webnovel

003.

Seruni mengangguk dan tersenyum. Tangannya terulur untuk mengusap lembut kening dari anaknya tersebut, dengan pandangan kosong untuk memikirkan jalan keluar atas masalah yang tengah di hadapinya sekarang ini.

Tidak lama, Nara langsung terlelap tidur. Ia begitu nyaman ketika tangan lembut milik ibunya selalu mengusap kening, hingga ngantuk tak tertahankan.

"Kamu sudah tidur ya, Nak?" tanya Seruni dengan suara yang lirih. Ketika melihat anaknya yang masih sekecil itu, ia merasa sangat bersalah, sebab membuat ayahnya tidak cukup dengan dirinya seorang. "Maafkan Mama, Nak."

Setelah memastikan jika Nara sudah terlelap dan tidur begitu nyenyak, Seruni beranjak untuk pergi menuju teras di kamar ini. Ia duduk dengan tatapan kosong dan merasakan hembusan angin yang menerpa tubuhnya dengan lembut, hingga buliran bening pun tak lagi tahan untuk jatuh.

"Mas Bagas, kamu bebas untuk melakukan apa pun yang kamu mau, dan semoga ... setelah aku melakukan hal ini, kamu akan merasa jera," tekad Seruni dengan mantap.

Seruni mungkin bisa saja menerima segala perlakuan dari Bagas, tapi untuk diduakan rasanya ini jauh lebih sakit. Lelaki yang tidak tahu diri, memang sangat pantas untuk diberikan pelajaran hingga membuatnya tidak akan pernah melupakan hal tersebut.

***

Bagas keluar dari rumah megah tersebut bersama dengan Marni. Ia tersenyum saat memandang wajah wanita tersebut, sesekali mencolek dagunya dengan senyum lebar.

"Kamu cantik sekali, sayang! Aku jadi tidak sabar untuk menjadikanmu sebagai istri," goda Bagas pada Marni yang tersipu malu.

"Mas, kamu bisa saja membuat jantung ini berdetak tidak normal! Bukankah kita seminggu lagi untuk mengadakan acara tersebut, Mas?" tanya Marni dengan mimik seriusnya.

Bagas mengangguk semangat. "Iya. seminggu lagi. Semogaa acara itu berjalan sesuai dengan keinginan kita. dan tentunya lancar juga ya."

"Aamiin." Marni pun berharap hal yang sama. Ia merasa begitu bahagia dan juga beruntung kala mengingat akan menjadi seorang istri dari Bagas--pengusaha yang kaya raya. "Oh iya, sekarang kita akan pergi ke mana?"

Bagas nampak berpikir sejenak. "Bagaimana kalau ke butik saja? Iya, sambil melihat, apa pesanan kebaya kamu sudah siap atau tidak begitu. Kalau mau, sekalian mampir ke WO dan melihat bagaimana progresnya."

Marni mengangguk paham. Memang benar, pernikahan yang diselenggarakan nanti menggunakan tema sederhana dan hanya orang-orang terdekat saja yang diundang, termasuk dengan Seruni.

"Aku mah terserah kamu saja, ke mana mau pergi yang penting ... aku ikut!"

"Romantis sekali!" gumam Bagas dengan tangan yang kembali mencolek mesra dagu dari Marni.

Mobil yang ditumpangi oleh mereka berdua kini meluncur untuk menuju butik yang begitu terkenal di kota tersebut. Di mana tempat dari designer ternama, dengan kualitas yang sangat bagus.

Sesampainya di tempat tersebut, Marni dan Bagas turun dari mobil dan melangkah masuk dengan genggaman tangannya. Mereka saling melempar senyum bahagia, seolah ini adalah dunia yang berisikan mereka saja.

"Ayo, masuk sayang!"

Marni mengangguk. "Iya!"

Masuk ke dalam butik tersebut dan disapa oleh pemiliknya dengan senyum ramah.

"Wow, Pak Bagas! Apa kabar?" tanya pemilik butik tersebut sekaligus designernya, dengan senyum ramahnya. "Biar saya tebak, ke sini pasti ingin melihat kebayanya, bukan?"

Bagas tersenyum. "Iya, dia ingin melihat kebaya tersebut, apa sudah jadi atau belum katanya. Bagaimana?"

"Tenang-tenang, bisa kita cek di sebelah sana ya. Sebenarnya perlu waktu sekitar satu hari lagi untuk jadi, hanya pemasangan payet saja."

"Aku kurang begitu paham. Mungkin anda bisa bicarakan dengan calon istri saya ini," ucap Bagas, seraya menoleh ke arah Marni yang sedari tadi tersenyum.

Sialnya, Marni pun tidak berbeda jauh dari Bagas. Ia tidak begitu paham dengan apa yang dinamakan dengan payet, kain bagus, barang mewah, atau apa pun itu yang selalu diperbincangkan dari kalangan kaya, sebab dirinya lahir dari keluarga sederhana yang setiap hari harus berpikir bagaimana besok bisa makan.

"Kita lihat saja ya, Mas!"

"Iya, sayang! Kalau kamu mau mencoba juga, barangkali bisa."

Mereka semua berjalan pada ruangan di mana kebaya milik Marni tersimpan, dan tengah dikerjakan oleh seseorang yang tengah memasang payet.

"Mereka semua sedang memasang payetnya, Pak. Maka dari itu saya bilang, mungkin jadi besok," jelas pemilik butik tersebut pada Bagas dan Marni, dengan senyum yang mengembang lebar.

Bagas mengangguk. "Tidak masalah, lagipula acara kami juga nanti minggu depan. Ini saya ke mari hanya ingin melihat saja, dan ... ya lumayan kepo untuk hasilnya."

"Tenang saja, Pak. Saya menjamin kualitas, dan segalanya."

"Saya percaya!"

Marni mendekat ke arah orang yang sedang memasang payet untuk kebayanya tersebut. Ia hanya melihat bagaimana orang-orang itu menyulam dengan begitu rapi juga teliti, senyum pun kini melengkung pada bibirnya.

"Benar-benar kualitas yang bagus! Aku semakin tidak sabar saja untuk menjadi istri dari Mas Bagas, tidak masalah jika dia ... umurnya lumayan jauh dari aku ini," batin Marni dengan mulut yang menyeringai.

Untuk seorang gadis desa seperti Marni, dicintai pria kaya adalah suatu anugerah yang luar biasa. Ia tidak perduli jika sudah punya istri, karena paling penting adalah kebahagiaan yang selama ini tidak pernah dirasakan olehnya. Sungguh egois dan licik.

Bagas menghampiri Marni dan menyentuh lengannya dengan lembut. "Sayang! Kita pulang sekarang ya, nanti besok ke sini lagi untuk mencoba memakai kebaya itu," bisik Bagas pada Marni, yang memberinya anggukan pelan.

Marni langsung berdiri tegak dan menghampiri Bagas. "Iya, tidak masalah, Mas!"

Setelah puas untuk melihat proses pembuatan dari kebayanya itu, Marni dan Bagas langsung pergi keluar dari butik itu. Mereka berdua kembali masuk ke dalam mobil dan berniat untuk menuju Wedding Organizer.

Marni menoleh ke arah Bagas, dan menyengir lebar. "Mas! Bagaimana kalau kita ... pergi ke kafe dulu? Laper aku," rengek Marni pada lelaki yang ada di sampingnya tersebut.

Bagas terkekeh pelan dan merasa gemas. Ia mengacak puncak rambut dari wanita yang berhasil membuatnya jatuh cinta kembali. "Ayok! Apa sih yang tidak akan Mas turuti? Keinginan kamu apa pun itu, pasti langsung aku kabulkan."

"Mulai deh ... jangan goda aku terus, Mas!"

"Memangnya kenapa?"

"Takut semakin jatuh cinta, hehe." Marni giliran untuk menggoda Bagas, yang tersenyum lebar karena ulahnya itu.

Bagas langsung menancapkan gasnya untuk pergi dari butik tersebut, menuju pada kafe yang sudah menjadi tempat biasa mereka menghabiskan waktu.

Untung sekali ini adalah hari libur, dan membuat mereka jauh lebih berleluasa. Karena tidak akan berpikir bekerja, dan bekerja.

"Ayo turun! Kita berdua sudah sampai loh," ajak Bagas saat membuka pintu mobil dari Marni/

Marni turun dengan bibir yang melengkungkan senyumnya. "Iya, Mas!"

"Bagas?" Seseorang memanggil Bagas dengan suara yang setengah berteriak.

Next chapter