendiri?

Jika tetangga Wanawa berbelok arah, bisa dipastikan kekuatannya jauh berkurang. Semenjak Giriya dan Gangika membangun benteng, kerajaan Wanawa yang semula berada di hutan Giriwana akan dialihkan ke Girimba. Diapit musuh memang membahayakan, tapi menghadapi keadaan saat ini, tak ada pilihan lain. Berlindung pada Gerbang Batu dan Bendungan Gangika semoga menjadi pilihan tepat.

❄️💫❄️

Hulubalang Jawar mengumpulkan semua pasukan.

Hulubalang Janur menghimpun laskar.

Semua hulubalang terbaik bersiap di lapangan terbesar hutan Giriwana untuk berlatih keras menghadapi kemungkinan terburuk.

Pemanah.

Penombak.

Pelempar senjata rahasia.

Pemain pedang.

Penunggang angin.

Peniup terompet. Penabuh genderang.

Pembawa perbekalan.

Tabib-tabib.

Hari-hari yang lebih sibuk daripada masa tiga purnama pergantian penjaga wangsa.

Ribuan tahun, peniup terompet dan penabuh genderang tertidur pulas dari tugas. Mereka tentu tak merindukan tugas di medan perang. Siapa yang ingin mencium bau kematian?

Bersiap siaga seperti ini membangkitkan kegairahan sekaligus ketakutan.

Milind mengadakan rapat penting dengan semua bawahannya.

"Aswa mengalami kejadian genting. Menurut Panglima Gosha, benteng timur laut diserang kekuatan asing. Tameng terkokoh dan terluar yang melindungi kerajaan telah runtuh. Panglima Gosha dan orang-orang terbaiknya akan melindungi Pasyu Aswa!" Milind bersuara lantang.

Seluruh hulubalang dan prajurit mendengarkan seksama.

"Kita tak tahu apakah berikutnya Wanawa akan menghadapi hal yang sama! Prajuritku! Apakah kalian siap mengorbankan nyawa bagi negeri ini?" Milind bertanya.

Teriakan Milind mengguncang angkasa. Menggoyangkan dahan-dahan pohon. Angin berhembus kuat, membawa syair-syair yang menguatkan semangat.

Milind menghunuskan pedang.

Memeriksa kesiapan seluruh pasukan.

❄️💫❄️

Hulubalang Jawar dan Janur memperlihatkan ketrampilan berlaga. Pedang di tangan kanan, perisai di tangan kiri. Latihan sepanjang hari menjadi kegiatan penting yang dilakukan pagi hingga malam menjelang. Kehadiran Milind yang selalu berada di samping pasukan membawa semangat untuk terus berlatih dan mempersiapkan pertarungan. Bila, pasukan terus berlatih memperkuat diri, para hulubalang pun tak tinggal diam.

Heeeaaaat.

Prrrrng.

Rrrrrriiiiinkkk.

Pukulan pedang dan pertahanan perisai adalah perpaduan terbaik menghadapi lawan.

"Pertahananmu tangguh, Jawar!" teriak Janur.

"Kaupun menyerang seperti gelombang angin, Janur!" puji Jawar.

Milind berdiri di depan dua hulubalang terbaik Wanawa. Meloloskan pedang Dahat dan pedang Tanduk dari sarung, menyerang langsung ke keduanya dengan cepat dan keras.

Syuuuuuut.

Ffffhhhhuuuurrrrs.

Selembut bisikan. Sehalus permukaan kelopak mawar. Gerakan pedang Milind berayun tanpa suara menuju sasaran. Bunyi memekakkan telinga pecah ketika pedang membentur bilah senjata lawan. Seluruh hulubalang dan pasukan yang tengah berlatih, menghentikan gerakan. Berpaling pada pertarungan menarik panglima dan dua hulubalang.

"Jangan ragu!" teriak Milind. "Lepaskan pukulan terhebat kalian!"

Jawar menyerang dari sisi kanan, Janur merangsek dari sisi kiri. Perisai di tangan bukan hanya sebagai pelindung, namun sebagai senjata kedua setelah pedang.

Milind lincah bergerak, melindungi diri dengan Dahat dan Tanduk. Berkali-kali pedangnya beradu dengan pedang milik Jawar dan Janur, sekaligus membentur perisai yang tampak memercikkan kilauan tembaga saat saling beradu.

Awalnya, serangan lunak itu terlihat seperti ajang permainan untuk menjajal kekuatan. Lambat laun, Milind menambah kecepatan dan kekuatan serangan. Sorak sorai penonton menambah semangat ketiga petarung untuk menampilkan keahlian terbaik.

Dahat dan Tanduk bukan senjata sembarangan. Tapi bukan itu yang membuat pedang-pedang Milind istimewa. Sang pemilik rajin melatih kemampuan setiap hari di sela-sela kesibukannya mengurus berbagai kewajiban sebagai panglima.

"Hati-hati, Hulubalang!" Milind memperingatkan.

Dahat dan Tanduk seperti perpanjangan lengan Milind yang digunakan untuk menggempur. Lawan makin terdesak, terseok menahan serangan.

Jawar terdorong ke belakang.

Janur nyaris menggelincirkan pedangnya sendiri.

Satu pukulan lagi membuat keduanya terhuyung dan menerima tendangan kaki hingga terpental jatuh. Jawar dan Janur segera bangkit, memberikan hormat.

"Maafkan kami!" seru keduanya, memberi hormat. "Panglima Milind adalah yang terhebat di antara kami."

"Kalian pun luarbiasa," Milind tersenyum, berendah hati. "Apa jadinya seorang panglima tanpa hulubalang hebat seperti kalian?"

Jawar dan Janur mengangguk, merasa segan.

"Berlatihlah sepuluh kali lebih cepat, lebih kuat, Jawar!" perintah Milind. "Kau pun juga Janur. Bila memungkinkan, seratus kali lebih baik dari sekarang. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi. Kita tak pernah bisa menduga kekuatan lawan!"

"Baik, Panglima Milind!"

Seluruh pasukan kembali ke tempat masing-masing untuk berlatih.

❄️💫❄️

Milind menarik napas panjang.

Menepi dari lapangan luas Girinawa. Tubuhnya lincah menaiki dahan-dahan pohon, berdiri anggun dan setimbang di salah satu ujung yang menjulur kokoh.

Mengamati pasukannya dari sudut tertinggi.

Tak dapat dikatakan, pasukan Wanawa membanggakan. Dibanding Pasyu Aswa yang tangguh, atau Pasyu Vasuki yang ganas, prajurit Wanawa terlihat seperti pasukan anak-anak yang belajar berkelahi.

Milind meremas ujung pedang Dahat.

Dari mana ia harus memulai?

Wanawa terlalu lama hidup dalam kedamaian.

Pesta, perjamuan, perayaan. Pasar-pasar dan tempat keramaian selalu dipenuhi pengunjung. Apakah pasukannya ikut terlena dengan semua ketenangan yang ada? Tanpa adanya ancaman, semua pihak berpikir kehidupan indah akan abadi selamanya. Wanawa tenggelam berabad-abad dalam sukacita.

Di samping itu, raja Vanantara terlalu lama berkubang dalam kesedihan.

Milind memejamkan mata.

Mengingat perbincangan terakhirnya dengan Gosha beberapa waktu lalu. Baginya, sang panglima Aswa adalah sahabat terbaik yang dapat diajak bertukar pikiran.

"Apa saranmu, Gosha? Kerajaan kami tidak memiliki ratu seperti Ratu Laira," suara Milind tampak berat.

"Raja Vanantara banna Wanawa terkenal dengan kesaktiannya. Demikian pula para bangsawan dan pejabat kerajaan. Mantra Wanawa salah satu yang terhebat. Ratu? Kalian memiliki Putri Yami dan Putri Nisha," Gosha menenangkan. "Dan, hei, Milind! Satu orang panglima sepertimu sangat menakutkan. Vasuki berani menyerang Aswa, tapi berpikir ulang untuk menyerbu Wanawa."

Gosha menepuk hangat bahu Milind.

"Kupikir, Vasuki tak menyerang Wanawa bukan karena kehebatanku," Milind merendah. "Mereka tak berani gegabah berseteru langsung dengan Akasha."

"Jangan remehkan dirimu sendiri, Milind," Gosha menghibur.

Jujur, jauh di lubuk hati kedua panglima, keresahan yang dalam menghantui. Milind menyampaikan kekhawatirannya, Gosha menyebutkan ketakutannya. Hingga tetiba, Milind tertegun mendengar kata-kata Gosha.

"Milind, apakah kau yakin mantra-mantra mampu melindungi kerajaan kita?" tanya Gosha pelan.

Milind mengerutkan alis lebatnya, "…maksudmu?"

"Aku mulai menyangsikan diri sendiri. Bagaimanapun kekuatan Akasha dan Pasyu memiliki batas," desah Gosha. "O, aku tak bermaksud meremehkan kekuatan Akasha Wanawa."

Tanpa berkata seperti itupun, Milind memiliki pemikiran yang sama dengan panglima Aswa.

"Milind, aku mulai berpikir hal-hal yang di luar batas," Gosha mengakui. "Walau aku takut memikirkannya, apalagi mengambil keputusan gegabah."

"Seperti apa itu, Panglima Gosha hal Aswa, sahabatku?" Milind ingin tahu.

Gosha menerawang jauh.

Terlihat ragu.

Keheningan yang lama.

Keraguan yang panjang.

Milind menepuk-nepuk bahu sahabatnya, memberikan keteguhan dan limpahan kepercayaan.

"Aku mulai berpikir menambah pasukan," gumam Gosha.

Milind terhenyak. Menahan napas.

"Apa pendapatmu jika kita mengambil pasukan tambahan dari Nistalit?" Gosha melemparkan pertanyaan sulit.

❄️💫❄️

Apa pendapat kalian tentang Nistalit dan pemikiran Gosha?

Leave a comment below.

Love~

lux_aeterna2022creators' thoughts