webnovel

Gadis Liar

“Tuan Tae gadis itu sudah diperiksa dokter.”

“Aku mau bertemu dr.Stacy di ruang kerja sekarang.”

“Baik.”

Paman Wong mempersilakan dr.Stacy sebagai dokter langganan di rumah ini yang sebenarnya teman dekat Tae sewaktu di SMP.

“Malam Tae... Apa kabar? Tumben sekali kau ada di rumah terakhir kali aku ke sini setahun yang lalu untuk memberikan vaksin pada penghuni rumah ini. Ternyata kau mempunyai mainan baru?”

“Kabarku baik. Itu bukan mainan baruku, hanya gadis lusuh yang aku pungut dari club ilegal. Tak tahu mau aku apakan!”

“Hahhaa.. kau ini. Ia manusia sama seperti kita, kalau kau tanya kondisinya. Sekarang ini cukup stabil. Tapi ia kurang gizi. Dan kalau sekilas aku lihat ia banyak terguncang jiwanya.”

“Dari mana kau bisa berkata seperti itu?”

“Ia suka jika aku berkata lembut, dan tak suka dipaksa. Aku biarkan ia memainkan stetoskopku, dan ia senang sekali. Dan senang dengan permen yang aku berikan. Kondisi fisiknya kuat. Tapi tidak mentalnya. Ia tak bisa dewasa sesuai umurnya.”

Tak bisa dewasa? Apa maksudnya?”

“Ia tak mengerti konsep menjadi dewasa dan problematikanya. Ia juga tak banyak mengerti keadaan, yang ia tahu hanya bertahan hidup dan makan. Sepertinya banyak trauma di masa ia tumbuh menjadi remaja. Aku bisa pastikan trauma itu berasal dari keluarganya. Hingga ia terpisah dengan Eommanya dan dijual itu merupakan trauma yang paling berat untuknya.

“Apa yang harus aku lakukan?”

“Beri makan yang bergizi dan aku sarankan konsultasi pada Psikiater kenalanku. Ia selalu berhasil menangani gadis muda dengan mental illnnes.”

“Berikan saja nomernya nanti Paman Wong akan menghubunginya.”

“Sudah aku berikan. Tae, jangan terlalu kasar. Nanti kau memperburuk keadaannya.”

“Bukan urusanmu.”

”Dari bekas luka di badannya, ia sering menerima pukulan.”

“Tak heran karena gadis itu bermulut tajam dan kurang ajar. Tak heran orang memukulnya.”

“Tae, dia masih sangat muda. Dan tak pernah di didik dewasa. Beri sedikit kasih sayang.”

“Kau gila? Belum 24 jam aku mengenalnya kau suruh aku menyayanginya?”

“Aku hanya minta kau bersabar dan memperhatikannya sedikit saja.”

“Lihat saja nanti.”

“Baiklah aku harus kembali ke rumah sakit. Sudah kutinggal beberapa obat pada Paman Wong. Hubungi aku kalau ada sesuatu.”

Stacey meninggalkan mansion dan Tae kembali ke kamarnya untuk beristirahat sampai terdengar suara gaduh

“Brak.. Bruk Brak!” suara gaduh dari belakang seperti suara benda benda jatuh.

Lalu terdengar suara para pelayan memanggil gadis yang sedang berlari tak tahu arah.

Ia ketakutan dan berusaha melarikan diri. Tapi ia tak tahu mau ke mana. Hingga suasana menjadi kacau.

“Ada apa sih berisik sekali! “ Tae keluar dari ruangannya dan bertepatan gadis itu menabrak Tae cukup keras hingga ia terjatuh.

"Awww... sakiit... uuhh..."

“Apa yang kau lakukan hah?! Sudah ku bilang jangan menginjak rumah utama! Dan kau bandit kecil berani menyentuhku!” Tae menarik tangan kurus itu tinggi ke atas

“Aaahh.. aah.. sakiit.. aaah.. Aku gak sengaja namanya juga nabrak.” Tae menyeretnya ke teras belakang.

“Maaf tuan salah saya membiarkan ia berkeliaran. Nanti akan saya kurung di kamar,” ujar Gwen.

Nona G atau Gwen yang menjadi pengawal, ia masih muda, sebenarnya ia seumuran dengan

Tae. Ia bertugas menjadi pengawal Tae di masa sekolah dulu. Tugasnya hanya bersekolah bersama Tae dan mengerjakan semua tugas dan melindunginya dari orang yang bermaksud jahat

“Enak saja, gak mau! Aku gak mau dikurung di kamar! Aku mau pergi dari sini!” teriak gadis itu meronta minta dilepaskan

“Oh yaa.. aku sudah membelimu, kembalikan uangku dulu!”

“Iya.. nanti.. a..aku akan kerja.. a..akan aku cicil, dasar sombong,” gerutunya

“Apa kau bilang, berani kau menghinaku? Bilang apa tadi?”

“Enggaaa...” Tae mengambil ranting panjang yang menjadi penghias sudut ruangan dan memukulkannya pada betis gadis itu sebanyak 4kali.

“Ahh.. aakkh.. sakiit.. aah..”

“Kurang? Jangan pernah tak sopan padaku! Bawa dia ke kamar dan kunci di sana tidak boleh keluar.” “Baik tuan.”

“Anak ini mulai menarik untuk ditundukkan, dasar kucing liar. Hmmm.. ini maksudnya mainan baru?”

***

Gwen tau ini membuat Tae semakin murka maka ia segera membawa gadis itu ke kamarnya sebelum berulah lagi.

“Tolonglah nona jangan nakal dan jangan membangkang lihat kakimu luka begini. Ayo aku obati.”

“No.. no periih.. jangan. Jangan seperti appa,” teriaknya histeris

“Memangnya kenapa appa?” tanya Gwen lembut.

“Apa selalu memukul lalu memberikan obat perih.. perih sekali.. jangan diobati.. periih!”

“Baiklah hanya air dingin tidak pakai obat. Mau ya?” ia mengangguk setuju

“Sekarang coba tidur, biar kuat.” Gwen mematikan lampu meja. Seketika gadis itu panik dan berteriak

“Gelaap... tak bisa napas.. hukkhuuk.. jangan gelap.”

“Baik.. baik.. Tidak akan dimatikan kok lampunya. Aku nyalakan.”

“Jangan hukum aku di atas salju tangan ku sering membeku sampai harus dimasak,” racaunya

“Lihat selimut ini halus dan hangat, ini untukmu. Kau ini demam!” gumam Gwen sambil membungkusnya dengan selimut bergambar Frozen.

“No.. aku tunggu eomma disini appa, jangan tarik.. lepas...” ia mengigau karena demam tinggi.

“Ada apa dengan gadis ini? Apa ia ketakutan? Apa aku beritahu tuan Tae? Tapi ia tak suka diganggu, apalagi dengan urusan ini. Menyentuh pun iya tak ingin. Kasihan gadis ini, sepertinya sering disiksa, tangan dan kakinya penuh bekas luka.”

Di dalam kamar kerja Tae berkutat dengan laptopnya. Tapi ia seperti orang yang gusar. Membolak balik laporan tanpa ia baca sama sekali. Pikirannya jauh bukan di sana.

“Kenapa wajahnya bikin gemesh ya, cengeng lagi. Hehehe.. Kenapa aku tak tahu nama anak itu ya? Kenapa bisa lupa bertanya padanya? Aakkh.. bodo amat dengan namanya. Untuk apa aku tahu! Sekarang harusnya aku berpikir bagaimana menyingkirkan gadis itu. Pastinya akan menambah pekerjaan saja! Mau pecah kepalaku mendengar jeritannya.”

*****

Keesokan paginya, gadis itu berhasil melarikan diri ketika Gwen membawakan sarapan. Ia terus berlari menuju lorong yang kemarin belum ia lewati tak berniat berhenti lalu melihat ke belakang. Bertepatan dengan Tae membuka pintu teras. Tak pelak gadis itu terbentur pintu dan terjatuh ke lantai.

“Brug!”

“Apa itu?”

“Ahh..akh.. sakiiiit.. ahh.. kepalaku.. uugh.”

“Kamu lagi.. kenapa bisa di sini? Gwen! Park! Ambil tali! Ikat tangan nya gantung di paku itu!”

Dengan berat hati Park melakukannya.

“Hey lihat aku! Siapa namamu?!”

“Lepaskan akuu... Gak perlu tahu siapa namaku.”

“Beraninya kau! Ceplas!” sebuah sabetan pada betis gadis itu cukup perih meninggalkan goresan merah.

“Aaahh... dasar beraninya sama keset! Lepaskan aku, aku bukan orang jahat! Aku dijual ayah tiriku untuk membayar utang judinya!”

“Aku tak peduli alasan kau dijual, yang jelas aku membuang cukup banyak uang hanya untuk gadis lusuh sepertimu!” Tae memandang rambutnya yang sedikit ikal mengkilap tapi kusut.

“Aku bahkan gak sudi jadi kesetmu... Ugh!” ia menendang tulang kering Tae dengan keras, walaupun ia tak memakai alas kaki tapi cukup keras

“Beraninya kau! Ceplas! Ceplas! Nanti rambutmu akan kujadikan keset kamar mandi!”

“Ahh.. aaahh..uhuukkkuuuhhhh.. jahaaat.. sakkit uhuukkkuuuww... eommaaa.. jemput aku ikut eommaaa.. uhuuk aku mati sajaaa.”

“Hey jangan mati di sini! Ini bukan kuburan! Mati saja di hutan!”

“Hutan? Aku takut hutan... huwaaaaa!! Appa jangan tinggal aku lagi di hutan, takuut.”

“Gwen kenapa ia berteriak? Apa anak ini gila?”

“Engga tuan.. ia cuma ketakutan. Mungkin pernah ditinggal dihutan.”

“Bawa ke kamarnya dan jangan sampai ia lepas lagi.”

“Maaf Tuan, sepertinya kita butuh pertolongan psikiater segera, saya khawatir ia semakin depresi. Sebab ada yang aneh dengan kelakuannya. Ia seperti anak umur 12 tahun yang ketakutan dan sering menangis.”

“Aaahh.. sangat menyusahkan! Segera hubungi nomer yang diberikan Stacey! Aku gak mau ikutan menjadii gila memelihara gadis itu!”

“Baik Tuan.”

“Apa aku melukainya parah? Anak itu hanya ketakutan dikurung di kamar, dibawa ke hutan? Appa macam apa seperti itu? Kenapa matanya sangat teduh? Rambutnya indah,” pikir Tae mengingat kilauannya

“Apa ia berpikir dirinya benar-benar keset? Hahah.. kok lucu? Aaah.. kenapa aku jadi mikirin sih! Sudah bagus tak kubunuh langsung, seenaknya saja menendangku!”

*****

Pagi saat sarapan sudah tersaji, Tae teringat dengan gadis yang menarik perhatiannya itu.

“Gwen apa gadis itu sudah sarapan? Apa yang dimakannya? Ia kekurangan gizi berikan makanan yang bergizi.”

“Sudah tuan, ia sangat suka susu, mie dan roti. Tidak suka sayuran dan selalu memakan yang manis. Sekarang sedang di halaman bersama paman Wong, katanya mau mengejar kupu-kupu.”

“Kenapa dibiarkan? Dia tidak boleh makan mie lagi!” mulai perhatian secara tak langsung

“Karena kalo dipaksa selalu berakhir mengamuk dan kejar-kejaran di kamar. Makanan berhamburan dan ingin melarikan diri dari kamar. Jadi kami berikan apa yang menjadi kesukaannya.”

“Kalian ini.. lemah sekali dengan gadis liar itu! Paksa! Jangan mau kalah!”

“Iya tuan, sebenarnya gadis itu sangat lembut dan manis. Kemungkinan dulu selalu dikasari dan jarang diberi makan selain mie. Dan tak mengenal kasih sayang. Sekarang ia senang tidur dengan selimut yang saya berikan. Katanya lembut seperti tidur dengan kelinci.” “Heheh.. kelinci? Mengapa ia terus menabrakku? Apa ia sudah mandi? Mengapa pakaiannya buruk seperti itu? Membuat ku mual!” Tae menatap dari kejauhan.

“Sudah mandi tuan Tae.”

“Gadis itu kemarin menangis histeris kini ia tertawa sambil mengejar kupu-kupu, kok bisa? Wajahnya lucu.” Tae ngomong sendiri.

“Itu pakaian bekas dari para pelayan tuan. Kami belum sempat membelinya.”

“Hmmm... besok pesankan salon untuk mencuci ulang rambutnya, rawat jangan seperti kelinci belom mandi! Bawakan beberapa brand baju kemari! Aku bisa gila melihatnya seperti gembel.”

“Baik tuan!”