Benarkah yang kulihat di depanku ini, apakah dia orang yang benar benar ku tunggu selama ini
Aku terharu dapat melihat wajah cantiknya lagi.
Ramel melepaskan kacamata yang membuatnya terlihat culun selama ini, Ramel seperti berada dalam mimpi. wajah didepannya seperti malaikat tak bersayap yang membawa kabar gembira.
"Andien? Kau ini?" Ramel mengulurkan tanganya untuk menyentuh pipi lembut mantan kekasihnya itu. tapi Andine menepisnya dengan sopan.
"Maaf tuan Ramelson saya Dian wiliam, saya pekerja baru di perusahaan anda dan saya juga tidak tau siapa nama yang anda sebutkan tadi". andine menatap wajah Ramel dengan dingin, raut wajah yang tidak bisa terbaca apapun. bahkan Reista sudah membeku ditempatnya.
ada getaran singkat yang dapat andine lihat dari pergelangan tangan Reista.
"Tidak kau andine, ya kau andine istriku" Ramel menarik andine dalam pelukannya, Ramel menangis haru didalam dekapan itu, ada kehangatan yang sama persis seperti 7 tahun yang lalu.
Ia perempuan yang aku cintai sampai sekarang persetan dengan siapa namanya aku hanya ingin melepaskan kerinduan ku selama ini. Ramel membatin dalam hati, ia tau kelakuannya ini salah. namun hatinya sudah tidak bisa menepis rasa rindu yang menggelora ini.
Andine melepas paksa pelukan Ramel dan menampar pipinya dengan kasar. ada nafas bergerumuh yang hampir meledak dari diri andine. namun sebisa mungkin andine tahan agar semua rencananya tak sia-sia.
Andine senang dengan reaksi Ramel yang tidak memperdulikan Reista disampingnya, tapi Andine juga tidak bisa bertahan lama dalam pelukan seorang Ramelson. hatinya seperti tersayat, hangat dan kenyamanan itu masih ada disana, di dada bindang yang selalu melindungi dirinya.
"Maaf tuan tapi tindakan anda benar benar tidak sopan, sudah saya bilang saya Dian wiliam bukan siapa tadi? Andien atau siapapun itu jadi saya mohon bersikaplah profesional lagipula disini ada sekertaris anda apa anda tidak malu berbuat seperti tadi". Ramel tersentak saat ia melirik kesamping, wajah pucat Reista dan tanganya yang gemetar membuat udara disekitar Ramel tiba tiba menipis. Ramel tau Reista sedang menahan tangisnya. Ramel tau betul linangan air mata dipelupuk mata istrinya sebentar lagi akan meledak.
Baiklah mungkin Ramel harus bersikap biasa saja, ya Ramel harus propesional untuk masalah ini, biar nanti saja Ramel mencari tau siapa sosok perempuan bernama Dian wiliam ini.
Ramel harus bisa menjaga hati istrinya, ada rasa tidak tega jika Ramel harus melanjutkan pelukan dan rindu ini didepan istri sah nya.
Setidaknya untuk saat ini Ramel bisa melihat sosok yang begitu mirip dengan andine.
Tapi jika diperhatikan kedua perempuan di depan Ramel ini, mereka mempunyai wajah yang hampir mirip. Ramel tau kenapa ia selalu merasa nyaman didekat Reista selama ini, mata Reista dan andine sama. mereka seperti adik kakak jika diperhatikan secara dekat dan seksama.
Ramel ingin menyentuh rambut istrinya itu dan mengatakan bahwa semua baik baik saja, namun Ramel tidak bisa. tidak didepan wajah andine.
"Maafkan saya, wajah anda begitu mirip dengan almarhum istri saya". Ramel mulai mengkondisikan nada bicaranya dan mulai memakai kacamata culunnya lagi.
"Baiklah bisa kita bicara tentang pekerjaan saya sekarang tuan?", Tanya andine berusaha sesopan mungkin.
"Ah.. iya baiklah mari " Ramel mulai berjalan ke arah kursinya dan mulai membuka berkas yang diberikan oleh HRD tadi pagi. Ramel sudah tau bahwa ada karyawan baru yang akan menempati posisi penting di perusahaan. tapi Ramel belum sempat melihat isi berkasnya.
Ramel membuka berkas itu dengan nafas kasar, semua data diri dan pengalaman perempuan bernama Dian Wiliam ini seperti benar benar nyata.
"Saya permisi tuan" Ramel mendengar suara istrinya itu pamit dengan nada bergetar.
Reista berjalan dengan cepat keluar dari pintu ruangan kerja Ramel, Ramel hanya melihatnya sekilas lalu memperhatikan kembali berkas orang yang mirip dengan andine.
Mereka berdua berbincang mengenai pekerjaan, Dian Wiliam benar benar terlihat berbeda dari andine yang dikenal oleh Ramelson, dia terlihat menawan dan cerdas dalam waktu bersamaan..
Ramel terus memperhatikan wajahnya itu, senyum Ramel mengembang saat tatapan matanya dengan andine bertemu.
Andine langsung mengalihkan matanya dan mulai melanjutkan perbincangan..
Dia melamar sebagai asisten direktur di perusahaanku..
Ya dia sangat dekat berada di sisiku sekarang, aku tak ingin melepaskannya lagi.
wajahnya benar benar melepaskan semua rasa rindu yang selama 7 tahun ini aku pendam. senyumnya melunturkan rasa sedihku selama ini, aku ingin memeluknya lagi.
lagi dan lagi...
Siapapun namanya atau darimanapun dia berasal aku hanya ingin berada di dekat perempuan yang sudah lama aku tunggu itu..
Setelah perbincangan selesai andine pamit untuk melihat pekerjaannya.
Ramel menghempaskan tubuhnya di sofa ruangan kerja dan langsung mencari ponsel untuk menghubungi teman lamanya.
orang yang akan membantu mencari data diri asli seorang Dian Wiliam..
"Halo Joy?.. aku ada pekerjaan untukmu, cari data tentang Dian wiliam aku ingin data yang terperinci dan tak terlewat satupun. berkasnya akan kukirim melalui email, carilah dengan benar. aku ingin tidak ada yang terlewat satupun.
"....."
"Ya baiklah cepat, aku tunggu",
"..."
Ramel mematikan teleponnya dan berjalan menuju jendela kantor yang menghadap langsung ke arah padatnya perkotaan kota Amsterdam.
Sebentar lagi Ramel akan mengetahui siapa Dian wiliam itu sebenarnya, Ramelmempunyai perasaan yang tidak enak saat melihatnya namun Ramel menepis hal itu jauh jauh.