webnovel

004.

Bagas dan Marni langsung menoleh ke sumber suara yang memanggilnya dengan begitu lantang.

Melihat sosok wanita yang berjalan cepat ke arahnya, Bagas mendadak begitu merinding dan langsung melepaskan genggaman tangannya pada Marni.

"I-ibu?" gumam Bagas, yang mulai berkeringat dengan wajah mendadak pucat pasi.

Marni menoleh ke arah Bagas yang memucat. Ia kebingungan saat melihat kondisi lelaki itu, disaat seperti itu, langsung saja menyentuh pipi dan membelainya dengan lembut.

"Kamu kenapa seperti orang ketakutan begitu, Mas?" tanya Marni dengan suaranya yang khas.

Bagas menggeleng. Ia langsung menarik tangan milik Marni dari pipinya, sebab di depan sana ada wanita tua yang berjalan ke arahnya dengan tatapan tajam dan nyalang.

"Bertingkah yang benar, di sana ada ibuku," gumam Bagas, berusaha untuk tersenyum dan sedikit menjauh dari samping Marni.

Wanita itu kini sudah berada di depan Bagas dan menatapnya dengan nyalang, lalu beberapa detik kemudian menampar dengan keras.

Plak!

"Siapa dia?" bentak wanita tua itu pada Bagas dan menunjuk ke arah Marni yang menatapnya kebingungan. "Kamu ini ... seharusnya ada di rumah bersama Seruni, kenapa malah asyik-asyikan dengan wanita lain di luar, hah? Ibu tidak pernah suka dengan sikap kamu seperti ini, ingat itu Bagas!"

Wanita tua yang benci dengan sikap anak lelakinya itu langsung saja pergi. Meskipun belum ada jawaban yang keluar dari mulut anaknya, ia memilih untuk enyah dari sana.

Melihat wanita yang tidak tahu malu seperti itu, merasa sangat jijik.

Bagas berlarian untuk mengejar ibunya dan tidak perduli dengan keberadaan Marni. Di belakang sana wanita itu terus berteriak memanggilnya, tapi ia tidak ingin fokus pada hal-hal yang sangat mudah untuk didapat.

"Ibu, tunggu sebentar!" teriak Bagas dengan tangan yang terulur ke depan.

Wanita tua itu langsung saja berhenti untuk melangkah, sama sekali tidak berminat menoleh ke belakang. "Ada apa kamu menghentikan Ibu?"

"Bagas ingin berbicara sesuatu, tolong dengarkan baik-baik dulu. Sehabis itu, baru bisa menarik kesimpulannya," ujar Bagas yang memohon untuk ibunya bisa mendengarkan penjelasan yang diberikan olehnya sekarang ini.

Wanita tua itu menoleh ke belakang dan melihat raut wajah anaknya yang sedang memelas. Ia menggeleng pelan kemudian berbicara, "Ibu tidak akan pernah mendengarkan apa yang kamu katakan itu, karena cerita dari lelaki selalu berbanding terbalik dengan kenyataannya. Dengarkan baik-baik, ketika kamu masih dengan berani untuk berhubungan dengan wanita itu, akan sangat mudah untuk Ibu membuatmua menjadi gelandangan, ingat itu baik-baik!"

Bagas mendapatkan ancaman dari ibunya yang sangat mengerikan. Pasalnya selama ini, ia selalu hidup dengan segala kemewahan yang ada, lalu jika sampai semua itu menghilang rasanya tidak akan pernah bisa hidup.

"No, Ibu tidak bisa mengambil keputusan sepihak seperti itu, bahkan tanpa mendengar cerita apa pun dari Bagas, itu tidak bisa," tegas Bagas.

"Kenapa tidak bisa? Memang selama ini kamu punya hak apa untuk mengatur Ibu?" tanya wanita tua itu seraya tertawa meremehkan Bagas yang notabene adalah anaknya sendiri. "Ibu tidak suka berbicara dengan kamu, jika masih berhubungan dengan wanita tadi!"

Berbalik badan untuk masuk ke dalam mobilnya, dan menyuruh sang sopir untuk segera pulang ke rumah.

Bagas sendiri hanya melihat ibunya yang sekarang sudah pergi menjauh, tanpa memberi kesempatan sama sekali untuk dirinya menjelaskan semuanya.

"Mas, tadi wanita tua itu siapa sih?" Marni menyusul Bagas, meskipun hatinya masih kesal sebab panggilannya tidak diperdulikan.

Bagas meremas rambut kepalanya, dan menoleh ke arah Marni dengan amarah. "Wanita tua, enak saja kamu bilang seperti itu. Dia Ibuku, dan dia juga yang jadi penentu kita bisa lanjut atau tidak. Meskipun semua persiapan sudah matang, tapi jika tanpa izin darinya aku tidak bisa melakukan semua ini."

Marni terdiam dan berusaha mencerna apa yang dikatakan oleh Bagas sekarang ini. "Maksud kamu ... Ibu kamu tidak setuju dengan rencana pernikahan kita?"

Bagas mengangguk lesu. "Iya, jika aku sampai nekat untuk melakukan itu, maka hasilnya bisa menjadi gelandangan. Tentu saja itu tidak ingin sampai terjadi, dan mungkin jalan satu-satunya ya ... kita selesai sampai di sini saja."

"Enak saja kamu bicara seperti itu, hah? Tidak bisa, jalan lain pasti ada!" Marni mencoba untuk berpikir hal-hal yang lain untuk bisa memecahkan kondisi yang rumit menurutnya. "Ayolah! Kita pasti bisa menemukan jalan keluarnya, jangan sampai patah semangat seperti itu."

Bagas menatap Marni dengan tatapan yang sulit diartikan. "Mau bagaimanapun kamu mencari solusi untuk masalah ini, tetap saja tidak akan bisa. Aku tidak mau jika sampai menjadi gelandangan, hanya karena memilih kamu."

"Kenapa kamu bicara seperti itu?"

"Karena ... memang aku tidak ingin hidup miskin! Aku sudah terbiasa untuk menikmati segala hal yang ada di dunia, tapi jika bersamamu membawa bencana, mending kita usai saja!" Bagas berlalu dari hadapan Marni dan meninggalkannya sendiri di tepi jalan.

Bagas melangkah dengan cepat untuk bisa sampai di mobilnya, dan langsung menancapkan gas.

"Mas! Kenapa aku ditinggal di sini sendirian?" Marni berteriak seraya mengejar mobil Bagas yang sudah pergi dari hadapannya.

Kini Marni berdiri di bahu jalan seraya mulutnya terus memberikan sumpah serapah untuk Bagas. Ia berkali-kali menghentakkan kakinya berulang kali, sebab begitu kesal dengan hari ini.

"Awal yang manis, dan setelahnya akhir yang begitu pahit. Lihat saja, aku tidak akan pernah tinggal diam dengan sikap kamu ini," gumam Marni dengan memandang mobil Bagas yang sudah mulai menjauh.

Bagas melajukan mobilnya dengan cepat. Ia sekarang berniat untuk pulang, tujuannya hanya satu, yaitu membujuk Seruni agar bisa memberikan izin.

***

Bagas masuk ke dalam rumahnya yang besar dan luas itu, dan mencari Seruni. Ia ingin berbicara empat mata dengan istrinya tersebut, tapi sejauh ini belum tahu sama sekali di mana keberadaannya itu.

"Seruni!" teriak Bagas dengan suara lantangnya. "Kamu ada di mana?"

Seruni yang sekarang sedang ada di kamar Nara, langsung beranjak keluar untuk menghampiri Bagas yang begitu berisik.

"Ada apa kamu berteriak memanggil saya?" tanya Seruni yang keluar dari kamar Nara, kebetulan Bagas baru saja melintas dari sana dan posisinya sama sekali belum jauh.

Bagas menoleh ke belakang untuk melihat Seruni dengan mata sembabnya. "Saya ingin berbicara satu hal yang sangat penting dengan kamu."

Seruni mengangguk dan menghampiri Bagas. "Mari kita bicarakan di dalam kamar, jangan di sini. Kasihan Nara baru saja tidur tadi."

"Baiklah!"

Seruni berjalan terlebih dahulu untuk menuju kamarnya. Membuka pintu dan masuk ke dalamnya, duduk di salah satu kuris dengan tatapan mata yang mengarah ke Bagas.

"Kamu ingin bicara apalagi dengan saya?"