webnovel

Screaming

Anne merasa lelah tak pernah diakui oleh Jovan, berkat hubungan backstreet yang ia setujui dengan mudah, ia terus merasa tersakiti. Apakah Jovan tak mencintainya lagi? Atau dari awal ia tak memiliki rasa? Inilah yang ia takutkan dari sahabat menjadi cinta, mereka akan berpisah jika bosan, bukan hanya kekasih, ia harus kehilangan sahabat. Keadaan kian keruh karena Aura yang terus mengejar Jovan, serta lelaki itu yang tidak pernah tegas menolak padahal ia memiliki Anne yang jelas-jelas adalah kekasihnya, walau disembunyikan. Hingga Anne meminta untuk putus, ia merasa harus mengakhiri kebodohan karena cinta. Ditengah rasa kecewanya, ketiga sahabatnya merencanakan pergi camping bersama. Awalnya semua baik-baik saja, bahkan Anne sangat bahagia dapat menjauh dari Jovan dan bersenang-senang dengan sahabatnya. Tapi siapa sangka, camping yang harusnya membahagiakan, malah menghadirkan petaka yang penuh dengan teriakan, tangis dan penyesalan. "Sakit.... aku ingin pulang!"

Ucil_ · Urbain
Pas assez d’évaluations
4 Chs

Bab 1

Anne menghela nafas kesal begitu sampai di kantin, suasana kantin sangat ramai, tapi sialnya mengapa ia langsung menemukan keberadaan Jovan di keramaian? Lelaki itu sedang asik bercengkraman dengan gadis lain, Aura. Melihat bagaimana Aura mendekap lengan Jovan dengan mesra, Anne merasa amat kesal, ia menyesal telah menyetujui ajakan berpacaran dari sahabatnya itu. Jika mengetahui backstreet semenyakitkan ini, Anne tak akan mau mencoba hal gila yang menyesakkan ini. Ia memang mencintai Jovan sejak lama, persahabatan antara lelaki dan perempuan tanpa cinta? Mana mungkin bisa? Nyatanya Annepun terjerat pada paras dan sikap Jovan yang teramat baik itu.

"An, lo kenapa? Nggak jadi makan?"

Anne melirik kearah Sisi sahabatnya, di samping kiri dan kanannya ada ketiga sahabat yang selalu menemaninya walau ia susah, namun pada mereka pun Anne tak bisa menceritakan tentang hubungannya bersama Jovan. Bodohnya Anne tetap menurut pada ucapan Jovan, dimana mereka harus merahasiakan hubungan mereka dari siapapun, bahkan Mama dan Papa sekalipun.

"Gue mendadak nggak napsu," gumam Anne seraya kembali menatap Jovan yang kini tertawa lebar bersama Aura.

Apakah semenyenangkan itu mengobrol dengan gadis tersexy di Bailey International High School? Sampai pesan Anne yang di kirim beberapa saat lalu pun tak di balas oleh lelaki berengsek itu.

"Tapi gue laper An, aduh.. gue udah bayangin soto kari teh ugi masuk kedalam mulut, kental, gurih—"

"Stop!" Anne menggeram kesal, dirinya adalah penggemar berat makanan, apalagi soto kari teh Ugi, bagaimana Anne bisa menolak jika di pameri seperti itu.

Anne melangkah mendekat kearah stan gerobak teh Ugi, dengan sesekali mencuri pandang pada meja Jovan dan Aura.

"Eh, ada Jovan tuh, gabung aja sama meja dia. Kalian duduk aja, gue yang pesenin." Mia mendorong ketiga sahabatnya untuk pergi menjauh, setelahnya gadis itu mengangkat dompet biru mudanya, "Gue yang bayar."

"Yes!" Sisi berseru riang, lalu mengapit lengan Anne dan Fiona untuk berjalan menuju meja Jovan dan Aura.

Dengan amat terpaksa Anne mengikuti kedua sahabatnya itu, apa yang bisa ia lakukan? Menolak hanya akan membuat sahabatnya bertanya tentang alasannya. Anne dan Jovan terkenal memiliki hubungan persahabatan yang kental, jika ia menolak duduk bersama Jovan, masalahnya pasti akan panjang. Ketiga sahabarnya tak akan tinggal diam sebelum mendengar penjelasan yang masuk akal.

"Hei mojok aja lo Van!" Fiona menggebrak meja dengan ringisan, lalu memilih duduk di sebelah Jovan, sedangkan Anne dan Sisi duduk di hadapan ketiganya.

Jovan tampak santai saja, bahkan mengerling dengan senyuman kearah Anne, sedangkan Aura sama sekali tidak terganggu, gadis itu masih setia mendekap lengan Jovan tanpa malu. Walau tidak ada yang tahu tentang hubungan keduanya, namun tetap saja Anne merasa kesal pada sejoli itu. Bagaimana mungkin ia bisa biasa saja jika kekasihnya bermesraan dengan wanita lain tepat di hadapannya?

"Jov, nanti malam lo jadi ngapel ke rumah gue kan?" Aura berucap dengan nada manjanya, membuat Anne ingin memuntahkan susu yang tadi pagi ia minum untuk sarapan. Dasar penggoda menyebalkan!

Anne mengepalkan tangannya dengan tatapan tajam saat Jovan menatapnya, lelaki itu hanya meringis lalu mengurai lengan Aura yang mendekapnya. Telat! Keburu Anne sudah dibuat emosi dan berapi-api.

Menggebrak meja dengan kencang, Anne berdiri dari duduknya dan memilih pergi, ia tak sanggup lagi! Tidak hanya sekali Aura dan Jovan bermesraan seperti ini, rasanya hampir setiap hari mereka akan makan siang bersama di kantin. Sedangkan bersama Anne? Rasanya ia hanya selingan semata. Sebenarnya yang selingkuhan itu dirinya atau Aura?!

"Loh, An lo mau kemana?"

Anne sama sekali tidak menghiraukan pertanyaan Mia yang mencoba menghadangnya, ia bahkan sedikit mendorong Mia karena kesal dihadang. Harusnya, sedari awal ia tak usah mencoba menerima Jovan. Walau lelaki itu menyatakan cintanya ribuan kali pun, harusnya Anne abaikan saja. Sepertinya, dirinya hanya dijadikan sebagai bahan mainan saja, atau bahkan ajang taruhan? Seperti di drama-drama murahan yang menyebalkan itu?

Ia memilih berlari pergi, namun langkahnya terhenti saat ia hendak keluar dari pintu kantin, suara obrolan siswa lain menarik minat Anne.

"Menurut lo Jovan sama Aura pacaran nggak sih?"

"Jelas! Kemarin gue lihat mereka jalan di mall!"

Amarah Anne kian melonjak, sebelum ia benar-benar pergi, Anne memilih berbalik mengepalkan kedua tangannya lalu berteriak.

"Jovan!"

Hampir seluruh pasang mata di kantin menoleh kearah Anne, dan saat Jovan beradu pandang dengan Anne, gadis itu mengangkat kedua tangannya dan mengacungkan jari tengahnya.

Setelahnya Anne berlalu pergi, dalam hatinya ia amat kecewa pada lelaki berengsek itu. Kemarin bahkan ia tak membalas pesannya, bahkan saat ia mengantar Mamanya untuk mengunjungi Mama Jovan, lelaki itu tak ada. Baru Anne ketahui faktanya, jika Jovan pergi bersama Aura.

"Berengsek!" Gumamnya seraya melangkah pergi.

*

*

Dengan sengaja Anne memilih menunggu bus di kesepian, ia memang memilih menghindar dari ketiga sahabatnya maupun Jovan. Sepanjang jam sekolah hingga berakhir, Anne memilih bungkam dan tak ingin menjelaskan tentang sikap anehnya siang tadi. Apa yang bisa ia jelaskan pada ketiga sahabatnya? Mengakui kalau ia adalah pacar Jovan yang tidak diakui? Sungguh memalukan.

Getaran di ponselnya kembali terasa, saat dilihat, Jovanlah yang kembali menghubunginya. Panggilan itu berakhir tanpa dijawab, tertera 23 panggilan dari Jovan yang sama sekali tidak ia pedulikan. Akhirnya Anne memutuskan mematikan ponselnya.

Harusnya, minggu depan adalah saat di mana ia bisa bebas berhubungan dengan Jovan, harusnya mereka bisa berlibur bersama selama libur semester, dan harusnya itu adalah saat di mana mereka tidak harus menyembunyikan hubungan keduanya.

Kakinya di ayunkan dengan pandangan menunduk menatap sepatu biru putih yang ia kenakan. Sepatu itu adalah hadiah ulang tahun Anns yang ke 16 oleh Jovan, sedekat itu hubungan persahabatan keduanya. Namun apakah harus hancur hanya karena rasa cemburu?

Kening Anne mengernyit saat mendapati sebuah amplop putih diletakkan di pangkuannya, ia menaikkan pandan memindai lingkungan ramai sekitarnya. Keramaian sore ini membuat Anne tak bisa menebak siapa pemberi amplop putih itu. Diraihnya amplop itu dengan pandangan yang masih mengedar ke penjuru arah. Saat ia menunduk tadi, Anne sempat melihat sepasang sepatu hitam bergaris putih, merk yang sama dengan yang Anne kenakan, hanya warnanya saja yang berbeda.

Merasa penasaran, akhirnya Anne membuka amplop putih itu, terdapat sebuah kertas putih yang dilipat, saat di buka, sebuah kalimat aneh kembali membuat Anne mengernyitkan keningnya.

"Wow, hari ini tingkahmu semakin keren saja." gumam Anne mengikuti kata yang tertulis pada kertas putih itu.

Diremasnya kertas itu dengan kekesalan, mendapat surat kaleng macam ini bukanlah kejadian pertama kali untuk Anne, ia sudah beberapa kali mendapat surat beramplop putih tanpa tahu pemberinya. Bodohnya, walau Anne terus meremasnya dengan kesal, namun surat itu tetap ia simpan.

Setidaknya Anne harus mencari tahu siapa pengirimnya, bagaimana pula orang itu tahu tentang apa yang Anne lakukan hari ini. Tempo hari lalu, ia mendapatkan surat di dalam loker miliknya, di mana surat itu berisi peringatan.

'Perhatikan sekitarmu saat ujian, atau kau akan ditangkap.'

Saat itu Anne tak menanggapi surat misterius itu, ia hanya menganggap jika amplop itu berasal dari orang usil yang sedang bermain-main saja. Tapi siapa sangka, jika peringatan itu membuat Anne berfikir keras, setelah ia merasakan keterhubungan dengan kejadian yang ia alami setelahnya.

Anne di tuduh menyontek, setelah ia mendapat lemparan kertas berisi jawaban, entah dari mana. Sialnya guru memergokinya, dan ia diberi peringatan keras oleh guru penjaga saat itu. Kali ini ia mendapat pesan seakan sosok itu hadir pula di kantin. Jelas kantin, karena hanya disanalah tempat Anne bersosialisasi dengan orang lain. Sedangkan setelahnya ia sibuk menghindar dengan terus bersembunyi dari ketiga sahabatnya ataupun Jovan.

Bus yang ditunggu Anne akhirnya datang, segera saja ia memasukkan surat itu kedalam tasnya. Anne bangkit berdiri, sebelum masuk kedalam bus, ia menyempatkan diri untuk menatap sepatu dari para siswa yang masuk kedalam bus. Tidak ada seorangpun yang memakai sepatu satu merk dengannya, bahkan warna hitam putih yang ia lihat tadi. Anne menoleh kesana kemari, lalu kemudian masuk kedalam bus, hari ini ia mendapatkan surat kaleng lagi, dan hari ini pula ia belum menemukan pelakunya.